Showing posts with label TEKS OF BOOK RESEARCH REPORT. Show all posts
Showing posts with label TEKS OF BOOK RESEARCH REPORT. Show all posts

Tuesday, May 14, 2013

TEKS OF BOOK [Research Report]

THE LEGEND OF SEX ISLAND KEMUKUS

Pergumulan Spirit Kapital para Bakul Jawa di Balik Ritus Seks Gunung Kemukus



PENDAHULUAN


Gunung Kemukus terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawang, Kabupaten Sragen, 30 km sebelah utara Solo. Untuk mencapai daerah ini tidak terlalu susah, dari Solo kita bisa naik bis jurusan Purwodadi dan turun di Belawan 
Gunung Kemukus menjadi seperti sebuah "pulau" tetapi pada waktu musim kemarau air akan surut dan praktis kita tidak memerlukan lagi jasa penyeberangan. Di Gunung Kemukus inilah terletak sebuah makam yang dikeramatkan banyak orang yaitu makam Pangeran Samudro, sehingga peziarah berdatangan ke tempat ini untuk memohon berkah/keberhasilan. 
Sebenarnya ada banyak maksud orang datang ke tempat ini, mencari pesugihan (kekayaan), memohon jodoh, mohon agar naik pangkat/mendapatkan pekerjaaan, menikmati seks bebas dan sebagainya, dahulu sewaktu masih ada undian nasional berhadiah (KSOB, PORKAS, TSSB, SDSB) orang berdatangan meminta angka-angka ramalan. Menurut Humas Kabupaten Sragen, wilayah ini mulai tahun 1983 dikelola oleh Dinas Pariwisata Sragen, setelah sebelumnya dibawah pengelolaan Dinas Pendapatan Daerah. Gunung Kemukus identik sebagai kawasan wisata seks karena di tempat ini orang bisa sesuka hati mengkonsumsi seks bebas dengan alasan untuk menjalani laku ritual ziarahnya, itulah syarat kalau mereka ingin kaya dan berhasil. Dalam suatu aturan yang tak resmi disyaratkan bahwa setiap peziarah harus berziarah ke makam Pangeran Samudro sebanyak 7 kali yang biasanya dilakukan pada malam Jum'at Pon dan Jum'at Kliwon atau pada hari-hari dan bulan yang diyakhini baik, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya (mereka boleh membawa pasangannya
sendiri atau mungkin bertemu di sana), pada hari yang terakhir kedatangannya/yang ke 7 kalinya, peziarah harus melakukan slametan (semacam syukuran dengan menyembelih ayam atau kambing) yang dipimpin oleh juru kunci untuk mensyukuri penggenapan laku ziarahnya itu dan memohon berkah agar keinginannya berhasil.
Pertama kali pengunjung yang bermaksud berziarah datang biasanya mereka harus menemui juru kunci, kepada juru kunci mereka menceritakan apa maksud kedatangannya, setelah itu masuk ke dalam beranda makam dan menaburkan kembang telon/bunga tiga macam sambil memohon agar terkabul permintaannya. Syarat laku yang
kemudian dilakukan adalah tradisi "bersetubuh" dengan pasangan yang bukan suami atau istrinya dan mereka sengaja tidak tidur semalam dengan menggelar tikar di bawah pohon di sekitar makam bersama pasangannya itu. 
Mitos Kemukus dipercayai oleh para kapitalis cilik jawa sebagai media untuk memacu spritit kapital mereka secara maksimal. Lahirnya kemantapan diri (self fulling prophecy) untuk meraih kesuksesan berusaha, menjadi peneguh kaum kapitalis cilik untuk merealisasikan harapannya. Dalam perkembangan Kemukus telah berubah menjadi pasar, terjadi pertemuan antara supplier dan pembeli maupun broker (perantara), dalam wujud penziarah, PSK dan pemerintah itu sendiri.
  1. Bagaimana persepsi para penziarah terhadap gunung Kemukus kaitannya dengan spirit kapital mereka?
  2. Apa saja harapan yang dominan dari para bakul Jawa ketika melakukan ritual Kemukus?
  3. Bagaimanana prosesi ritual Kemukus yang dilakukan para penziarah?


Landasan Teori 

Fenomena ritus Kemukus, merupakan wujud dari apa yang disebut oleh Wiliam James, sebagai pragmatisme agama. Hal tersebut tampak sekali karena karakter pragmatisme, tampak terjadi dalam ritus tersebut. Fenomena pragmatisme dijelaskan oleh Wiliam James, sebagai berikut 
The moment pragmatism asks this question, it sees the answer: True ideas are those that we can assimilate, validate, corroborate and verify. False ideas are those that we can not. That is the practical difference it makes to us to have true ideas; that, therefore, is the meaning of truth, for it is all that truth is known as.
James, sebagai psikolog, mengakui bahwa kehidupan manusia tidak hanya hal empirik saja, namun juga ada dimensi mentalitas-sakral. Dimensi ini, dipandang memegang peranan sebagai parameter pemahaman apa yang disebut oleh manusia sebagai kebenaran. Seperti penjelasanya 
The importance to human life of having true beliefs about matters of fact is a thing too notorious. We live in a world of realities that can be infinitely useful or infinitely harmful. Ideas that tell us which of them to expect count as the true ideas in all this primary sphere of verification, and the pursuit of such ideas is a primary human duty. The possession of truth, so far from being here an end in itself, is only a preliminary means toward other vital satisfactions. If I am lost in the woods and starved, and find what looks I like a cow path, it is of the utmost importance that I should think of a human habitation at the end of it, for if I do so and follow it, I save myself. The true thought is useful here because the house which is its object is useful. The practical value of true ideas is thus primarily derived from the practical importance of their objects to us. Their objects are, indeed, not important at all times. I may on another occasion have no use for the house; and then my idea of it, however verifiable, will be practically irrelevant, and had better remain latent. Yet since almost any object may some day become temporarily important, the advantage of having a general stock of extra truths, of ideas that shall be true of merely possible situations, is obvious. We store such extra truths away in our memories, and with the overflow we our books of reference. Whenever such an extra truth becomes practically relevant to one of our emergencies, it passes from cold storage to do work in the world and our belief in it grows active. You can say of it then either that "it is useful because it is true" or that "it is true because it is useful." Both these phrases mean exactly the same thing, namely that here is an idea that gets fulfilled and can be verified. True is the name for whatever idea starts the verification process, useful is the name for its completed function in experience. True ideas would never have been singled out as such, would never have acquired a class-name, least of all a name suggesting value, unless they had been useful from the outset in this way.

Secara sederhana William James, menekankan bahwa perasaan kebenaran diuraikan secara sederhana, yakni : "The true," to put it briefly, is only the expedient in, the way of our thinking, just as "the right" is only the expedient in the way of our behaving. 
Selanjutnya, dalam dataran fenomena, ditemukan hubungan yang erat antara ritus dengan kuatnya spirit mencari harta. Hubungan ini seakan-akan memiliki signifikasi tinggi dengan keuntungan setelah melakukan ritual. Menilik hal tersebut, Webber dalam The ethic of Protestant and Spirit capitalism menjelaskan adanya hubungan yang erat antara kesadaran manusia terhadap menguatkan kesadaran akan capital. Ritus Kemukus, dipandang memiliki pemicu yang kuat terhadap penguatan harapan-harapan capital para Bakul Jawa di dalam upaya meraih spirit capital yang mereka miliki
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi pasrtisipan dan wawancara. Observasi partisipan dilakukan dengan cara mengamati prosesi ritual dari setiap individu dan terlibat dalam prosesi ritual yang dilaksanakan oleh para penziarah,. Wawancara  dilakukan dengan berbagai individu yang berhubungan dengan tujuan penelitian termasuk guru kunci makam.
Penelitian ini mencoba menerapkan metode grounded research. Penelitian ini hanya mendasarkan pada data yang diperoleh dan atas itulah dibangun hipotesis atau teori. Data yang diperoleh akan dikonfirmasikan (cross checking) di antara subjek penelitian, data primer dan data sekunder. Lalu kemudian dianalisis melalui interpretasi kualitatif. Sementara analisis data dilakukan dengan menggunakan metode verstehen. 

MASYARAKAT GUNUNG KEMUKUS


Kemukus bagi orang Jawa merupakan tempat dimana seseorang mencari pesugihan dengan suatu ritual unik, yakni seks. Sungguhpun demikian, ritual seks yang ada di Kemukus bukanlah sesuatu yang ada begitu saja dalam rangkaian ritus para pencari pesugihan, namun kehadirannya telah menjadikan Kemukus sebagai tujuan para pesugih untuk ngalap berkah yang banyak dikunjungi orang, terumata pada tiap malam Jumat Pon. 
Keunikan ritus tersebut telah banyak mengundang para peneliti untuk mengkaji secara seksama realitas sebenarnya dibalik semua gejala budaya tersebut. Berbagai pendekatan telah dilakukan untuk mengkajinya  seperti antropologi, religi, politik dan ekonomi. Tujuan kajian mereka, pada umumnya ingin mengkaji motif terdalam mengapa ritus seks tersebut menjadi bagian dari prosesi pesugihan di Kemukus. 
Ritus atau laku khusus berkenaan dengan suatu prosesi sakral di dalam budaya Timur memegang arti penting terhadap kehidupan manusia. Masyarakat Timur memandang jika ritus merupakan laku yang melekat dalam kesadaran makro-mikro manusia. Sehingga jika manusia tidak melaksanakannya, maka akan terjadi bencana bagi dirinya. Karena konstruksi masyarakat Timur, memiliki kesadaran makrocosmis yang komprehensif.
Terlepas dari konstruk mitos atau legenda yang menghidupkan Kemukus, kini Kemukus telah menjelma menjadi pasar, karena semua potensi ekonomi bertemu pada ritus Kemukus. Jadi, di ruang Kemukus telah terbentuk pasar tempat bertemunya pada para pemilik modal yang ikut memperebutkan ruang Kemukus sebagai arena pergumulan kepentingan dan modal.
Kehadiran Kemukus, khususnya bagi Desa Pendem merupakan asset lokal yang sangat potensial menghasilkan kapital. Transaksi kapital dalam semalam yang terjadi pada pasar Kemukus, disadari oleh pemeerintah Desa mempunyai kontribusi yang tinggi terhadap PAD mereka. Transaksi tersebut dapat terjadi pada berbagai sektor ekonomi, seperti retribusi, biaya sewa kamar, biaya parkir dan sumbangan para peziarah terhadap para kuncen, juga retribusi dari warung-waring serta para pedagang kaki lima. 
Bagi ilmu politik, situasi tersebut menujukkan gejala “subcentral authorities” yakni adanya otoritas pengelolaan atas desentralisasi aset ekonomi yang dimiliki oleh pemerintah lokal. 
Kemukus oleh Pemda Sragen telah ditetapkan sebagai tujuan wisata. Oleh karena itu, pengelolaan Kemukus diberikan kepada tiga lembaga, yakni Kelurahan, Dinas Pariwisata dan Kepolisian. Dalam kamus, ditemukan pengertian Tourisma sebagai berikut: 

Tourism is travel for predominantly recreational or leisure purposes or the provision of services to support this leisure travel. The World Tourism Organization defines tourists as people who "travel to and stay in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited". Tourism has become a popular global leisure activity. In 2006, there were over 842 million international tourist arrivals. Tourism is vital for many countries, due to the income generated by the consumption of goods and services by tourists, the taxes levied on businesses in the tourism industry, and the opportunity for employment in the service industries associated with tourism. These service industries include transportation services such as cruise ships and taxis, accommodation such as hotels, restaurants, bars, and entertainment venues, and other hospitality industry services such as spas and resorts

Tourisma telah menjadi paradigma baru di dalam pendekatan Developmentalism. Lahirnya tourisma tidak sekedar berangkat dari logika kesejahteraan rakyat, namun lebih sebagai perwujudan dari logika kapitalistik terhadap pengeloaan ekosistem atau ruang hidup manusia. Meskipun demikian juga tourisma tidak akan mencapai prestasinya apabila masyarakat tidak sejahtera.
Hubungan timbal balik antara logika kapital dan tingkat kesejahteraan rakyat menjadi konstruksi epistemologis dibalik manajemen tourisma oleh negara maupun swasta. Kenyataan tersebut akan tampak pada pengelolaan pasar Kemukus oleh tiga pihak yang berkepentingan secara kapital, yakni negara, swasta dan pribumi.
Tiga pihak yang dipandang sebagai penentu roda pasar di Kemukus, dicurigai memiliki satu karakter relasional, apakah simbiosis mutualistik, simbiosis komensialitik ataukah simbiosis parasitivistik. Melalui pendekatan tiga karakter patronase tersebut kajian ini dilakukan. Kajian ini merupakan salah satu cuplikan analisis dari penelitian bersama yang telah dilakukan oleh Tim Peneliti Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama sejak bulan Desember 2007- Januari 2008. adapun tema utama yang diungkapkan oleh Tim Peneliti Prodi SA itu adalah Spirit Kapital di Balik Ritus Seks di Kemukus dengan pendekatan pada sisi sosiologi agama, sedangkan kajian ini diarahkan pada konstelasi politik diantara pemerintah, pihak swasta dan pribumi. Walaupun demikian, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Tim Prodi SA atas bantuan data untuk kebutuhan penulisan karya ini, karena beberapa data yang ditemukan oleh Tim tersebut, juga dimanfaatkan oleh penulis untuk kebutuhan analisis. 
Masyarakat Kemukus selalu mengkondisikan daerah wisata Kemukus sebagai tempat mencari rizki saja, termasuk aktivitas penginapan dan prostitusi. Tradisi ritual yang lebih banyak pengunjung adalah perayaan adat pada setiap tanggal 1 syuro. Pada kesempatan tersebut masyarakat melaksanakan dua kegiatan, yakni bersih desa sehabis musim panen dan Cuci kelambu 

Ritual pesugihan paling rame dilakukan pada setiap 40 hari, yakni malam Jumat Pon. Pada malam tersebut, hampir ribuan manusia berada di Kemukus. Mereka datang dari berbagai pelosok tampat, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra, hingga Madura. Tujuan mereka adalah satu, yakni berburu pesugihan. 
Jika diamati secara prosesi, sebenarnya ritus Kemukus tidaklah beda dengan di beberapa tempat pesugihan, yakni menemui juru kunci, mandi bersuci, berdoa di makam, tirakat, dan kemudian menjelang pagi hari, mereka pulang. Tetapi yang menarik dari rentetan ritus tersebut, yakni adanya keyakinan jika ingin hajatnya cepat terkabul harus melaksanakan ritual seks dengan pasangan yang baru bertemu di lokasi. Untuk kebutuhan tersebut tersebar berbagai mitos yang menguatkan jika ritus Seks menjadi salah satu bagian yang tidak boleh dilewatkan. 
Mitos tersebut akhirnya terus melekat pada ritual Kemukus. Meskipun ada sebagian peziarah tidak percaya dengan ritus demikian. Termasuk beberapa juru kunci pun menyatakan bahwa mereka tidak pernah menganjurkan kepada penziarah melakukan ritus seks sebagai prasyarat terkabulnya hajat mereka. Namun pada kenyataanya ritus seks teleh menggejala secara terbuka di Kemukus.
Dalam perkembangannya, daerah Gunung Kemukus telah menjelma menjadi kompleks prostitusi. Banyak para pendatang, khususnya para penanam modal mendirikan bedeng-bedeng berupa bangunan semi permanen yang menyediakan jasa kamar dan makanan sekedarnya. Jika diamati bisnis ini semakin menjamur, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya warung-warung kumuh berdiri di dalam wilayah Kemukus. 
Biasanya para pemilik warung berasal dari luar daerah, mereka berprofesi juga sebagian Germo, yakni penyedia kamar plus wanita-wanitanya. Sementara para pribuminya, sebagian besar bertani dan menyewakan lahan kosongnya kepada para pendatang untuk mendirikan warung atau kamar-kamar. Harga sewa tiap lapak kira-kira 2 juta pertahun, sedangkan biaya sewa tiap kamar per sekali pake adalah Rp. 20.000, (maksimal 30 menit) untuk tarif hari Jumat Pon, sementara untuk tarif di luar hari itu, harganya antara Rp. 5- 10.000
Kondisi kamar, sebenarnya sulit disebut sebagai kamar ideal, karena ruangnnya hanya 2,5 m  X 1 meter, tidak ada ventilasinya. Di dalamnya hanya diberi selapis karus lepek yang tergelak lantai. Tiap warung biasanya memiliki rata-rata 4 kamar. Jika dalam kondisi Jumat Pon, mereka dapat meraup keuntungan hingga 1 juta per malam. Hal ini dikarenakan banyak orang antri membutuhkan. 
Selanjutnya, tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan, karena ketika para peziarah pertama kali datang kemudian menuju Cungkup, pasti akan melewati satu-satunya akses jalan, yang berukuran 5 meter terbentang dari bawah hingga ke atas. Biasanya para penzarah yang sedang mencari atau menunggu pasangan, mereka berjajar duduk sepanjang jalan tersebut. Mereka men-display wajah dan dandangan mereka sendiri secara terang-terangan. Dengan demikian tidak dipungkiri jika jalan ibarat catwalk tempat mendisplay supplyer dan customer secara terbuka.
Tua muda, molek kurus, hingga nenek-nenek dan kakek-kakek pun dapat bertemu di jalan tesebut. Tentu, banyak pria yang mengincar wanita molek, namun bukan berarti yang separu baya pun tidak ada yang mengincar. Terbukti sepanjang pengamatan, ditemukan seseorang wanita paruh baya pun, ketika ditanya, ia mengaku telah 3 kali masuk kamar. Dan ketika didesak siapa yang mengajaknya, ia juga mengatakan kebanyakan pria seusiannya, tetapi kadang-kadang diajak ngamar oleh pria seusia anaknya.
Demikian juga, suatu kali ditemukan seorang pria berusiah 70 tahun, yang sudah 7 tahun berkunjung ke Kemukus, menunjukkan gejala maniak seks. Menurut pengakuannya, dalam semalam ia baru merasa puas jika sudah berhubungan dengan 4 wanita yang berbeda, baik usia maupun bentuk tubuhnya. Ia mengaku jika keinginannya tersebut merupakan tuntutan dari ritual pesugihan di Kemukus. Keyakinan tersebut semakin kuat karena selama ini ia telah melakukan 5 kali nazar karena keinginan untuk kaya telah terpenuhi selepas jiarah di Kemukuks ini. Kakek ini tergolong berhasil karena sekarang di desanya, ia memiliki sawah berhektar-hektar. Jadi untuk kebutuhan ritual tersebut, tak heran ia menyediakan dana 1 juta untuk kebutuhan ritus seks tersebut. Hal tersebut dapat diidentifikasi dari tarif yang dipasang oleh para wanita atau pria. Tarif minimal adalah Rp. 50.000 sekali kencan. Itupun dapat berubah tergantung kesepakatan bersama. Pernah ditemui, tarif tertinggi sampai Rp. 500.000 dipatok oleh seorang wanita muda. 
Dari survey yang dilakukan, tampaknya semua penziarah berharap dapat melakukan ritus seks tersebut. Selain sebagai upaya melengkapi ritual pesugihan yang mereka lakukanm juga sebagai upaya mencari ongkos untuk pulang. 
banyaknya pengunjung yang datang, membawa berkah tersendiri bagi para pedagang kaki lima, pengojek, penyedia jasa parkir, pedagang makanan dan juga pedagang jamu. Apalagi bagi pedang aksesoris ritual, seperti kembang, menyan dan botol kosong untuk mengisi air “suci” dari sendang selalu mendapatkan keuntungan besar. Pendapatkan pedagang bunga sendiri rata-rata pada hari Jumat Pon mampu menembus pendapatan 1 juta rupiah, Ini merupakan pendapatan yang luar biasa bagi seorang pedagang bunga rampe sejenisnya jika dibandingkan dengan pedagang di tempat lain.
Bagi pihak pemerintah, pendapatkan diperoleh dari retribusi masuk yang dipatok harga Rp. 7.500 perorang dan retribusi bagi pada pedagang kaki lima yang membuka lapak di dalam wilayah Kemukus. Jadi, tidak heran jika PAD Dusun Pendem bisa menembus milyaran rupiah pertahunnya. Ini merupakan PAD tertinggi yang diperoleh Pemda Sragen jika dibandingkan dengan daerah wisata lainnya, seperti Sangiran. 
Untuk menemukan peran negara dalam pasar Kemukus, dapat ditelusuri dari dari prespektif tourisma. Dalam perspektif tourisma, jenis-jenis bisnis tour dibagi ke dalam beberapa bentuk, yakni
  1. Pilgrimage atau wisata rohani. Di Eropa jenis ini sangat banyak ditemukan. Beberapa negara menjadikan objek wisata mereka sebagai tujuan keagamaan, seperti Lourdes atau  Knock di Ireland, juga Graceland dan kuburan Jim Morrison di Père Lachaise,atau Istana Vatikan di Roma. 
  2. Health tourism atau wisata kesehatan. Jenis wisata ini tidak hanya berkunjung ke tempat-tempat yang indah semata, tetapi juga bertujuan untuk berobat atau menyembuhkan diri. Tempat-tempat yang sering dituju untuk wisata kesehatan ini seperti pemandian air panas /spa di kaki-kaki pegunungan
  3. Leisure travel atau perjalanan untuk bersantai
  4. Jenis wisata ini menekan pada objek-objek wisata yang memiliki potensi untuk berjalan-jalan santai, seperti susana asri pemandangan laut, perladangan ataupun sungai-sungai yang indah dan menyegarkan.
  5. Winter tourism atau wisata winter. Wisata jenis ini khusus diperuntukan pada bulan-bulan winter yang menawarkan paket-paket outdoor yang menyenangkan. Seperti skiing, berkemah ataupun olahraga yang menantang di alam terbuka.
  6. Terakhir, disebut Mass tourism atau wisata rakyat. Massa tourism atau wisata rakyat adalah jenis wisata yang memadukan semua unsur wisata berada pada satu tempat, sehingga banyak orang berkunjung pada satu waktu untuk kebutuhan wisata, seperti Disney Land, dan lain-lainnya. 
Lalu, Wisata Kemukus dapat dimasukan ke dalam jenis apa? Jika melihat aktivitas utamanya, tentu tidak dapat dimasukan ke dalam wisata rohani, meskipun di Kemukus terdapat serangkaian ritual. Jika melihat aktivitas utama di Kemukus, resort ini lebih tepat disebut sebagai tujuan wisata seks. Kemukus dipelihara karena daerah Kemukus telah menjadi resort mitis yang banyak dituju oleh para pencari pesugihan, juga menjagi resort sex yang menggiurkan bagi para petualang sex. Perpaduan antara dua entitas tersebut telah menguatkan posisi Kemukus sebagai tempat yang patut dilindungi. Oleh karena itu memang sulit untuk memasukan wisata Kemukus sebagai sex tourism, mengingat definisi dari sex tourisma sebagai berikut:

Sex tourism is travel to engage in sexual intercourse or sexual activity with prostitutes, and is typically undertaken internationally by tourists from wealthier countries. The World Tourism Organization, a specialized agency of the United Nations, defines sex tourism as "trips organized from within the tourism sector, or from outside this sector but using its structures and networks, with the primary purpose of effecting a commercial sexual relationship by the tourist with residents at the destination".

Sungguhpun sulit mengkategorikan pada jenis apa jenis wisata Kemukus, toh, Kemukus tetap dianggap sebagai penghasil PAD tertinggi bagi PEMDA Sragen. Inilah yang menurut Bailey (1999) menjadikan Kemukus sebagai aset potensial pemerintah lokal. Maka tak heran jika pemerintah daerah ikut melibatkan diri dalam bisnis ini. Hal tersebut dapat diamati dari pemberian status kepada Kemukus sebagai tujuan wisata dan beberapa fasilitas disediakan untuk keperluan tersebut, seperti penyediakan ruang keamanan yang dimanfaatkan oleh Pam Swakarsa sebagai pos jaga. Selain itu juga mensupply tenaga-tenaga kesehatan setiap bulannya untuk memeriksa kesehatan para PSK. Diperkirakan dalam malam Jumat Pon terdapat ratusan PSK beroperasi di Kemukus, baik yang terdaftar maupun musiman. Memang sulit untuk membedakan mana PSK mana pengunjung, karena aktivitas mereka juga menunjukkan gejala yang sama yakni berupaya mencari teman kencan. Meskipun demikian, sebenarnya dari tampilan fisik mapun perilaku mereka di lapangan, dapat dibedakan. Jika PSK biasanya berpakaian seronok, serta secara profesional dan agresif mencari teman kencannya, sementara para penziarah dalam berpakaian lebih sopan bahkan ada yang berjilbab dan berpeci dan tidak agresif di dalam mencari teman kencan. 



Gambaran Sekitar Wilayah Kemukus


Sebagaimana peta wilayah yang diperoleh dari kantor kelurahan, lokasi gunung Kemukus terletak di bagian barat desa Pendem, yakni termasuk Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Luas wilayah desa Pendem adalah 421,399 Ha, yang terdiri dari tanah sawah 347,218 Ha dan tanah kering 74,181 Ha. Secara rinci batas wilayah desa Pendem adalah sebagai berikut: 

Sebelah Barat : Desa Bagor Kecamatan Miri 
Sebelah Selatan : Desa Suko Kecamatan Miri
Sebelah Timur : Desa Ngadiluwih Kecamatan Sumber Lawang
Sebelah Utara : Desa Ngadul Kecamatan Sumberlawang


Seperti yang dijelaskan oleh Pa Lurah sebagai berikut:

Sedangkan penghuni yang ada disana (kemukus) itu berjumlah ± 600 orang dan dari 600 orang itu kurang lebih terdiri dari 300 KK, Sedangkan sejarah kemukus ini mungkin gambarannya sama persis seperti sejarah yang tertera dalam buku-bukui, saya tidak bisa menjelaskannya secara mendetail juga karena saya disini bukan termasuk orang lama, saya kelahiran 56, jadi saya sendiri tidak tau sejarahnya dari awal, mungkin yang tau persis sejarah gunung kemukus adalah juru kunci yang dikatakan itu lebih dari yang saya katakan untuk sejarah-sejarah itu.
Namun saya sebagai kepala Desa, adanya wisata gunung kemukus itu memang merupakan pariwisata yang bersandarkan ziarah yang berkedokan ziarah adalah menambah aset pendapatan Desa, baik untuk pintu masuk atau gerbang, parkir maupun bagi pengunjung, dengan adanya wisata gunung kemukus ini juga menambah penghasilan warga masyarakat kami disana, mereka disana bisa mengembangkan atau memanfaatkannya seperti parkir’ menyewakan rumah mereka bisa jualan bunga, atau makanan itulah diantaranya seperti itu, yang semuannya itu adalah menambah penghasilan dari warga disana, 
Hasil dari semua itu Desa itu mendapatkan 10% dari dinas pariwisata, namun semua itu tidak pasti ya mbak ya, ketidak pastian itu karena masalahnya apa, masalahnya pengunjung tidak sama, kadang-kadang ada Jum’at baik seperti pada tanggal 1 bulan syura itu termasuk bulan yang baik, seperti hari jelek atau Jum’at jelek itu termasuk bulan Ramadhan, itu memang istilahnya dengan anjuran pemerintah tempat-tempat keramaian memang dikurangi, Desapun juga begitu yakni berpartisipasi kalau bulan Ramadhan itu diminta untuk mengurangi, atau kita itu harus bisa saling menghargai, jadi orang yang jualan makanan disana maupun pengunjung agak lebih berkurang di banding hari-hari biasa.
Namun untuk bulan-bulan sakral, seperti bulan baik 1 syuro pengunjung mulai meningkat lagi, kalau masalah pembagian pendapatan pada masyarakat berhubung disini terdiri dari 4 kadus berdasarkan MUDES (Musyawarah Desa) itu tergantung pada apa yang dibutuhkan Desa yang paling diutamakan, tapi untuk ini saya sebagai pejabat yang baru di desa ini, saya akan menyamaratakan sesuai dengan hasil MUDES, jadi mungkin untuk tahun ini sebenarnnya yang mendapatkan anggaran belum tentu, apa mungkin untuk perbaikan atau pengerasan jalan atau pangairan sawah, terus dua pengerasan jalan yang menuju kesawah itu bisa berkomfirmasi dengan kadus 4 yakni ngabayan, kadus 1 itu disini yaitu barong sedang kadus 4 itu ngebayan, dan kemukus termasuk kadus 1 yakni barong

Dari data statistik terbaru, Desa Pendem memiliki 10 dusun 8 RW serta 35 RT. Dan Gunung Kemukus terbagi dalam dua dusun, sebelah timur dan utara adalah dusun Kedungter, sedangkan sebelah barat dan selatan masuk dusun Gunungsari. Dan dua dusun tersebut terbagi dalam lima RT, yaitu RT 02, 32, 33, 34 dan RT 35 yang kesemuanya masuk RW I.
Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Desa Pendem, dulunya Kemukus merupakan sebuah nama ketinggian, yakni sebuah pegunungan atau bukit yang dikelilingi oleh sungai yang meluap pada musim hujan dan mengering pada musim kemarau. Sehingga pada musim hujan air sangat melimpah, bahkan untuk menuju kesana harus ditempuh dengan memakai perahu karena jembatan yang adapun terendam air. Namun pada musim kemarau air sangat sulit ditemukan, bahkan penduduk disana seringkali kekurangan air, jadi tanah di gunung Kemukus terlihat gersang pada musim itu. Dan setelah dibuatnya Waduk Kedung Ombo (WKO), sebagian besar masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai terpaksa harus pindah. Dari situlah kemudian gunung kemukus yang terkenal angker mulai banyak dikunjungi peziarah dan pendatang dari luar daerah.
Untuk menuju gunung Kemukus tidaklah sulit, dari Solo kita bisa meneruskan perjalanan melewati Gemolong, Bagor ataupun Mudro, untuk menuju desa Pendem. Dari jalan raya desa pendem, lokasi gunung Kemukus harus ditempuh lagi dengan kendaraan pribadi, Ojeg atupun jalan kaki. Karena sampai saat ini jalan menuju lokasi gunung kemukus secara infrastruktur memang belum memadai, selain belum ada kendaraan umum dari jalan raya menuju lokasi kecuali ojeg, jalan tersebut juga masih berupa bebatuan dan sulit dilalui oleh kendaraan besar seperti bis dan truk. Memang ada jalan lain untuk menuju ke lokasi, namun harus memutar dan membutuhkan waktu lebih lama.
Penduduk di Kemukus sebagian besar adalah pendatang yang kemudian menetetap dan menjadi penduduk resmi. Sebagaimana yang dikuatkan oleh Ketua RT 02, bahwa di RT-nya terdapat 52 KK dan hanya 2 KK (termasuk dirinya) yang merupakan penduduk asli, selebihnya adalah pendatang yang berasal dari Sukoharjo, Pati, Kudus, Jepara, Ngawi, Tuban dan lain-lain. Dari jumlah KK yang ada dikemukus 75 KK merupakan penduduk asli dan 325 KK adalah pendatang yang kemudian menetap dan menjadi penduduk resmi dengan memiliki KTP setempat.
Jumlah KK yang ada di RT saya 52 KK, dan hanya 2 KK yang merupakan penduduk asli sini. Jika diperkiraan penduduk kemukus ini ada sekitar 400KK,  maka penduduk asli hanya ada sekitar 75KK, dan penduduk yang lainnya itu merupakan pendatang. Dengan perumpamaan prosentase itu 90% pendatang dan 10% penduduk asli. Rata-rata pendatang yang berdomisili disini berasal dari Pati, Kudus dan Jepara. Kelihatannya sekitar lima tahun terakhir, mulai banyak pendatang dan mulai berkembang semakin padat. Sebelum adanya rumah-rumah seperti sekarang, dulu hanya menggunakan tenda-tenda. Dan orang yang istilahnya “mababat hutan” berani membuat rumah disitu dulunya adalah piyayi dari tampat jauh, karena penduduk asli sini bermukim di bawah gunung dekat sungai, termasuk saya dulunya tinggal didekat jembatan yang ada dibawah itu. Dan setelah ada waduk kedung ombo (WKO) kemudian masyarakat terpaksa pindah kesini, kemudian saya membeli tanah yang sekarang saya tempati ini. Jadi surat yang saya miliki ini adalah Sertifikat hak milik dan bukan hak guna bangunan. Karena tanah-tanah yang berada di dekat sungai yang ditempati warga sekarang itu adalah milik WKO jadi kalau sewaktu-awktu dibutuhkan ya harus pindah, karena itu rumah-rumah yang ada disitu berupa papan dan belum ditembok. Saya sendiri berada disini sudah sekitar 17 tahun, selama dua tahun setengah saya tinggal di atas (dekat makam), kemudian saya membuat rumah disini dan sudah saya tempati kurang lebih 15 tahun.
Tahun-tahun itu mulai berkembang dan ramai-ramainya peziarah datang. Bahkan ketika 1 1 suro sampai berjubel hampirn tidak muat, orang dari manapun datang kesini untuk ngalap berkah. Jadi jualan makanan seadanyapun pasti bersih (terjual habis). Untuk sejarah awal cerita gunung kemukus ini masih ada satu orang yang masih hidup, yang tau dan fahami tentang seluk beluk yang ada disini yaitu mbah Parjan. Bisa dianggap dia aadalah sesepuh sini, tapi dia bukan seorang juru kunci. Rumahnya ada didekat sendang Ontrowulan. Kalau juru kunci-juru kunci itu tidak hafal masalahnya mereka hanya anak mantu dan anak mantu dari juru kunci sebelumnya jadi kurang begitu faham, karena mereka juga tidak bertempat tinggal disini. Tapi ada satu  juru kunci yang tinggal disini dan merupakan anak langsung dari juru kunci sebelumnya namanya Mastur.
Kemukus mulai ramai orang setelah adanya SDSB, sejenis Togel (undian berhadiah dengan menyebutkan no urut tepat yang akan keluar), yang mana waktu itu ada seorang priyayi (peziarah) asal Bandung yang setelah nyepi dikemukus dapat rezeki nomplok. Sehingga setelah itu banyak orang Bandung yang berbondong-bondong datang ke sini, Salah satu ritual yang mereka lakukan adalah ‘menyepi’ kurang lebih tiga hari untuk mendapatkan petunjuk (wangsit) nomor  yang kira-kira akan keluar.
Keadaan gunung Kemukus pada sekitar tahun 1975 sampai 1982 masih rengget hutan. Bahkan untuk naik ke gunung saja belum ada satupun orang sini yang berani. Karena kalo anda lihat disekitar makam saat ini ada pagar, nah dulu pagar itu sebagai tempat wiwitan (pohon nogosari yang dikeramatkan) dan ketika ada priyayi yang sudah masuk ke dalam pagar itu tidak bisa keluar. Ada juga satu cerita lain, ada salah satu penduduk desa yang setelah dari makam, baru diketahui setelah dirumah ternyata di dalam sakunya terdapat daun, kemudian ia sakit, dimana sakitnya itu tidak bisa disembuhkan meski sudah dicoba berobat kemana saja tetap tidak hasil. Jenis penyakit yang dikeluhkan salah satunya yakni badan lemas dan tubuh rasanya cuma  ingin tidur saja. Dan ketika ditanyakan pada sesepuh (orang yang dituakan), jika ada ketutan daun seperti itu ataupun barang lain,  maka harus dikembalikan ke tempat asalnya. Namur suasana angker tersebut sekarang sudah tidak seperti itu, banyak yang memotong kayu misalnya untuk membangun rumah. Meskipun demikian priyayi sini tetap tidak berani. Tapi ndilalah penduduk sini yang mengambil kayu di atas sana untuk membangun rumah ternyata di dalam rumah itupun ada saja musibah yang terjadi.


Aktivitas Ekonomi di  Kemukus

Aktivitas ekonomi penduduk Kawasan Kemukus baru berputar pada siang hari. Khusus bagi penduduk setempat, mereka pada umumnya petani dan pedagang keliling. Sedangkan, para pendatang yang menetap, pada umumnya berjualan baik warung ataupun penyedia jasa-jasa PSK.  Seperti ungkap Pak Lurah: 

Mata pencaharian penduduk disana selain sebagai wiraswasta, penduduk juga berjualan, menyewakan kamar, nelayan dan ada juga yang bercocok tanam atau bertani dan lain-lain. Akan tetapi kalau pendatang mayoritas berdagang, namun yang bercocok tanam adalah penduduk asli gunung kemukus. Namun dari semua pekerjaan yang ada disitu yang lebih potensial adalah pertanian, kalau berdagang itu cuma sampingan saja. Demi berkembangnya desa kami pemerintah setempat selalu memberikan pembenaan seperti penyuluhan, pembinaan kesehatan yang diadakan tiap bulan sekali, pemeriksaan itu sudah termasuk semuanya baik dari cek darah, sampai kebidang lain seperti diberikan pengarahan, mencegah demam berdarah, kesehatan disitu yang jelas sudah komplit! Terus pembinaan secara khusus dari kabupaten, puskesmas dan desa adalah lebih ditekankan pada posyandu, dan juga disini terdapat berbagai macam organisasi seperti organisasi sosisal, termasuk karang taruna, Gertak ataupun Pam Swakarsa yang dikelola kepolisian, juga ada arisan rutin, ibu-ibu PKK sampai sekarang masih dikerjakan, bakti sosisal kemasyarakatan menyangkut masyarakat kami mulai dari tingkat RT, kadus maupun desa selalu mengadakan kegiatan-kegiatang yang bersifat sosial.

Mata pencaharian penduduk gunung kemukus adalah bertani, pertukangan dan bedagang. Penduduk asli lebih banyak melakukan aktivitasnya dengan memanfaatkan sumber daya alam sekitar, yakni bercocok tanam ataupun mencari ikan ketika musim hujan tiba. Namun ketika musim kemarau tiba, sebagian penduduk asli ada juga yang menjual bunga dan air sendang kepada peziarah. Pendatang lebih banyak melakukan aktivitas ekonominya dengan berwiraswasta, yakni membuka warung dan penginapan serta penitipan kendaraan, menyewakan kamar serta menyewakan tanah kepada para mucikari. Seperti ungkap Pak Lurah lagi :

Masyarakat kami mengondisikan daerah wisata yang ada, jadi istilahnya masyarakat kami di sana itu taunya ya mencari hasil terus masalah-masalah orang ziaroh yang jelas disana memang ada penginapan-penginapan yang sifatnya kayak itu ya, itu adalah ya tidak lepas dari segi untuk mencari penghasilan semisal ada  orang Bandung, orang Kediri, Jombang, Jawa Timur yang kasarnya gitu, yang ziaroh kesitu banyak yang bermalam disana, orang-orang disitu banyak menyediakan makanan yakni makanan yang biasa dikonsumsi untuk dimakan sehari-hari, yang mungkin untuk dua hari tiga hari juga mereka menyewakan tempat yang untuk itu ya istilahnya jual jasa jadi dia bisa bermalam disitu, masalah lain-lain ada yang pernah kayak itu ada yang tidak, kita kan sudah tau permasalahan itu tapi yang jelas taunya orang yang bermalam disitu bagi saya  atas nama pemerintah desa adalah dia peziarah, peziarah dengan bermalam disitu, saya tidak menghendaki atau tidak mengatakan bahwa disitu adalah untuk ngarami untuk perselingkuhan atau prostitusi. Bagi saya atas nama pemerintah desa tidak mengatakan itu, melainkan kamar-kamar yang ada adalah tempat untuk bermalam untuk tempat istirahat bagi peziarah yang rumahnya jauh sperti orang Jawa Barat, Jakarta, Bandung Jawa Timur Pati Rembang karena ziarah disitu bermacam-macam, mungkin ke sendang dulu baru mandi entah di sendang sana maupun disendang situ, baru kita ziarah. Namun kadang-kadang banyak yang disalah gunakan atau salah persepsi karena mungkin tadi dari sana istilahnya bersama nanti kita ketemu disitu jodoh nah saya sendiri kok tidak melihat ya mungkin menurut keyakinan pribadi.

Adanya ritual ataupun peziarah yang datang ke kemukus, sebagaimana data yang diberikan Dinas Pariwisata mulai terjadi sekitar tahun 1960, yang sampai sekitar tahun 1977 kepengurusannya dipegang oleh desa. Pada tahun 1977 sampai 1980 dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah dan pada tahun 1982 tanggung jawab pengelolaan gunung Kemukus diserahkan kepada Dinas Pariwisata sampai sekarang. Dana yang diperoleh dari tiket masuk tiap bulannya mencapai 13-16 juta rupiah, dengan PAD yang harus diserahkan pada Kabupaten Sragen sebesar 170 juta rupiah pertahun dan 10% dari PAD tersebut dialokasikan pada desa untuk membenahi infrastruktur yang ada di desa Pendem. Hal tersebut sebagaimana juga yang dikatakan oleh Lurah Desa Pendem. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Darwiji, salah seorang warga :

Kamar-kamar yang disewakan seadanya, dan kebanyakan berupa biliki-bilik yang terbuat dari papan berukuran ±2 meter. Entah saya juga tidak bisa membayangkan apakah kamar segitu bisa bernafas. Untuk harga kamar setahu saya tergantung pada situasi dan kondisi, dengan tarif rata-rata 25 ribu permalam dan biasanya per-rumah ada 5 kamar, mungkin sepuluh ribu bisa saja diterima ketika dalam keadaan sepi, tapi saya tidak tau pasti karena saya orangnya suka cuek dan tidak pernah nanya sampai sedalam itu. Saya sebagai bu RT disini  hanya ikut membantu memecahkan dan menyelesaikan ketika ada permasalahan yang terjadi disini, misalnya seperti cekcok atau bentrok antara tetangga satu dengan tetangga yang lain yang disebabkan oleh omongan-omngan kecil yang kemudian di besar-besarkanya, yaa seperti layaknya orang hidup bertetangga  di tempat-tempat lain lah. Dan itu sudah biasa terjadi mengingat karakter dari orang-orang yang berbeda-beda dan cenderung keras, kalau sudah kemauanya pasti pengennya selalu dipaksakan. Sampai terkadang kami kewalahan ketika mengajak mereka untuk berdamai, ketika permasalahan itu tidak bisa kami atasi maka kami serahkan pada pihak yang lebih tinggi bahkan bisa sampai polsek apabila  permasalahan itu sudah mencapai taraf yang besar, sampai mengeluarkan darah atau kriminal. Yang saya tahu kebanyakan dari pendatang yang menetap, hasil kerjanya disini dibawa pulang ke kampung halamannya masing-masing. Dari cerita mereka yang dulunya rumahnya terbuat dari papan, tau-tau ketika kita berkunjung kesana rumah mereka sudah terbuat dari tembok dan berkaramik juga. Ya saya tau itu karena saya sering kali diundang oleh warga pendatang yang sudah menetap, ketika ada hajatan di kampung mereka. Bahkan sampai ke Tuban pun saya jalanin, jadi semisal jagong 30 ribu bisa sampai 60 ribu sekalian sama ongkos ke sana (demi menghormati undangan mereka).



Religiusitas Masyarakat Kemukus

Meskipun terkenal sebagai kawasan prostitusi, di daerah Kemukus terdapat mushola dan aktivitas keberagamaan. Penduduk setempat atau pendatang selalu memanfaatkan mushola tersebut untuk beribadah. Sementara bagi penduduk setempat, keberadaan mushola dan takmirnya dimanfaatkan  bagi kegiatan keberagamaan seperti pengajian, sholat berjamaah dan Perayaan Hari Besar Islam lainnya. Seperti pengakuan Bapak Imron, imam masjid setempat 

Untuk jamaah kebanyakan berasal dari pendatang yang sudah menetap dan juga berasal dari para peziarah, para peziarah yang datang kesini seperti yang mbak pantau dan nikmati adalah gejolak dari warga atau keluarga yang berniat dengan syari’at berziarah, untuk masalah ini dan itu sebenarya seperti  yang dikatakan oleh pemerintah untuk mengarahkan pada hal-hal yang yang baik dari segi sejarahnya, tapi karena sudah sangat membudaya jadi rasanya sulit untuk mengikis secara extrim ataupun secara total itukan sulit. Sehingga diharapkan dengan adanya tempat peribadatan kita ini insya Allah sedikit demi sedikit akan memberikan masukan kepada pendatang  bahwa syarat-syarat seperti itu (ritual seks dan mandi disendang) tidak ada. Dan sebenarnya syarat yang utama yang diinginkan disini bahwa arwah itu kita doakan sehingga secara psikologis membawa pada peziarah itu menyadari. Hal-hal lain yang pernah dilakukan misalnya mengajak PSK-PSK itu selalu ikut di setiap ada kegiatan seperti pada bulan besar umat Islam seperti Maulid Nabi bisa diadakan kegiatan peringatan (mengadakan pengajian dengan dana yang ada dengan mengundang Ustad) kegiatan itu biAsa dilakukan di Masjid al-Hidayah.
Pada awalnya sebelum tahun 2005 sebelum kita membangun Masjid ini, kita mengelola Masjid pariwisata yang ada atas di depan makam, tapi karena volume dan kondisi disana tidak memungkinkan untuk dijadikan tempat Ibadah, maka kita berinisiatif untuk membuat Masjid yang di prakarsai oleh dinas pariwisata dan RT 02 (Pak Sadi) disekitar pintu masuk yang akan di pakai untuk shalat Jum’at dan sebagainya. Karena disini dinilai lebih kondusif dan volumenya bisa lebih banyak.

Pejelasan imam masjid tersebut juga dibenarkan oleh Ibu Ifah, salah satu peserta pengajian ibu-ibu

Dulu waktu pertama kali diadakan pengajian untuk ibu-ibu anggotanya hanya 12 orang, yang kemudian pada akhirnya berkembang dan bertambah. Dari kumpul-kumpul itu kemudian ada musyawarah kecil-kecilan yang bersepakat untuk diisi dengan barzenji, yasinan, dan sebagainnya. Saya rasa tradisi tersebut ada dikarenakan anggotanya banyak yang berasal dari Jepara, Pati atau daerah utara lainnya. Ya,, itu adalah salah satu usaha yang dilakukan warga setempat karena dilihat tidak adanya kegiatan yang menunjang spiritual keagamaan mereka. Jadi ya sedikit demi sedikit meskipun tidak semudah membalikkan telapak tangan kita tetap berusaha. Untuk masalah keagamaan saya sendiri tidak bisa mengkatagorikan warga sini, bahkan saya sendiri tidak tau Islam apa yang saya anut ini, tapi kalau saya boleh bilang sebagian besar warga sini Islamnya ya cuma Islam KTP, sama seperti saya yng Islamnya juga Islam KTP.
Selain pengajian rutin yang diadakan tiap hari Senin, diwakti-waktu tertentu juga diadakan ketika ada undangan hajatan, seperti kelahiran bayi, sunatan atau khitanan dan lain-lain, bahkan terkadang kita juga di undang di acara pernikahan, apalagi di bulan-bulan baik seperti bulan Ruwah, hampir tiap hari ada undangan, bahkan pernah juga dalam satu hari bisa tiga kali sampai empat kali kit dapat undangan untuk acara hajatan dibulan baik. Pernah juga dua kali kita di undang ke luar kemukus yakni daerah Salatiga  karena ada anggota dari PKK yang melakukan hajatan disana, untuk acara pernikahan yang ditujukan untuk penyambutan acara temu manten, meski pertunjukan yang kami buat bisa dibilang tidak bagus tapi yang penting kita PD. Bu Joko sendiri sebagai pimpinan pengajian al-Hidayah suaminya berada di Sukoharjo untuk bekerja, dan pulangnya tiap satu minggu sekali.
Tokoh masyarakat yang ada di kemukus banyak sekali diantaranya seperti Pak Tri, Pak Bandi, Pak Darsono dan lai-lain. Selain sebagai imam Masjid mereka juga sesekali mengisi atau memimpin acara pengajian bapak-bapak yang dilaksanakan tiap satu minggu sekali di Masjid yakni pada malam Jum’at, tapi kalau misalkan malam Jum’at ramai (peziarah) biasanya dialihkan ke malam Sabtu. Biasanya pengajian tersebut diisi dengan kegiatan yasinan dan tahlilan bagi orang yang telah mendahului kita.
Untuk tradisi itu ada memang beberapa orang yang tidak menyepakati, dan dulu pernah terjadi. Ya tau sendirilah mbak dikemukus orang-orangnya itu komplit dari manapun dan bahkan dari tradisi apapun ada. Tapi yang jelas mau tidak mau dari manapun asalnya, prinsipnya masyarakat disini, pendatang ya harus mengikuti tradisi yang sudah ada, karena itu memang yang sudah sejak awal diikuti oleh masyarakat kemukus. Jadi seperi dulu ketika ada tradisi Muhammadiyah yang masuk misalnya, penduduk banyak yang protes karena koq berubha-ubah. Jadi pendatang dari manapun memang harus mengikuti tradisi dimana ia berdiri.

Di bulan Ramadhan di tiap-tiap Musalla atau Masjid yang ada dikemukus itu berbeda-beda kegiatannya, di Masjid dekat pintu masuk misalnya biasanya di bulan Ramadhan tiap minggu sekali mengundang imam dari luar Kemukus untuk mengisi menjadi imam. Juru kunci sendiri tidak cawe-cawe (ikut) dalam kegiatan keagamaan masyarakat, karena juru kunci bukan berasal dari wilayah Kemukus melainkan berasal dari daerah Barong, sehingga juru kunci murni hanya mengurusi makam saja. 

Mayoritas masyarakat Kemukus adalah beragama Islam. Dilihat dari ritual ibadah yang dilakukan, seperti tradisi barjanji, tahlil dan yasin maka bisa dikategorikan sebagian besar masyarakat secara idealisme lebih condong pada NU, dan itu merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat asli sekitar Kemukus. Ada memang sebagian masyarakat terutama pendatang yang secara ideologi adalah Muhamadiyah, tapi hal tersebut ternyata kurang diterima oleh sebagian besar masyarakat sekitar karena takut akan menganggu ritualitas yang selama ini sudah berjalan. Namun dari observsi yang penulis lakukan dan ditunjang dengan pernyataan dari Bapak dan Ibu RT, bahwa kebanyakan penduduk terutama pendatang beragama Islam hanya secara formalitas saja ( Islam KTP).
Sebagaimana informasi yang kami dapatkan dari ketua RT 02 dan mbah Parjan selaku sesepuh desa yang pertama kali mendirikan tempat ibadah di gunung Kemukus, sampai saat ini dilokasi sudah tetrdapat 5 tempat ibadah yakni 2 masjid dan 3 surau. Tempat ibadah pertama kali didirikan pada tahun 1982, yang berada di dekat sendang ontrowulan, yakni sebuah surau sederhana yang berada tepat disebelah rumah mbah parjan. Surau yang lain berada di dekat tangga menuju makam pangeran samudra dan surau yang berada paling barat. Sedangkan 2 masjid berada di dekat pintu masuk (masjid yang dibangun dinas Pariwisata) dan masjid yang berada di dekat sendang ontrowulan yang juga merupakan jerih payah dari mbah parjan bersama penduduk asli sekitar.
Kegiatan keagamaan yang ada yaitu TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) bagi anak-anak, pengajian rutin untuk bapak-bapak yang dilaksanakan tiap malam jum’at di masjid dengan membaca yasin dan tahlil bagi orang-orang yang telah mendahului. Pengajian rutin biasanya dipindah harinya ketika bertepatan dengan malam jum’at kliwon atau malam jum’at pon Sedangkan pengajian untuk ibu-ibu dilakuakan tiap senin siang jam 13.00 secara ”door to door” yakni dari rumah ke rumah. Pengajian tersebut berisi barjanji yang diiringi oleh musik rebana, arisan dan pembacaan doa-doa. Selain itu ada pula pengajian memperingati hari besar keagamaan seperti maulid ataupun as-syura yang diikuti oleh bapak, ibu dan anak-anak.   Berkaitan dengan hal tersebut, ibu Darmi, salah satu pengelola pengajian ibu-ibu mengatakan 

Disini ada pengajian untuk ibu-ibu yang dilaksanakan tiap hari senin siang habis dzuhur. Pengajian ini telah berjalan selama ±5 tahun yang dipimpin oleh Bu Joko. Pengajian tersebut bersifat anjangsana yang berisi arisan, baca Yasin, dan barzanji dan diiringi dengan musik rebana oleh ibu-ibu itu sendiri. Kita mengadakan latihan sendiri dan dengan peralatan sendiri. Kalau  alat musik yang ada didepan makam berupa alat musik karawitan (gamelan) itu milik Gertak (PAM SWAKARSA) yang dibina oleh kepolisian, selain sebagai tim keamanan wilayah Kemukus. Karena dikemukus sendiri sebelum dibentuk Gertak tersebut dulunya Kemukus adalah daerah yang rawan dengan pencopetan, kerusuhan dan lain-lain sehingga di bentuklah Gertak untuk mengantisipasi.
Nama pengajiannya adalah pengajian Al-Hidayah, jadi pengajian tersebut lingkupnya 1 RW digunung Kemukus yang terdiri dari 5 RT, kegiatan lain dibulan Ramadhan berjalan seperti pada bulan-bulan yang lain, hanya saja sebagian masyarakat lebih rajin ke masjid untuk melaksanankan shalat Taraweh, warga di RT 02 disini melakukan shalat Taraweh di Masjid yang berada didekat pintu masuk gunung kemukus. Masjid itu baru berdiri sekitar 2 tahun yang lalu atas prakarsa Dinas Pariwisata bersama penduduk warga RT 02, itu pun belum juga selesai karena lantainya belum dikeramik dan masih berupa semen kasar.


Organisasi Sosial Masyarakat Kemukus

Organisasi sosial yang ada di kemukus meliputi organisasi PKK bagi ibu-ibu, yang diprakarsai oleh ibu-ibu di 5 RT yang ada. Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya arisan, pembinaan dan pengarahan dari desa meliputi kesehatan dan pertanian. Begitu pula ketika ada pengobatan gratis ataupun Posyandu dari Puskesmas terdekat berkunjung untuk melakukan pemeriksaan. Selain itu PKK juga melakukan kegiatan ketika memperingati kemerdekaan, yakni dengan menyumbangkan kas terbanyak bagi kegiatan tersebut dan sibuk menyiapkan untuk perlombaan dan sebagainya. 
  Adapula 2 organisasi yang dikelola oleh kepolisian dalam hal ini KAPOLSEK, yakni Paguyuban Ojek yang diikuti oleh para penarik ojek masyarakat Kemukus dan sekitarnya, serta PamSwakarsa (GERTAK) yakni organisasi keamanan yang bertugas mengamankan daerah sekitar Kemukus. Mengingat banyaknya kerusuhan dan pencopetan yang seringkali terjadi, sehingga memang sangat diperlukan adanya organisasi tersebut untuk meminimalisir tindak kejahatan yang rawan terjadi. Dan menjadikan masyarakat sekitar maupun peziarah yang datang menjadi lebih aman Selain itu ada pula organisasi Seni Karawitan yang dipelopori juga oleh GERTAK. Sampai sekarang seni karawitan lebih banyak menerima permintaan manggung di luar Kemukus. Situasi rawan tersebut sempat dirasakan oleh Sadi seperti ungkapannya:

Kalau saya sendiri bisa dibilang masih muda karena saya kelahira 1968, jadi ta tidak begitu tahu tentang sejarah bisa sampai seperti ini. Saya menjadi RT disini sejak saya memiliki rumah disini, berarti sekitar 15 tahun. Kebetulan orang-orang tua yang ada disini pada tidak mau jadi ketua RT karena merasa bukan asli orang sini, dan tidak ada yang berani, jadi ya gimana lagi saya kemudian yang jadi Ketua RT disini. Karena orang-orang yang datang ke sini adalah orang-orang jauh seperti dari Solo dan sebagainya, dulu seringkali membuat kerusuhan dan keributan hampir tiap malam, karena mabok-mabokan. Dan orang yang selama ini menjaga ketentraman daerah gunung disini sebenarnya itu Mbah Harjo Pangat, dia merupakan sesepuh disini dan dahulu mbah-mbahnya juga yang memegang gunung ini, jadi tau sejarah dari awal. Tapi sayangnya beliau sudah diambil Yang Maha Kuasa. Untuk kontrakan ataupun persewaan bagi pendatang yang menetap disini sifatnya pribadi, tidak ditentukan oleh RT. Ada yang ngontrak tahunan, ada pula yang ngontrak slapanan. Untuk tahunan biasanya sekitar Rp.1.500.000 tiap tahun dan untuk selapanan biasanya dibayar tiap selapan (35 hari), berkisar antara Rp.150.000 sampai Rp.200.000. 

Kemukus , kini telah menjadi tujuan migrasi bagi masyarakat yang mau mencari rizki, sehingga problem masyarakat kian hari kian meningkat. Para pendatang pada umumnya menyewa tanah pada penduduk setempat dan mendirikan warung-warung kecil sambil membuka persewaan kamar-kamar beserta PSKnya. Seperti diungkapkan oleh Ifah, seorang penduduk setempat sebagai berikut:  
Hampir setiap rumah dikemukus mempunyai warung, selain itu ada juga yang mempunyai rumah lebih dari satu untuk disewakan pada yang lain yang tarifnya tiap tahun sekitar 2 juta untuk tempat yang berada di atas (dekat cungkup) seperti rumah yang saya sewakan itu, dan perbulannya sekitar 250 ribu,. Tapi untuk rumah yang masih berupa papan rata-rata dikontrakkan 100 ribu perbulan Diwaktu-waktu berikutnya banyak orang-orang yang mengontrak tersebut, pada akhirnya membeli kamar-kamar atau rumah-rumah yang satu waktu dijual oleh pemiliknya. Itupun ketika mereka sudah merasa krasan (nyaman, betah) tinggal dikemukus. Dan ternyata memang kebanyakan dari mereka hampir semua memutuskan berdomisili atau menetap di Kemukus. Entah dilihat dari apa saya juga gak tau, kok kebanyakan dari mereka merasa krasan untuk tinggal dikemukus. Indah juga tidak, enak juga tidak, tapi yang jelas orang yang sudah merasakan  tinggal dikemukus banyak yang ingin menetap.



MITOLOGI GUNUNG KEMUKUS


Mitologi Makam 

Mengenai asal-usul makam Pangeran Samudro, terdapat beragam versi cerita, seperti versi pemerintah, juru kunci, penduduk asli dan para peziarah. Berdasarkan informasi dari juru kunci VIII,  Gunung Kemukus dahulunya merupakan hutan belantara, tidak ada seorangpun manusia yang berani mendekati wilayah hutan tersebut. Pada masa kerajaan Majapahit, raja Demak yang bernama Browijoyo memiliki seorang putra yang bernama Pangeran Samudro. Pada suatu ketika Pangeran Samudro diusir oleh ayahnya karena di curigai saling mencintai dengan ibu tirinya yang bernama Dewi Ontrowulan. Di tengah perjalanan, tepatnya di gunung Kemukus pangeran Samudro menderita sakit parah. Kemudian para abdinya memberitahukan kepada sang ayah, namun sang ayah tidak bersedia menjenguknya, akan tetapi memerintahkan  Ontrowulan untuk menyusul pangeran Samudro. Sesampai Ontrowulan di gunung Kemukus, pangeran Samudro  ternyata telah wafat.
Setelah melihat jasad pangeran Samudro, Ontrowulanpun ikut sakit dan akhirnya juga meninggal. Akhirnya mereka dimakamkan di satu nisan namun dalam dua lahat, karena dia berwasiat pada abdinya ketika ia mati nanti ia ingin dimakamkan bersama pangeran Samudro. Setelah Pangeran Samudro dan Dewi ontrowulan dimakamkan di satu kuburan yang sama, pada suatu ketika arwah Pangeran Samudro mendatangi  tokoh ulama setempat mbah haji Muhtahad dan mbah haji Mujadid dan berwasiat “siapa saja dari anak cucu ku yang datang menghadapku dengan hati bersih dan niat suci serta kemauan keras seperti halnya inginnya kepada seorang kekasih maka akan aku akan mengabulkan segala permintaannya”
Berangkat dari kajadian tersebutlah, akhirnya sampai pemaknaan masyarakat bahwa wasiat Pangeran Samudro berarti bahwa siapa saja yang mendatangi makamnya berharap berkah, akan terkabul asalkan datang bersama seorang kekasih. Masyarakat percaya bahwa setelah melakukan ziarah ke makam pangeran Samudro mereka berhasil dalam segala usaha mereka dan segala keinginan mereka akan terkabul.
Akan tetapi dalam versi yang lain. Pangeran Samudro melakukan perjalanan jauh guna menuntut ilmu. Ia disuruh oleh ayahnya untuk menuntut ilmu agama Islam ke daerah yang lebih tinggi dari Demak. Namun sesampai di gunung Kemukus ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Para abdinya memberitahukan kepada ayahnya di Demak tentang berita kematian pangeran Samudro. Pada saat itu ibu tirinya yang menyusul yaitu Ontrowulan. Ontowulan sangat menyayangi Pengeran Samudro  sebab pangeran Samudro adalah putra raja yang paling shaleh, paling pintar dan paling gagah. Ontrowulan sangat menyayanginya selayaknya sayang seorang ibu kandung pada anaknya dan berharap pangeran Samudro lah yang akan menggantikan tahta ayahnya. Dalam versi ini, dipercayai bahwa suatu ketika nyai ontrowulan berwasiat “siapa saja yang menyayangi anakkku, maka akan aku kabulkan permintaannya.”
Bagi sebagian peziarah, mereka akan mencari bunga kuntil, yang konon jarang didapatkan, ntuk di simpan dalam dompet atau lemari uang agar murah rezeki. Bagi peziarah yang mepercayai air sendang, sebelum nyekar mereka juga mengambil air dari sendang dan membawa ke juru kunci untuk di doakan. 


Mitologi  Sendang

Sendang merupakan sumur tempat pemandian. Menurut sejarahnya Dewi Ontrowulan mandi di sendang ini sebelum menemui jasad pangeran Samudro. Diyakini ketika nyai Onrowulan selesai mandi, tundung bunga dari rambutnya jatuh dan akhirnya tumbuh menjadi pohon nagasari. Saat ini masyarakat percaya bahwa siapa saja yang mandi dan mengambil air dari sendang tersebut akan mendapat berkah dari dewi Ontrowulan, sebab arwah ontrowulan masih bersemayam di sendang ini. Air tersebut dapat mengabulkan segala permohonan orang yang berziarah. Jika air tersebut di percikkan pada barang dagangan maka barang dagangan mereka akan laku, begitu juga pada tanaman akan menghasilkan panen yang banyak.

Prosesi Ritual


Proses ritual ziarah kemukus terbagi dalam beberapa waktu. Malam Jumat Pon dan malam Jumat Kliwon, sementara ritual puncaknya adalah pada malam Suro yaitu tanggal 1 Muharram. Malam jumat Pon dipercaya adalah malam saat pangeran Samudro meninggal. Pada malam ini peziarah datang dari berbagai tempat. Umumnya mereka datang pada sore hari dan  kembali pulang jam 3 dini hari. Sampai jam 12 mereka hanya keliling-keliling mencari pasangan seks atau malah ada juga yang zikir dan berdoa. Mereka percaya bahwa berdoa pada jam 12 lebih afdal dan mudah terkabul. 
Namun pada malam Suro, ritual tidak sekedar melakukan sowan kepada pangeran Samudro, akan tetapi diadakan pencucian kelambu makam dan barang-barang pusaka ke sungai. Pada malam ini semua pejabat daerah ikut serta dengan memakai pakaiaan kejawen. Pada malam Suro ini, juga diadakan wayang kulit secara besar-besaran. 
Ziarah ke makam pangeran Samudro ini dimulai dengan membeli bunga yang di jual oleh para pedagang kembang. Sebelum berdoa dan memohon para peziarah melakukan tabur bunga yang dinamai dengan nyekar di atas makam. Akan tetapiterlebih dahulu  bunga tersebut di berikan kepada juru kunci untuk didoakan dan disertakan dengan asap kemenyan. Waktu mendoakan bunga tersebut para peziarah harus memberikan amplop kepada juru kunci semampu peziarah. Setelah itu baru peziarah mebarkan bunga ke makam dan berdoa menurut keyakinan mereka masing-masing. 

Tata Ruang Makam Pangeran Samudro

Menurut informasi juru kunci makam, tata ruang pangeran samudra semata-mata adalah hasil arsitek dari pemerintah pariwisata. Pada awalnya jenazah pangeran samudra disemayamkan di rumah kecil di bagian bawah makam sekarang. Lalu ontrowulan membawa jenazah ke puncak gunung karena diyakini bahwa tempat yang paling tinggi adalah tempat yang mulia.  Di samping kanan dan kiri makam pangeran samudra, terdapat dua makam wali setempat. Sementara di bagian luar terdapat makam beberapa para wali yang lain. 
Rumah makam pangeran Samudro terbagi ke dalam dua bagian, bagian dalam dan bagian teras. Menurut juru kunci makam, letak makam pangeran ini tidak mengandung nilai filosofisnya. Kecuali letaknya yang diatas cungkup. Cugkup atau bagian atas merupakan tempat yang mulia menurut kebudayaan Jawa. 
Proses ritual ziarah kemukus terbagi dalam beberapa waktu. Malam Jumat Pon dan malam Jumat Kliwon, sementara ritual puncaknya adalah pada malam Suro yaitu tanggal 1 Muharram. Malam jumat Pon dipercaya adalah malam saat pangeran Samudro meninggal. Pada malam ini peziarah datang dari berbagai tempat. Umumnya mereka datang pada sore hari dan  kembali pulang jam 3 dini hari. Sampai jam 12 mereka hanya keliling-keliling mencari pasangan seks atau malah ada juga yang zikir dan berdoa. Mereka percaya bahwa berdoa pada jam 12 lebih afdal dan mudah terkabul. 
Namun pada malam Suro, ritual tidak sekedar melakukan sowan kepada pangeran Samudro, akan tetapi diadakan pencucian kelambu makam dan barang-barang pusaka ke sungai. Pada malam ini semua pejabat daerah ikut serta dengan memakai pakaiaan kejawen. Pada malam Suro ini, juga diadakan wayang kulit secara besar-besaran. 
Ziarah ke makam pangeran Samudro ini dimulai dengan membeli bunga yang di jual oleh para pedagang kembang. Sebelum berdoa dan memohon para peziarah melakukan tabur bunga yang dinamai dengan nyekar di atas makam. Akan tetapiterlebih dahulu  bunga tersebut di berikan kepada juru kunci untuk didoakan dan disertakan dengan asap kemenyan. Waktu mendoakan bunga tersebut para peziarah harus memberikan amplop kepada juru kunci semampu peziarah. Setelah itu baru peziarah mebarkan bunga ke makam dan berdoa menurut keyakinan mereka masing-masing. 
Menurut informasi juru kunci makam, tata ruang pangeran samudra semata-mata adalah hasil arsitek dari pemerintah pariwisata. Pada awalnya jenazah pangeran samudra disemayamkan di rumah kecil di bagian bawah makam sekarang. Lalu ontrowulan membawa jenazah ke puncak gunung karena diyakini bahwa tempat yang paling tinggi adalah tempat yang mulia.  Di samping kanan dan kiri makam pangeran samudra, terdapat dua makam wali setempat. Sementara di bagian luar terdapat makam beberapa para wali yang lain. 
Rumah makam pangeran Samudro terbagi ke dalam dua bagian, bagian dalam dan bagian teras. Menurut juru kunci makam, letak makam pangeran ini tidak mengandung nilai filosofisnya. Kecuali letaknya yang diatas cungkup. Cugkup atau bagian atas merupakan tempat yang mulia menurut kebudayaan Jawa. 
Mitos Kemukus di atas, memiliki potensi lahirnya asketisme Jawa tentang pesugihan (mencari kekayaan=sugih). Dalam kenyataanya, telah membentuk penguatan spirit capital . Relasi antara asketisme Jawa dengan penguatan spirit Kapital, dinyatakan secara teoritik oleh Weber, seperti penjelasannya :

On the side of the production of private wealth, asceticism condemned both dishonesty and impulsive avarice. What was condemned as covetousness, Mammonism, etc., was the pursuit of riches for their own sake. For wealth in itself was a temptation. But here asceticism was the power "which ever seeks the good but ever creates evil" what was evil in its sense was possession and its temptations. For, in conformity with the Old Testament and in analogy to the ethical valuation of good works, asceticism looked upon the pursuit of wealth as an end in itself as highly reprehensible; but the attainment of it as a fruit of labour in a calling was a sign of God's blessing. And even more important: the religious valuation of restless, continuous, systematic work in a worldly calling, a the highest means to asceticism, and at the same time the surest and most evident proof of rebirth and genuine faith, must have been the most powerful con-ceivable lever for the expansion of that attitude toward life which we have here called the spirit of capitalism.   

Jadi, tidak mengherankan jika ritual Kemukus menjadi pesona tersendiri bagi kaum Bakul, sebagai representasi dari komunitas kapitalis kecil Jawa, hingga mereka akan dan selalu hadir di tengah-tengah ritus Kemukus. Secara eksplisit, spirit capital yang dimaksud oleh Weber, adalah sebagai berikut :

In fact, the summumbonum of  his ethic, the earning of more and more money, combined with the strict avoidance of all spontaneous enjoyment of life, is above all completely devoid of any eudaemonistic, not to say hedonistic, admixture. It is thought of so purely as an end in itself, that from the point of view of the happiness of, or utility to, the single individual, it appears entirely transcendental and absolutely irrational. Man is dominated by the making of money, by acquisition as the ultimate purpose of his life. Economic acquisition is no longer subordinated to man as the means for the satisfaction of his material needs. This reversal of what we should call the natural relationship, so irrational from a naive point of view, is evidently as definitely a leading principle of capitalism as it is foreign to all peoples not under capitalistic influence. At the same time it expresses a type of feeling which is closely connected with certain religious ideas. If we thus ask, whyshould "money be made out of men", Benjamin Franklin himself, although he was a colorless deist, answers in his autobiography with a quotation from the Bible, which his strict Calvinistic father drummed into him again and again in his youth: "Seest thou a man diligent in his business? He shall stand before kings" (Prov. xxii. 29). The earning of money within the modern economic order is, so long as it is done legally, the result and the expression of virtue and proficiency in a calling; and this virtue and proficiency are, as it is now not difficult to see, the real Alpha and Omega of Franklin's ethic, as expressed in the passages we have quoted, as well as in all his works without exception.   

Secara tegas Weber menyatakan bahwa spirit capital ditunjukkan oleh suatu kesungguhan niat dan perbuatan yang semata-mata didedikasikan bagi pendapatan ekonomi (pursuit economical gain). Apa yang dijelaskan Weber menjadi fenomena umum dari perilaku orang-orang yang berada di areal ritus Kemukus. Seperti beberapa profil yang berhasil ditemui, sebagai berikut :
Bapak Aman (35), berasal  dari Bandung. Ia adalah salah satu peziarah yang setuju bahwa ritual tersebut harus melakukan hubungan seks. Sebab kalau memang seks itu hanya syarat yang di buat-buat demi kepentingan spirit kapitalis mengapa sudah ada sejak bertahun-tahun lamanya dan tidak bisa dihilangkan, beliau sendiri adalah seporang pensiuann yang sudah melakukan riual ini sejak tahun 2000.
Bapak Tirto (50) dari Solo. Dia mengaku baru melakukan ritual di kemukus ini dua kali dan dia percaya  bahwa berhubungan seks dahulu baru melakukan ritual dipercaya dapat lebih cepat terkabul katanya..
Mbak Lasmi (25) seorang bakul jamu. Dia mengaku sebagai perantara atau makelar PSK sekaligus penjual jamu di sekitar gunung kemukus dan dia juga melakukan ritual untuk dagangan nya agar cepat laku.
 Kang Dedi (30) Seorang bapak yang berasal dari Bandung. Akan tetapi negeri asalanya asalnya Manado. Awalnya Bapak D adalah pendeta Protestan, lalu ia masuk Islam. Menikah dan menetap di Bandung. Ia memiliki toko obat di Bandung dan sekaligus pedagang kayu jati. Pak peter mengaku datang berziarah semenjak tahun 1988 ke gunung Kemukus.  Sejak tahun 88 itu ia meyakini bahwa pangeran Samudra adalah orang shaleh yang pantas di doakan. Dengan melakukan ziarah ia berharap mendapat berkah dan dimudahkan segala usahanya. Namun walaupun begitu ia tetap percaya bahwa tuhan yang maha esa allah swt yang berhak di sembah dan tempat meminta.  Bapak D percaya bahwa usahanya lancar dan sukses. 
Mengenai persyaratan seks sebelum melakukan ziarah kemakam samudra, ia tidak mempercayai sama sekali. Ia mengaku semenjak tahun 88, tidak pernah membawa perempuan ataupun melakukan seks dengan para PSK yang ada di kemukus. Karena hal tersebut bertentangan dengan agama Islam. Begitu juga dengan air sendang, ia tidak percaya dengan berkah air sendang karena air sendang  Cuma air pam yang dialirkan. 
Berziarah ke gunung Kemukus semata-mata mendoakan pangeran Samudra. Tidak lain.
Ibu Indah (45) berasal dari Demak, guru SD. Sejak tiga tahun yang lalu suaminya seorang polisi telah meninggal. Ia baru datang ke Kemukus dua kali. Ia percaya bahwa ziarah ke makam samudro membawa berkah dapat menaikkan pangkat dan menjadikan ia PNS. Ibu E.tidak percaya dengan ritual seks sebelum ziarah, ia datang berombongan dari demak, untuk melakukan ziarah dengan membaca yasin dan ayat ayat lain sebagainya di makam pangeran Samudra.
Mas Farid (30) berasal dari Kudus adalah pedangang ayam. Awalnya ia adalah anak buah dari seorang Cina. Lalu ia berinisiatif untuk membuka usaha sendiri dalam berdagang ayam. Pada suatu ketika teman seperjuangan bercerita bahwa usahanya sukses dan telah mampu membeli motor mobil dan naik haji dua kali,. Ia percaya kesuksesan tersebut tercapai setelah berziarah ke makam pangeran Samudra. 
Dia  ceritakan bahwa salah satu syarat untuk terkabul doa adalah memiliki pasangan Selingkuh yang sama sama punya keinginan. Jika nanti salah satu pihak berhasil maka harus membantu yang lain. Bapak F tidak mau melakukan seks dengan para PSK, karena ia takut akan mempengaruhi keberhasilan usahanya. Karena ia percaya bahwa pasangan yang akan di ajak untuk berhubungan seks adalah perempuan yang memiliki keinginan yang sama dengan ia yaitu punya tujuan untuk sukses dalam segala usahanya.
Mas Karto (45) dari Semarang. Adalah pedagang  benang. Ia mengaku baru pertama kali datang ke gunung Kemukus. Ia juga salah satu peziarah yang percaya bahwa salah satu syarat terkabulnya doa adalah melakukan  hubungan seks atau selingkuhan. 
Pa Madang (40) berasal dari Bandung. Mengaku telah berkali –kali datang ke gunung kemukus. Hampir setiap bulan ia datang ke gunung Kemukus untuk melakukan ziarah. Namun yang datang dengan pasangan Selingkuh telah enam kali. Yaitu perempuan yang datang dari Bandung sama-sama pedagang sayur. Ia adalah peziarah yang mempercayai bahwa syarat terkabulnya doa adalah datang dengan selingkuhan yang memiliki tujuan yang sama yaitu ingin sukses dalam segala usaha.
Bapak Ayen (50) adalah seorang pedagang baju dari Bandung. Ia mengaku telah bertahun-tahun datang ke gunung Kemukus, dana hampir tiap bulan ia datang,. Akan tetapi ia tidak percaya dengan persyaratan harus melakukan hubungan seks sebelum ziarah,. Bapak I selalu datang sendirian ke gunung Kemukus tanpa di temani olah seorang perempuan. Ia meyakini pangeran Samudra bagaikan sampan. Ia memaknai hidup bagaikan lautan luas. Tidak semua orang bisa melampaui lautan itu, karena itu bagi orang-orang yang tidak mampu melampaui lautan tersebut mereka butuh sampan sebagai perantara. 
Kang Jono (30) Berasal dari Cirebon berziarah ke Kemukus sudah 12 kali. Informasi Kemukus diperoleh dari media komunikasi televisi. Ia memiliki Profesi yang sebagai adalah seorang pengusaha cengkeh dan juga membuka show room motor yang sukses. Datang ke Kemukus tanpa sepengetahuan istrinya. Bapak J pergi ke Jogja minta izin sama istrinya dengan alasan dinas ke luar kota, apalagi bapak J sudah naik haji 2 kali. Tujuan datang ke Kemukus hanya untuk ziarah saja ke makam Samudra.
Bapak Dodo (40) Berasal dari Cirebon. Berziarah ke Kemukus petama kali. Informasi di dapat dari temannya. Profesinya adalah pengusaha mobil yang sukses. Namun ia mengalami kerugian sebanyak 80 juta. Setelah itu ia pergi ke Malaysia dan setelah merasa cukup sukses lagi dia kembali ke Cirebon untuk meneruskan usahanya sempat mati.
Bapak Jaro (50)Berasal dari Pati berziarah ke Kemukus pertama kali di dapat dari temannya. Ia adalah seorang pejabat instansi pemerintahan yang mengalami kebangkrutan. Saat mencalonkan diri jadi lurah. Uang 400 juta hilang. Untuk menjadikan dirinya seorang lurah, ia mencoba datang ke kemukus untuk merubah nasib namun ia percaya tanpa usaha yang keras untuk merubah maka keinginannya tidak akan pernah berubah, dan tujuannya sekalian untuk berselingkuh.
 Ibu Marni (36) berasal dari Jepara. mengaku  telah dua kali datang ke Kemukus. Ia Cuma ziarah biasa, punya usaha warung sembako, tidak melakukan riual seks. Berangkat bersama rombongan. Belum begitu merasakan hasil dari ziarahnya ke Kemukus.
Bapak karman (50) berasal dari Cirebon, ia sudah beberapa kali ke kemukus, dari tahun 1998 dan suudah sering  melakukan syukuran di  Kemukus karena merasa ada hasil dari ziarahnya  kemukus. Selain ke kemukus ia juga sering pergi ke Parang Tritis. Motiv awalnya ia punya hutan 400 juta di bank. Dia  berharap dilancarkan dalam pembayaran, setelah 2 kali ke kemukus, ia merasakan ada hasil karena itu ia melakukan selamatan. Setelah dari kemukus dia mendapat semangat baru untuk lebih giat bekerja. Pernah bertemu relasi bisnis dan melakukan transaksi di Kemukus. Selain itu menurut beliau  jika telah datang berkali-kali ke kemukus maka harus dilanjutkan ada semacam mitos untuk mengharuskan berziarah ke Kemukus lagi, tentunya ini membutuhkan biasya. Inilah juga menjadi motif spirit kapital mereka untuk ritual seks tidak menjadi syarat mutlak baginya.
Mba Narti (30) berasal dari Purwodadi ia seorang pengusaha warung makan. Ibu P merupakan peziarah yang sudah beberapa ke kemukus dia percaya mitos Pangeran Samudra karena memang merasakan ada setelah ke makam pangeran Samudra usahanya berhasil sudah 4 tahun ini rutin ziarah ke makam. Dulu pernah 1 kali ke sini terus usaha berhasil tapi setelah 10 tahun  tidak ke sini hartanya  habis.
Bapak Jajang (60) Berasal dari Tanggerang. Baru pertama kali datang ke Kemukus bersama temannya yang sudah sering datang ke Kemukus dari temannya tersebut yang di kenal dari Jakarta. Datang ke kemukus berharap sukses dalam usahanya. Ia telah berkeluarga dan memiliki istri dan anak. Akan tetapi istrinya kurus dan ingin mencari psk. Ia percaya terhadap mitos gunung Kemukus dan menganggap ritual tersebut sebagai sesuatu yang patut di coba untuk kelancaran usaha, yang kebetulan usahanya saat itu sedang lesu. Istrinya tidak mengetahui kedatangannya ke Kemukus. Ia meyakini ritual seks adalah salah satu syarat yang keyakinannya tersebut tidak didasarkan pada mitos, maupun sejarah namun ketika dia mengetahui ritual di Kemukus dari temannya dan temannya mengatakan ritual maka ia pun juga mempercayai sebagai saru syarat ritual.
Bapak Nasrun seorang pengusaha mebel di Jepara dan berziarah ke kumukus pertama kalinya bulan desember 2007, informasi kemukus merupakan tempat berziarah yang ia peroleh dari seorang teman. Seperti bisanya motv dari bapak Nasrun untuk Ngalap berkah di makam pangeran samudro adalah untuk kelancaran bisnisnya dan mengharapkan agar cepat sukses.
Cerita indah berprofesi yang di tekuninya sehari-hari adalah seorang pengusaha mebel yang sukses, namun belum sempat menikmati sepenuhnya kesuksesanya dia mengalami musibah yaitu, uang sebanya Rp 70.000.000 raib di bawa temenya sendiri sampai sekarang (2007) tidak ada kejelasan di mana orang dan uangnya itu berada. Padahal upaya hukum dengan melaporkan kepada polisi telah di tempuhnya namun uangnya tetap belum kembali. Masa suram pasca musibah ia mecoba untuk mengadukan nasibnya kenegeri jirang (Malaysia) dan setelah merasa cukup modal dia kembali ke Jepara untuk meneruskan usahanya yang sempat gulung tikar.  
Bapak Tumiran, seorang lurah dari suatu daerah di Purwekerto sekaligus petani cengkeh yang sukses di kampungnya. Sudah empat kali datang ke Kemukus untuk mencari berkah kesuksesan. Ia merupakan teman kencan dari Narti (41 tahun) seorang pedagang nasi bungkus di salah satu SMP Negeri, Purwodadi. Dalam sekali kencan, memang Tumiran ini cukup baik, selain ramah dalam hubungan seks, juga ia tak segan-segan memberi imbalan lebih kepada pasangannya. Menurut Narti sekali kencan biasanya ia memberi uang Rp. 300.000 hingga Rp. 500.000. 
Demikian juga dengan Atmo (72) seorang kakek yang sudah bercucu, berasal dari Demak, ia memiliki sawah yang cukup luas. Menurut pengakuannya, ia sudah  7 tahun berziarah ke Kemukus, dan sudah 4 kali mengadakan selamatan potong ayam di Kemukus, sebagai ungkapan syukur atas usaha tani yang dijalankannya. Ia menyadari jika pertemuannya di Kemukus tidak sekedar bertemu dengan sesama pebisnis lainnya, tetapi juga ia dapat mencari pasangan yang ia senangi untuk dikencani. Menurut pengakuannya lagi, dalam semalam ia baru merasa puas jika telah berkencan dengan 3 wanita. Untuk kebutuhan tersebut, ia selalu menyiapkan dana yang cukup, biasanya ia akan membawa uang sekitar 1 juta rupiah demi memuaskan hasratnya. 
Bapak Jamak, berasal dari Cirebon berziarah ke Kemukus sudah 12 kali. Informasi Kemukus diperoleh dari media komunikasi televisi. Ia memiliki Profesi yang sebagai adalah seorang pengusaha cengkeh dan juga membuka show room motor yang sukses. Datang ke Kemukus tanpa sepengetahuan istrinya. Bapak J pergi ke Jogja minta izin sama istrinya dengan alasan dinas ke luar kota, apalagi bapak J sudah naik haji 2 kali. Tujuan datang ke Kemukus hanya untuk ziarah saja ke makam Samudra.
Bapak Kadi, berasal dari Cirebon. Berziarah ke Kemukus petama kali. Informasi di dapat dari temannya. Profesinya adalah pengusaha mobil yang sukses. Namun ia mengalami kerugian sebanyak 80 juta. Setelah itu ia pergi ke Malaysia dan setelah merasa cukup sukses lagi dia kembali ke Cirebon untuk meneruskan usahanya sempat mati.
Bapak AliminBerasal dari Pati berziarah ke Kemukus pertama kali di dapat dari temannya. Ia adalah seorang pejabat instansi pemerintahan yang mengalami kebangkrutan. Saat mencalonkan diri jadi lurah. Uang 400 juta hilang. Untuk menjadikan dirinya seorang lurah, ia mencoba datang ke kemukus untuk merubah nasib namun ia percaya tanpa usaha yang keras untuk merubah maka keinginannya tidak akan pernah berubah, dan tujuannya sekalian untuk berselingkuh.
Ibu  Marni.  berasal dari Jepara. mengaku  telah dua kali datang ke Kemukus. Ia Cuma ziarah biasa, punya usaha warung sembako, tidak melakukan riual seks. Berangkat bersama rombongan. Belum begitu merasakan hasil dari ziarahnya ke Kemukus.
Bapak Nurhadi, berasal dari Blora. Ia baru pertama kali datang ke kemukus. Ia mengetahui informasi tentang Kemukus dari. Motivnya adalah ekonomi agar sukses melakukan dagang sapi.
Bapak Oman. berasal dari Cirebon, ia sudah beberapa kali ke kemukus, dari tahun 1998 dan suudah sering  melakukan syukuran di  Kemukus karena merasa ada hasil dari ziarahnya  kemukus. Selain ke kemukus ia juga sering pergi ke Parang Tritis. Motiv awalnya ia punya hutan 400 juta di bank. Dia  berharap dilancarkan dalam pembayaran, setelah 2 kali ke kemukus, ia merasakan ada hasil karena itu ia melakukan selamatan. Setelah dari kemukus dia mendapat semangat baru untuk lebih giat bekerja. Pernah bertemu relasi bisnis dan melakukan transaksi di Kemukus. Selain itu menurut beliau  jika telah datang berkali-kali ke kemukus maka harus dilanjutkan ada semacam mitos untuk mengharuskan berziarah ke Kemukus lagi, tentunya ini membutuhkan biasya. Inilah juga menjadi motif spirit kapital mereka untuk ritual seks tidak menjadi syarat mutlak baginya.
Bapak Asep, berasal  dari Bandung. Ia adalah salah satu peziarah yang setuju bahwa ritual tersebut harus melakukan hubungan seks. Sebab kalau memang seks itu hanya syarat yang di buat-buat demi kepentingan spirit kapitalis mengapa sudah ada sejak bertahun-tahun lamanya dan tidak bisa dihilangkan, beliau sendiri adalah seporang pensiuan yang sudah melakukan riual ini sejak tahun 2000.
Bambang (35), datang ke Kemukus atas desakan ekonomi dan berharap adanya perubahan atas usaha yang di gelutinya sebagai pengusaha ayam potong. Menurut Bapak asal Boyolali ini, setelah mengikuti ziarah dua kali di Kemukus, ada perubahan signifikan pada pendapatannya pasca ziarah. Ketika di konfirmasi seputar ritual yang di kaitkan dengan seks, beliau masih kurang paham apakah seks tersebut merupakan syarat atau keharusan, tetapi ia mengaku menikmati ritual tersebut.
Waluyo, pria asal Bandung ini mengaku mendapat informasi Kemukus dari salah seorang tetangganya dan itu pun atas desakan istrinya. Baru berziarah empat kali di Gunung Kemukus ternyata sudah tampak perubahan dalam perekonomian bapak yang berprofesi sebagai pengusaha jual/beli sepeda motor. Ketika di singgung  mengenai seks yang di kaitkan dengan ritual ziarah, beliau menjawab tidak ada masalah dan bahkan ritual yang satu ini ia lakukan atas saran dari juru kunci. Biasanya ia membayar jasa PSK berkisar antara Rp50-Rp100 ribu tergantung tipe wanita yang ia kehendaki.
Peter, lelaki paruh baya ini berasal dari Bandung Jawa Barat, moivasi ziarah ke gunung kemukus adalah karena berziarah merupakan sebuah sunah rasul, serta mencari berkah dari pangeran samudro. Pekerjaan bapa ini adalah mempunyai toko obat serta bisnis kayu jati. Beliau  berziarah di gunung kemukus sejak tahun 1988 hingga sekarang, dan mengetahui kemukus dari rekan bisnisnya. Akan eapi beliau menuturkan tujuan ziarah kegunung kemukus semata-mata bkarena Allah ta’ala bukan unuk mencari [esugihan. Karena beliau seorang muallaf oleh karena itu beliau hanya ingin mencari pahala uurnya, sebab bukan hanya disini aja yang beliau kunjungi, akan teapi makam walisongo lainnya. Dalam mhal seelah ziarah melakukan hubungan sek itu tidak pernah beliau lakukan dari awal ziarah hingga kini, karena menurutnya  itu merupakan sebuah penyelewengan persepsi orang tentang kemukus. Perbubahan yang didapat pasca berziarah anpa melakukan ritual seks adalah usahanya semakin banyk dikunjugi orang serta bisnisnya semakin menguntungkan.
Bapak Diandos, seorang bapak yang berasal dari Bandung. Akan tetapi negeri asalanya asalnya Manado. Awalnya Bapak D adalah pendeta Protestan, lalu ia masuk Islam. Menikah dan menetap di Bandung. Ia memiliki toko obat di Bandung dan sekaligus pedagang kayu jati. Pak peter mengaku datang berziarah semenjak tahun 1988 ke gunung Kemukus.  Sejak tahun 88 itu ia meyakini bahwa pangeran Samudra adalah orang shaleh yang pantas di doakan. Dengan melakukan ziarah ia berharap mendapat berkah dan dimudahkan segala usahanya. Namun walaupun begitu ia tetap percaya bahwa tuhan yang maha esa allah swt yang berhak di sembah dan tempat meminta.  Bapak D percaya bahwa usahanya lancar dan sukses. 
Mengenai persyaratan seks sebelum melakukan ziarah kemakam samudra, ia tidak mempercayai sama sekali. Ia mengaku semenjak tahun 88, tidak pernah membawa perempuan ataupun melakukan seks dengan para PSK yang ada di kemukus. Karena hal tersebut bertentangan dengan agama Islam. Begitu juga dengan air sendang, ia tidak percaya dengan berkah air sendang karena air sendang  Cuma air pam yang dialirkan. Berziarah ke gunung Kemukus semata-mata mendoakan pangeran Samudra. Tidak lain.
Waluyo ini berasal dari pekalongan jawa tenngah, pekerjaan sebagai pedagang alat elektronik di pasar. Alasan berziarah ke maka pangeran samudro adalah karena dagangannya bangkrut hingga tidak mempunyai modal lagi, setelah diberitahu oleh teman di pasar hingga bapak ini mencoba, dan mengalami perubahan setelah tujuh kali berziarah dan akhirnya usahanya sekarang sudah mulai maju dan mampu membuat rumah sendiri dan mampu membeli motor tanpa kredit, persepsi tentang melakukan hubungan seks pasca berziarah baginya itu merupakan hal yang tidak wajib dilakukan karena bukan sesuatu yang wajar, yang pada akhirnya bapa ini tidak pernah melakukan hubungan seks selama tujuh kali berziarah, walaupun tidak melakukan ritual tersebut usahanya tetap berhasil.
Walijo, laki laki lajang ini berasal dari pekalongan jawa tengah, pekerjaan sebagai pedagang ikan pindang. Alasan berziarah kemakam pangeran samudro karena ia kehabisan modal  dan selalu rugi dalam berdagang. Setelah bertemu dengan salah satu pedagang bumbu pawon di pasar maka ia menyarankan untuk datang dan berziarah ke makam pangeran samudro.setelah tujuh kali berziarah maka laki-laki ini merasakan adanya perubahan dalam penghasilan berdagang pindang yang dulunya perhari hanya mengantongi uang 25-30rb perhari, akan tetapi seelah berziarah kemakam pangeran samudro perhari mampu menganongi uang berkisar 150rb. Persepsi laki-laki ini mengenai hubungan seks yang dilakukan pasca berzirah ,. Menurutnya itu merupakan anggapan masyarakat yang salah selama ini, karena ini adalah tempat suci yakni makam pangera samudro, selama tujuh kali ia berziarah tidak pernah melakukan hubungan seks dengan pasangan seperti yang dilakukan orang pada umunya jika berziarah ketempat ini. Dengan tidak melakuykan hubungan seks ia dapat merasakan perubahan yang dulunya ia kepasar hanya menggunakan sepeda ontel, akan tetapi saat ini ia sudah mampu membeli motor dan ke pasar menggunakan motor dan sudah mampu membuat rumah sendri tanpa bantuan orang tua menurut penuturannya.
Yunardi, berasal dari bogor, mempunyai usaha warung makan. Ia merasa persaingan semakin ketat, maka ia berusaha mencari kiat agar dapat menjalankan usahanya di tengah persaingan. Seperti ungkapnya : 
Saya datang kesini, yak arena di daerah jawa barat, khususnya di bogor persaingan usaha, terutama usaha makanan sangat keras. Dan diasana itu rata-rata persaingannya itu pakai cara-cara yang halus sepwerti santet atau pakai bantuan mahluk halus, jadi kalau gak ikut-ikutan bias-basa tiba-tiba usahanya mampet. Karena itu saya baca-baca majalah misteri, waktu itu saya dapatkan informasi tentang kemukus, makanya waktu selapan hari yang lalu saya kesini dan sekarang sudah yang kedua, ya saya Cuma iktiar, kesini kan Cuma untuk menjalankan syariat, ya kalau berhasil atau tidaknya kan hakekatnya datangnya dari tuhan. Ya kalau sekarang si masih belum kelihat hasilnya katanya harus sampai tuju kali biar ada hasilnya. Kalau masalah ritual di sini yang harus mengunakan yang kayak gituan ya saya ngikuti aja mas kan katanya biar lebih cepet berhaasil, katanya kalau gak pakai syarat yang gituan biasanya lebih lama berhasilnya.

Ibu Eti berasal dari Demak. Adalah seorang guru SD. Sejak tiga tahun yang lalu suaminya seorang polisi telah meninggal. Ia baru datang ke Kemukus dua kali. Ia percaya bahwa ziarah ke makam samudro membawa berkah dapat menaikkan pangkat dan menjadikan ia PNS. Ibu Eti tidak percaya dengan ritual seks sebelum ziarah, ia datang berombongan dari demak, untuk melakukan ziarah dengan membaca yasin dan ayat ayat lain sebagainya di makam pangeran Samudra.
Wagimin berasal dari Kudus adalah pedangang ayam. Awalnya ia adalah anak buah dari seorang Cina. Lalu ia berinisiatif untuk membuka usaha sendiri dalam berdagang ayam. Pada suatu ketika teman seperjuangan bercerita bahwa usahanya sukses dan telah mampu membeli motor mobil dan naik haji dua kali,. Ia percaya kesuksesan tersebut tercapai setelah berziarah ke makam pangeran Samudra. 
Dia  ceritakan bahwa salah satu syarat untuk terkabul doa adalah memiliki pasangan Selingkuh yang sama sama punya keinginan. Jika nanti salah satu pihak berhasil maka harus membantu yang lain. Bapak F tidak mau melakukan seks dengan para PSK, karena ia takut akan mempengaruhi keberhasilan usahanya. Karena ia percaya bahwa pasangan yang akan di ajak untuk berhubungan seks adalah perempuan yang memiliki keinginan yang sama dengan ia yaitu punya tujuan untuk sukses dalam segala usahanya.
Giyono dari Semarang. Adalah pedagang  benang. Ia mengaku baru pertama kali datang ke gunung Kemukus. Ia juga salah satu peziarah yang percaya bahwa salah satu syarat terkabulnya doa adalah melakukan  hubungan seks atau selingkuhan. 
Maman adalah seorang bapak yang berasal dari Bandung. Mengaku telah berkali –kali datang ke gunung kemukus. Hampir setiap bulan ia datang ke gunung Kemukus untuk melakukan ziarah. Namun yang datang dengan pasangan Selingkuh telah enam kali. Yaitu perempuan yang datang dari Bandung sama-sama pedagang sayur. Ia adalah peziarah yang mempercayai bahwa syarat terkabulnya doa adalah datang dengan selingkuhan yang memiliki tujuan yang sama yaitu ingin sukses dalam segala usaha.
Bapak Encang . adalah seorang pedagang baju dari Bandung. Ia mengaku telah bertahun-tahun datang ke gunung Kemukus, dana hampir tiap bulan ia datang,. Akan tetapi ia tidak percaya dengan persyaratan harus melakukan hubungan seks sebelum ziarah,. Bapak I selalu datang sendirian ke gunung Kemukus tanpa di temani olah seorang perempuan. Ia meyakini pangeran Samudra bagaikan sampan. Ia memaknai hidup bagaikan lautan luas. Tidak semua orang bisa melampaui lautan itu, karena itu bagi orang-orang yang tidak mampu melampaui lautan tersebut mereka butuh sampan sebagai perantara. 
Purwadi (35), peziarah asal Bengkulu yang bekerja sebagai pedagang memperoleh informasi Kemukus dari seorang teman yang satu profesi dengannya, namun bapak yang baru pertama kali datang ke Kemukus ini tidak tahu bahwa ritual yang akan di lakukan ini berhubungan dengan seks. Namun beliau menyatakan bahwa ia salah satu dari sekian peziarah yang tidak melakukan seks sebagai syarat ritual. Terakhir ia menyebutkan kedatangnya di Kemukus ini tidak lain agar usahanya mengalami kemajuan.
Waryono (bukan nama sebenarnya), peziarah yang bekerja sebagai wiraswasta ini telah melakukan ritual sebanyak tujuh kali di Gunung Kemukus. Bapak yang berasal dari Demak yang satu ini juga tidak melakukan seks sebagai salah satu syarat dari ritual. Motivasi ia ke Kemukus dengan harapan agar usahanya mengalami kemajuan.
Bagi sebagian orang, ke Kemukus tidak lain adalah untuk mencari berkah, dan ternyata ini tidak berlaku bagi Yugiyo. Pria yang berusia 50 tahun ini telah datang ke Kemukus delapan kali dan tidak untuk melakukan ziarah sama sekali, tetapi ia datang hanya sekedar rekreasi dan mencari seks semata.  Terkadang ia juga menjadi gigolo bagi wanita yang membutuhkan pasangan untuk prosesi ritual, dan tak ayal ia mendapat bayaran. “Saya datang kesini tidak mempunyai harapan apa-apa dan saya kesini hanya bermain (seks)”, tutur Bapak asal Boyolali ini.
Berasal dari Tanggerang. Baru pertama kali datang ke Kemukus bersama temannya yang sudah sering datang ke Kemukus dari temannya tersebut yang di kenal dari Jakarta. Datang ke kemukus berharap sukses dalam usahanya. Ia telah berkeluarga dan memiliki istri dan anak. Akan tetapi istrinya kurus dan ingin mencari psk. Ia percaya terhadap mitos gunung Kemukus dan menganggap ritual tersebut sebagai sesuatu yang patut di coba untuk kelancaran usaha, yang kebetulan usahanya saat itu sedang lesu. Istrinya tidak mengetahui kedatangannya ke Kemukus. Ia meyakini ritual seks adalah salah satu syarat yang keyakinannya tersebut tidak didasarkan pada mitos, maupun sejarah namun ketika dia mengetahui ritual di Kemukus dari temannya dan temannya mengatakan ritual maka ia pun juga mempercayai sebagai saru syarat ritual.
Dengan panggilan mbak har, wanita separuh baya kerap kali di sapa, beliau berasal dari salah satu kabupaen yang ada di Jawa Tengah yakni kabupaten Kudus. Sejak tahun 1992 beliau mengadu nasib di daerah Dusun Pendem yakni tepatnya di gunung kemukus. Dengan alasan kesulitan ekonomi yang dihadapi di desa tempat ia tinggal. Kemukus ia ketahui berasal dari teman sekampung yang mencoba berziarah dan kemudian menetap di desa pendem, dengan modal tekad yang bulat beliau menyewa lahan yang akhirnya di bangun menjadi sebuah warung ynag menjual makanan serta menyediakan tempat penginapan yang ala kadarnya. Alasan ibu  ini mendirikan warung Karena asumsinya kemukus merupakan sebuah tempat ziarah sekaligus tempat wisata yang setiap jumat pon banyak dikunjungi orang unuk berziarah serta ngalap keberhasilan.berawal dari sinilah mengapa ibu harini mendirikan warung. Adapun pendapatan yang diperoleh setiap jum’at pon yakni berkisar antara 200-300rb. Agama yang dianut adalh Islam walaupun Islam KTP. Selain menjaga warung ibu harini idak mempuyai pekerjaan sampingan, karena aggapannya  uang yang di dapat selama malam jum’at pon bisa digunakan hingga jum’a pon berikutnya. 
Lelaki separuh baya ini berasal dari Kudus Jawa Tengah, menetap dikemukus sejak tahun 1990, menurut ungkapan bapa ini ia mengetahui kemukus barasal dari salah asu pemilik warung yang berada erminal semarang di jawa tengah. Degan alasan bangkrut yang dialami oleh bapak tiga anak tersebut, beliau mengajak seorang wanita yang menjadi pasangannya yang akhirnya kini menjadi istri beliau. Seelah tiga kali beliau berziarah ke makam pangeran samudro usahanya sediki demi sediki mulai menampakkan hasilnya, yang akhirnya beliau menetap  dan mendirikan rumah serta warung di daerah gunung kemukus dan akhirnya meneruskan ziarahnya hingga sekarang.
Pandangan bapa ini mengenai ritual seks yang dilakukan dalam prosesi zirah , dahulu bapa ini keika berzirah melakukan hubungan seks merupakan sebuah keharusan yang dilakukan jika ingin permmintaannya henhak dikabulkan. Akan Tetapi seelah beliau mendalami Islam dan mulai mempuyai pikiran yang maju akhirnya beliau menghilangkan hal tersebut tidak harus dilakukan , dengan tidak melakukan beliau juga merasakan perubahan yang drastis bahkan semakin meningkat pendapannnya. Dalam setiap jum’at kliwon beliau dapat menganongi uang sekitar 300rb, dan pekerjaan sampingan sebagai petani dan pekerja serabutan, adapun agama yang dianut adalah islam, hal ini ditandai menurut pengakuannya yakni seringnya sholat berjamaah di masjid, sera mengikui pengajian rutin yang diadakan oleh masyarakat setempat.
Ibu dua anak ini berasal dari pati jawa tengah, beliau menetap sejak tahun 2000, alasan beliau menetap disini disebabkan oleh kemukus merupakan tempat wisaa dan berziarah yang banyak dikunjugi oleh orang serta factor ekonomilah yang menggugah hati beliau untuk inggal di daerah sini. Agama yang dianut adalh islam kejawen, selama ingal di desa pendem belum pernsh berziarah kemakam pangeran samudro. Karena menurutnya walaupun saya penganut islam kejawen akan tetapi rezeki itu merupakan pemberian uhan jika kita mau mencarinya.  Penghasilan yang di dapat dalam sehari erkadang idak menentu yakni sekitar 50-75rb, sedangkan jika malam jum,’a pon lumayan yakni dari 150-200rb.
Seorang psk ini berasal dari Kendal Jawa Tengah, alasan berfrofesi sebagai psk karena faktor ekonomi karena ketiadaan pekerjaan yang dapat menjanjikan di desa, bia bekerja sebagai psk dari tahun 2002 di daerah gunung kemukus, alasan ia mengadu nasib di daerah ini karena ia mengetahui banyak para peziarah yang mencari pasangan  unuk melakukan ritual seks jika ingin permintaannya ingin dikabulkan. Disisi lain menurut penuturannya karena laar belakang rumah tangga yang menyakitkan sehingga ia tidak mau berfikir panjang bagaimana bekerja dengan tidak menggunakan keahlian akan tetapi mendapakan uang yang banyak. Ibu dua orang anak ini selalu mangkal  di depan rumah sewanya setiap malam, ada atau tidak adanya pelanggan ia tetap mangkal atau menunggu pelanggan, bayaran ynag diperoleh sangat bervariasi dari 50-200rb setiap kali berkencan,akan tetapi sewa kamar sudah temasuk bayaran, dan terkadang pula ada pelanggan yang tidak mau membayar dan main pukul jika ingin melakukan hubungan seks. Dalam melakukan hubunga seks ia idak pernah memasang tarif bagi pelanggannnya, ia terima dengan keikhlasan berapapun yang diberikan oleh pelanggan. Dan dalam berhubungan selama ini ia tidak pernah memberikan tips kepada pasangannya. 
Wanita Asal Bandung Jawa Barat ini dahulunya berfrofesi sebagai psk, yang akhirnya penghasilan sebagai psk mampu membeli rumah di daerah ini. Hingga sekarang wanita ini menangani sebanyak empat orang psk. Setelah jadi germo karina tidak lagi bekerja sebagai psk akan tetapi ia hanya menyewakan kamar bagi para anak buahnya, harga kamar yang  tersedia yakni sebesar 50rb rupiah dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Sedangkan kamar yang dimilikinya sebanyak empat buah, penghasilan dari sewa kamar jika jum’a pon sekiar 500rb. Menurutnya kini hidup dan bekerja hanya dari ongkos tarif kamar saja sudah mencukupi.      
Ning (20), wanita yang bekerja sebagai seks komersial (PSK) di Kemukus ini menjelaskan bahwa pendapatan di sini sangat membantu kehidupan ekonominya. Ini terbukti bahwa ia telah tinggal di Gunung Kemukus sejak dua tahun lalu, tutur janda yang meiliki dua orang anak ini. Biasanya ia mematok tarif sekitar Rp50 ribu sekali berhubungan.
Lain Ning lain juga dengan Tuti (23), ia baru bekerja sebagai PSK di Kemukus selama tiga bulan. Sebelumnya ia sempat berkerja di sebuah pabrik di Jakarta, namun terpaksa berhenti bekerja karena PHK dan menjadi PSK di salah satu cafe disana. Ia mengatakan mendapat informasi mengenai Kemukus dari majalah dan ia lebih senang di Kemukus daripada Jakarta karena di sana bekerja penuh tekanan dan paksaan serta terkadang sering mendapat siksa dari mucikarinya. Ironisnya, terkadang ia di paksa untuk memakai narkoba sebelum berhubungan, ungkap wanita asal Bengkulu ini. Biasanya Tuti mematok tarif kencan permalam sebesar Rp200 ribu, sementara untuk sekali kencan sebesar Rp50 ribu. Ini belum termasuk sewa kamar, untuk sewa kamar sendiri di kenakan tarif Rp30 ribu.  
Ibu Rus Berasal dari kapupaten Pati jawa tengah. Hari-hari yang ramai di kunjungi penziarah dan wisatawan di objek wisata gunung kemukus yang terletak desa pendem kecamatan Sumber lawang Kab Dati II adalah pada hari pon dan klion (berdasarkan kalender jawa), maksud  pada hari Pon adalah: memperingati Meninggalnya pangeran Samodro, Klion adalah: memperingati tujuh hari meninggalnya pangerang samudro. perkembangan pengunjung baik yang melakukan ziarah dan wisatawan menurut  ibu Rus selama ini (2007) cenderung menurun dari biasanya. Kondisi jalan juga kurang mendapat perhatian dari pihak yang terkait untuk memperbaiki (data ini berdasarkan observasi pada tahun 2007 bulan desember). Menurut pemaparan beliau Penghasilan ketika masih ramai pengunjung pada sebelum tahun 2000 bisa mencapai keuntungan kotor Rp 1.000.000 s/d 1.500.000 untuk setiap satu warung penjualan dan layanan penyewaan kamar. Pada akhir-akhir tahun 2007 untuk hari bisa selain hari pon dan klion penghasilan ibu Rus mencapai Rp 60.000 s/d 75.000 setiap perhari.
Di sekitar gunung kemukus menurut Ibu Rus juga telah banyak para pendatang yang mengadukan nasibnya dengan berbagai jenis usahannya untuk memperoleh keuntungan. Menu andalan dari usahan warung Ibu Rus adalah Garam Asem dengan harga Rp 8.000 sudah termasuk satu gelas minuman segar dan hangat. Jenis dangangan warung ibu Rus dan rata-rata warung yang lain seperti: aneka merek Rokok, minuman ringan (botol), ragam gorengan dan nasik biasa. Ciri khas dari  warung-warung yang berada di area gunung Kemukus adalah menyediakan tempat karaoke sebagai sarana hiburan bagi pengunjung. Untuk mengunakan fasilitas karoeke pengunjung cukup mengeluarkan dana sebesar Rp 3000 untuk satu lagu yang akan diayanyikannya, ada juga warung yang tidak mengenakkan tarif karoeke dengan syarat si pengunjung telah meyewa PSK di warung di mana ia akan berkaraoke.
Dalam proses pembangunan desa pedem khusunya sekitar gunung kemukus warga yang usahanya membukakan warung-warung seperti ibu Rus, mempunyai kewajiban untuk mempayar kontribusi pajak kepada pemerintahan desa sebanyak Rp 3.000 dalam persatu bulan untuk pembangunan desa. Di Warungnya ibu Rus tidak memperkerjakan anak buah (PSK), namun menyediakan penyewaan kamar tidur jika ada yang mebutuhkan. Tarif penyewaan kamar tidur yang dikenakan untuk sekali main dengan PSK berkisar antara Rp 10.000 s/d 20.000 tidak termasuk menginap semalaman dan tidak termasuk tarif PSKnya. Untuk tarif penginapan di warung ibu Rus semalaman berkisar Rp 35.000. Usaha warung ibu Rus di gunung kemukus sudah berjalan selama 14 tahun yang lalu. 
Untuk pemasokan Barang dangangannya, ibu Rus berbelanja di pasar Gemolong tidak jauh dari lokasi gunung kemukus. Biasanya ibu Rus pergi untuk belanja berangkat pada jam 7:00 WIB, dan ibu Rus berbelanja dalam satu minggu bisa antara 2 sampai dengan 3 kali per satu minggu  Dan Warung Ibu Rus buka pada jam 6 pagi dan tutup pada jam 10 malam.      

Neng Rum seorang wanita yang mempuyai usaha warung makan ringan dan berbagai minuman botol kemasan di area Gunug Kemukus, selain itu dia juga sebagai perkerja Seks Komersil (PSK). Pada malam kamis sebelum malam jum’at pon di warung Neng Rum terdapat tiga wanita masih muda diantaranya Neng Rum sendiri, Tuty, Mbak Wati (bukan nama sebenarnya), ketiganya merupakan pekerja seks komersilan (PSK).

 Hubungan ketiga wanita tersebut adalah Neng Rum sebagai “bos” (yang punya warung) dua lagi sebagai “anak buah”. Tarif layanan seks dari Neng Rum berkisan Rp. 60.000 tidak termasuk uang penyewaan kamar. untuk kamar sediri Neg Rum mematok Harga mulai dari Rp 10.000 s/d 20.000 untuk sekali pemakaian bersama PSK.

Dari pengamatan tersebut, tampak sekali adanya spirit yang kuat tentang bagaimana menjadikan areal kemukus sebagai tempat mendapatkan uang. Memang, akumulasi kapital mengalir secara konstan pada beberapa pihak, sebagai berikut 


Sedangkan dari sesama penziarahpun, juga dapat melahirkan hubungan mutual yang bersifat parasit, yakni mereka saling menguras uang masing-masing. Ini membuktikan bahwa diantara mereka sebenarnya saling berupaya melakukan akumulasi pendapatan, sebagai upaya membentuk simbiosis ekonomi. Jika diamati, areal Kemukus sebenarnya tidak sekedar pasar seks, tetapi juga menjadi tempat pertemuan para kapitalis. Dengan melihat tipologi latar belakang ekonomi mereka, dapatlah dijelaskan melalui diaghram di bawah ini, 

Tipologi Saudagar/ juragan, antara lain dapat dilihat pada profil Nasrun seorang pengusaha mebel di Jepara dan berziarah ke kumukus pertama kalinya bulan desember 2007, Tumiran, seorang lurah dari suatu daerah di Purwekerto sekaligus petani cengkeh yang sukses di kampungnya. Jamak, berasal dari Cirebon berziarah ke Kemukus sudah 12 kali. Informasi Kemukus diperoleh dari media komunikasi televisi. Ia memiliki Profesi yang sebagai adalah seorang pengusaha cengkeh dan juga membuka show room motor yang sukses. Datang ke Kemukus tanpa sepengetahuan istrinya. Juga Kadi, berasal dari Cirebon. Berziarah ke Kemukus petama kali. Informasi di dapat dari temannya. Profesinya adalah pengusaha mobil yang sukses. AliminBerasal dari Pati berziarah ke Kemukus pertama kali di dapat dari temannya. Ia adalah seorang pejabat instansi pemerintahan yang mengalami kebangkrutan. Ibu  Marni.  berasal dari Jepara. mengaku  telah dua kali datang ke Kemukus. Nurhadi, seorang Blantik sapi, berasal dari Blora. Dan Oman. berasal dari Cirebon, ia sudah beberapa kali ke kemukus, dari tahun 1998 dan sudah sering  melakukan syukuran di  Kemukus karena merasa ada hasil dari ziarahnya  kemukus. Asep, seorang pensionan yang memilik usaha tetap, berasal  dari Bandung.  Atmo, petani sukses dari Demak
Tipe Saudagar atau juragan ini memiliki ciri khas, yakni mereka memiliki sumber pendapatan ekonomi yang mapan dan berproduksi secara kontinyu. Pada umumnya mereka datang ke Kemukus karena ketertarikan terhadap petualangan seks yang ada di Kemukus. Sedangkan tipe ke dua, yakni pengepul, yakni mereka yang melakukan usahanya sebagai penyalur. Sedangkan tipe Bakul, yakni mereka  yang memiliki usaha dengan model kecil. Selanjutnya, tipe kuli atau mereka yang bekerja tidak tetap, juga tidak memiliki modal besar, namun mereka hanya memberikan jasa sederhana demi menjaga kelangsungan hidupnya. Tipe kuli dan bakul ini merupakan tipe masyarakat yang paling banyak datang ke Kemukus. 

Seperti ungkap Mariana : 
Saya dari jepara, saya sudah yang kedua kali kesini, pertama saya kesini sudak selapanan yang lalu, itupun karena saya diajakm oleh teman saya yang sudah pernah kesini, kalau sekarang saya dating sendiri. Saya sudak sering ikut ritual-ritual seperti ini tetapi setiap tempat beda-beda cara ritualnya. Saya pernah sampai tidur empat hari bersama suami saya waktu ritual di pantai parang kusumo, tidak Cuma di itu saja saya juga sudah keliling-keliling untuk melakukan ritual, dan ini yang terakhir tempat yang saya kunjungi. Biasanya saya kalau ritual bersama suami saya tetapi kalau kesini saya Cuma sendiri, ya suami lagi ngurusi usaha dirumah. Ya keluarga saya tau kalau saya mau kesini dan mereka mendukung saya. Pertama saya sering melakukan ritual waktu itu saya pernah mempunyai bisnis mebel tetapi bangkrut, karena dapat dari omongan-omongan orang yang mereka usahanya menjadi sukses setelah melakukan ritual-ritual di tempet-tempet suci makanya saya jadi pingin nglakuin seperti mereka, ya….itu kan Cuma usaha.kalau sekarang saya sedang membuka rumah makan lamongan dan sudah mempunyai cabang-cabang kecil-kecilan di riau 

Juga bapak I’ah : 
Saya asli Jakarta mas. Saya baru pertama kali kesini, ya di ajak oleh teman-teman saya, ya mereka katanya sudah ada kemajuan usaha mereka setelah dating kesini, ya saya tadinya gak percaya sama hal-hal yang kayak gini, tetapi setelah teman-teman saya ngomong mereka pada berhasil ya saya jadi pengen juga. Kalau masalah sek si mas saya tadinya gak tau kalau disini harus pakai ritual kayak gitu, tetapi waktu saya naik ketemu orang di warung tadi saya di kasih tau kalau mau sukses disini harus pakai ritual seks, tetapi tadi saya ngomong sama juru kuncinya katanya gak usah juga gak apa-apa, ya saya jadi gak nglakuin soalnya uang saya terbatas, gak cukup buat kayak gituan ya gak jadi sebetulnya kalau ada uang ya pingin juga mas.kalau rencana kesini lagi katanya harus sampai 7 kali, ya paling saya kesini lagi waktu malam 1 syuro soalnya pada waktu itu si mas denger-denger disini ramai dan permintaan kita katanya lebih mudah di kabulkan.

Demikian juga dengan pengakui Jumiyahkudus
Saya mas pedagang kecil-kecilan lah di pasar, ya jualan brambang, bawang, dan biji-bijian . kalau tahu kemukus dari temen-temen saya, waktu saya Tanya usahanya kok jadi sukses kenapa, dia menjawab saya berdoa di kemukus gitu, makanya saya minta alamat kemukus, tapi waktu pertama saya kesini saya tidak bersama temen saya, saya langsung saja sendiri kesini, walaupun gak tau daerah sini ya saya Tanya-tanya saja di jalan akhirnya samoai sini, soalnya kalau bersama temen mas saya malu masak ketempet kayak gini mau ngomong-ngomong, saya kesini aja keluarga tidak ada yang tahu soalnya saya ngomong sama anak saya kalau saya mau kulakan keluar kota, ya keluarga saya taunya saya lagi jualan. Sebenarnya saya sering dating ke tempet-tempet ritual seperti ini, soalnya maklum lah mas kalau kerja di pasar kan semrawut, jadi saya sering merasa pusing dan gak tenang kalau bekerja, ya kalau sudah dating di tempet-tempet seperti ini rasanya tenang saja kalau bekerja.

Mengingat banyaknya jumlah orang yang datang, tidak dipungkiri jika kemukus telah menjadi pasar yang memiliki tingkat persaingan ketat. Maka tidak mengherankan jika setiap orang berupaya semaksimal mungkin untuk mendapat bagian dari perputaran kapital di sana. Kebohongan telah menjadi ciri agar mereka mendapat berkah dari perputaran kapital di sana, semisal ia mengatakan baru pertama kali ke Kemukus, walau sebenarnya sudah berkali-kali, atau belum menikah padahal ia sudah menikah, dan lain sebagainya. 
Keseriusn dan kesiapan mereka terhadap akibat buruk dari hasil hubungan seks tersebut, sudah diantisipasi oleh sebagian besar penziarah. Hal tersebut terbukti dari tersedianya alat kontrasepsi di dalam kamar-kamar. Juga seperti pengakuan dari salah satu peziarah, Narti (41) seorang penjual nasi bungkus di salah satu SMPN Purwodadi, ketika ditanya apa persiapannya menghadapi dampak buruk dari hasil hubungan seks. Ia menyatakan bahwa sebelum dan sesudah ziarah Kemukus, datang ke bidan untuk disuntik KB. 

Jadi, pasar Kemukus memang secara profesional dikelola oleh negara. Adapun upaya untuk menghindarkan diri dari tuduhan melegalkan prostitusi sebagai sumber PAD, Pemda lebih mengedepankan unsur mitisnya sebagai produk yang dijual kepada publik. Dengan demikian, sikap pemerintah diartikan oleh masyarakat sebagai “pembolehan” sekaligus perlindungan atas usaha seks yang dijual oleh pasar Kemukus. Apalagi pemerintah secara terbuka menarik retribusi dari masyarakat.
Situasi tersebut semakin menguatkan praduga atas adanya relasi patronase diantara pemerintah, pihak swasta yang diwakili oleh para PSK, Germo, dan pelaku-pelaku bisini di Kemukus dengan pribumi sendiri,yang diwakili oleh pejabat RT, juru kunci, dan pemilik lahan. Secara skematik hubungan tersebut dapat digambarkan dalam diagram di bawah.
Tampak sekali jika puncak dari rantai kapital dipegang oleh negara yang diwakili oleh PEMDA via Departemen Pariwisata, selanjutnya terus mengalir ke bawah hingga titik terendah, yakni para peziarah. Sedangkan pada sisi kiri, adalah pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari tata niaga yang terdapat di dalam pasar Kemukus. Mereka adalah pihak keamanan, kesehatan, transportasi, para pedagang kaki lima hingga penjual Narkoba pun mendapat keuntungan di pasar Kemukus. Setiap pihak mempunyai orientasi yang sama yakni bagaimana caranya mendapatkan kapital secara instan, meskipun dibangun oleh berbagai pertimbangan atau kerangka pengetahun yang berbeda. Hal tersebut dapat dideteksi dari para peziarah, yang memang ingin melakukan ritus pesugihan. Pada benak mereka hanyalah diberi keyakinan dan kekuatan diri dari Yang Supranatural untuk kebersilan upaya mencari pesugihan, sedangkan aktivitas seks hanya tuntutan ritus belaka. Jadi, kekuatan mitos Kemukus inilah yang telah menciptakan tata rantai kapital yang parasitipus. Sementara itu, pemerintah pun selalu memperjuangkan agar para penjiarah tetap berkunjung ke Kemukus, melalui reproduksi mitos Pangeran Samudra yang ekstotik-sensual dalam berbagai promosi wisatanya.

Homo homoni lupus merupakan pameo dari Machiavelly ketika mengungkapkan esensi terdalam relasi manusia dalam ranah politik, yang artinya semua manusa adalah pemangsa bagi manusia lain. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perilaku politik dalam kenyataannya pasti menuntut pengorbanan dari pihak lain demi tercapainya interest. Situasi tersebut semakin terasa di dalam aktivitas pasar Kemukus.
Pasar Kemukus memang tercipta oleh mitos Pangeran Samudro, yang dipercayai mengharuskan suatu ritus seks, telah membentuk suatu hirarkis rantai kekuasaan. Rantai kapital tersebut pada intinya saling menghisap kapital masing-masing pihak untuk suatu ambisi akumulatif. Hubungan tersebut terus dipelihara dan dijaga oleh masing-masing pihak,untuk saling mempertahankan hidup, karena jika salah satu dibunuh, maka rantai kapital tersebut akan punah. Pada proses kapitalisasi tersebut tampak sekali ada upaya manipulasi mistik menjadi aset komersialisasi atau komersialisasi mistik itu sendiri meskipun merusak kewibawaan agama yang mereka anut.

GELIAT RITUS SEX KAUM BAKUL JAWA


Warung. Warung-warung yang ada di gunung Kemukus  rata-rata hampir sama. Bangunannya sederhana. Terbuat dari kayu dan sebagian dari tembok.  Dilihat dari bagian depan, warung tersebut terlihat kecil saja, lebih kurang hanya berukuran 4 kali 4 meter. Setiap warung ini memiliki satu ruang pintu menuju ke belakang. Akan tetapi dari satu pintu itu akan ada pintu-pintu yang lain di belakang, kira-kira enam sampai sepuluh kamar kecil berukuran 3 kali 3 kamar. Yang hanya  memiliki perlengkapan sebuah sebuah kasur dan bantal.

Dari luar, masing-masing warung ini hanya berjualan minuman dan  makanan. Baik minuman botol seperti coca-cola, sprite dan semacamnya maupun minuman teh atau kopi. Namun di samping itu, setiap warung ini menyediakan penginapan dan perempuan perempuan juga.

Suasana warung ini rata-rata hampir sama,  di dalam warung tersebut, di samping pemilik warung yang akan melayani pembeli minum dan makanan, juga akan ada para perempuan-perempuan cantik dua atau tiga orang dengan dandanan cantik dan berpakaian seksi. Jika ada laki-laki yang masuk ke dalam warung tersebut maka perempuan itu akan menawarkan lebih dari sekadar minuman. ………… 

Bagi perempuan yang tidak duduk menunggu pelanggan di dalam warung, maka  mereka akan berjalan-jalan untuk menemukan mangsa mereka, ketika sudah menemukan maka akan dibawa ke dalam pintu-pintu kamar yang ada di belakang warung tersebut. Pada awalnya mereka akan merayu para laki-laki  “ngamar yuk mas”, setelah mereka mendapat maka mereka akan mengarak ke kamar warung . umumnya para perempuan ini adalah anak buah pemilik warung. Rata-rata lama mereka ngamar adalah 10 sampai 20 menit. Dengan bayaran 20 sampai 30 ribu atau tergantung nego.

Sementara bagi para peziarah perempuan. Kalau tidak membawa pasangan mereka dari rumah atau kampung masing-masing, mereka akan menemukan pasangan tersebut di kemukus. Masing masing akan melirik peziarah yang mondar mandir tanpa pasangan.  

Aroma seks sudah tercium ketika kita memasuki gerbang Kemukus. Mulai dari tata gubug-gubug, dandangan para PSK, maupun tatapan para pria hidung belang menjadi gejala khas Kemukus. Salah satu peziarah yang berhasil ditanyai adalah Mas Fandi, dari Bekasi. Peziarah ini berkulit putih sehingga nampak sekali kalau dia seorang keturunan China, walaupun dia berasal dari Jakarta bukannya dari Tokyo.
“Mau nyekar mas?” saya mengawali pembicaraan. 
Iya saya mau nyekar tapi belum ini baru liat-liat dulu tata caranya.
“lha kesini sudah berapa kali” 
‘Baru sekali tapi kalau ceritanya sih sudah tahu dari dulu’. 
“Tau dari siapa mas ceritanya?” 
“Dari teman, ke sini saya juga sama teman saya itu. ‘
“Lha temannya mana mas?”
“Lagi tidur tadi, saya ajak jalan-jalan males, capek katanya.”
“kesini naik apa mas”
 “Naik bus, saya.”
“Sampai sini jam berapa mas?”
“Tadi malam jam tiga.”
“Nginep dimana  mas?”
“Di situ, di rumah temannya teman saya, kebetulan temen saya punya kenalan orang sini, katanya sambil menunjuk ke arah timur makam pangeran samudra.”
“Asli mana mas?”
“ Saya dari Jakarta.”
“Wuoh! Dari Jakarta! Kakek saya juga orang Jakarta mas, tinggalnya di warakas Tanjung Priok dekat pelabuhan, dulu kakek saya kerja di kapal dan mbah buyut saya juga kerja di kapal, cuman bukan kaptennya, yaa Cuma jadi kuli kapal tapi kalau mbah buyut saya kerjanya jadi koki.”
“Mas percaya ya dengan mitos Kemukus?”
“Yaa…saya percaya, kan namanya usaha, semua ngga ada salahnya harus dicoba.”

“Mau minta buat apa mas?”
“ Biasalah buat usaha, usahanya baru menukik,  katanya sambil menggerakkan tangannya kebawah seperti gaya ala presiden SBY ketika pidato’
“Punya usaha apa mas?”
“ Ya adalah! 
“Bisnis ya mas?”
 “Nggak. Saya usaha kecil-kecilan. Katanya seperti terlihat merahasiakan pekerjaannya, karena itu saya tidak menanyakan lebih lanjut usahanya, mungkin dia malu karena barangkali ia bekerja sebagai penadah celana dalam beka, cuman kalau dilihat dari dandann nya sih kayak pedagang kelas menengah. “
“Kalau saya kerja di bengkel mas, cuman bukan bengkel mesin tapi bengkel body kentang magig, sama juga sekarang baru sepi, sebenarnya mulai sepi itu setelah krismon kalau sebelumnya bengkel bos saya itu rame banget.”
 “Di sini ceweknya gemuk-gemuk ya mas nggak ada yang muda STW semua”
“ Iya tadi saya liat-liat disana emang ngga ada yang muda, kebanyakan juga gemuk-gemuk ceweknya. “
“Sudah punya istri mas?”
“Sudah.”
 “Anak?”
“Sudah satu.”
“Istrinya tahu kalau mas datang ke sini?”
“Hwa…ya enggak lah bisa gawat ntar wong kesini sama aja selingkuh.”
“Kalau cewek sukanya yang kurus apa yang gemuk mas”
“Ya nggak kurus nggak gemuk yang sedang aja. kalau istri saya  kurus badannya.”
“Katanya kalau sama orang gemuk itu rasanya lebih enak ya mas…”
“Ya nggak juga, kalau di sini yang penting buat syarat saja, pernah saya mas di ajak teman saya tuh di puncak wuh! Ceweknya putih banget! Di sini bakul jamu juga ada yang jadi PSK lho, tadi saya ditawarin juga sama bakul jamu itu katanya kalau mau paling mahal dua ratus ribu, paling murah lima puluh ribu.”
“Lha sudah ngamar belum mas?”
 “Belum, ya liat-liat dulu. »
 “Sama saya juga liat-liat dulu nggak usah keburu-buru soalnya uang saya juga cupet je mas takutnya saya nanti nggak bisa pulang.”
“Saya mas uang saya juga mepet”
“ kalau di sini tuh harus hati-hati, kalau mau beli apa gitu tanya dulu berapa harganya, kalau nggak begitu nanti kalau habis makan pada seenaknya ngasih harga, apalagi kalau yang beli nggak bisa bahasa Jawa, kelihatan kayak bosa lagi, ya kayak mas itu.”
“ Iya mas, mahal di sini tadi saya beli kembang sama menyan tuh sepuluh ribu, tapi ya gimana lagi.”
“Kalau amplop buat juru kunci biasanya berapa ya mas?”
terserah sih kata temen saya biasanya lima ribu sampai dua puluh ribu, tapi sebenarnya itu seikhlasnya kok.
“Di sini tuh legalkan mas saya takut ntar ada razia!” 
Oh nggak kok mas, di sini sudah legal kok.
  “legal ya, tapi takutnya lagi masalah penyakit ya mas.” 
“Iya saya khawatirnya juga masalah itu. Mari mas.”
“Saya survey cewek yang daerah sana dulu.” Jawabnya sambil ngeloyor pergi

Saat itu malam Jumat saya sedang duduk melamun sendiri di kebun belakang makam. Meratapi nasib karena sampai sekarang belum pernah punya pacar. Kemudian datang PSK duduk disebelah saya dengan rambut dicat merah muka agak ancur hampir mirip kayak dorce dengan taktop lurik hitam putih, di tutup sweater abu-abu, sedangkan ukuran dada sedang.
 Perlu diketahui bahwa ukuran dada diperoleh sepintas bukan dari hasil memegang, tidak terjadi sedikitpun tindakan asusilan selama ngobrol dan selama obrolan berlangsung tidak ada sedikitupn adegan telanjang.
“Kok dewe mas. Kancane do neng ngendi.”
“ Mboh mau do lungo dewe-dewe.”
“Mas aku mbok njaluk rokoke. “
“Nyo! Nek doyan.”
“Rokok opoe kuwi mas.”
“Lodji, rokok gawean solo.”
“ Kok ngelamun wae mas, ayo kenthu karo aku wae.”
“Wah ora, urung wayahe, ning kene wae ngobrol-ngobrol.”
“Ben penak le ngobrol ning kamar wae mas. wah niat bahaya mengko. “
“Kowe seko ngendiye mbak?”
“Aku seko Semarang mas.”
„Ngebir-ngebir wae po mas ning warung tak kancani.“
“Wah  mabuk, mala raiso bali repot mengko.”
“ Wah sumuk banget, lha ket mau munggah midun undak-undakan kono kuwi opo (sambil membuka jampernya) lha, nek enthu karo kowe piro mbak? Seket wae mas.”
“Lha piye mas ayo kamar wae mas. “
“Wah iki durung wayahe je raoleh sembarangan wong aku yo durung nyekar barang.”
“  Oh kowe arep nyekar to mas, karang nek ngono ki iyo kepercayaan kok. Lho ming ngendi kancanku mau kok raono sik yo mas tak nggoleki kancaku raono je gek mengko wis payu. “

Setelah mewawancarai puluhan PSK (Pekerja Sex Komersial), kebanyakan di antaranya memiliki alasan yang klasik: mencari uang untuk menghidupi keluarga, karena ditinggal suami atau suamianya pengangguran. Ya, mereka juga sadar, bahwa pekerjaannya bertentangan dengan norma dan agama. Tapi, apa lagi yang harus dilakukan? Apakah mesti bunuh diri? Bunuh diri bukan akhir dari persoalan, melainkan awal dari persoalan yang sangat besar.
Alasan-alasan semacam itu sering membuat orang menjadi nyinyir. Namun, itulah alasan mereka yang sebenarnya. Mau kerja? Semua orang tahu, di Indonesia sulit mendapat pekerjaan. Kalau tidak sulit, mana mungkin TKI atau TKW berbondong-bondong meninggalkan tanah air, demi mencari pekerjaan sebagai buruh. Lulusan perguruan tinggi, kebanyakan mencari aman dengan bekerja menjadi PNS atau di perusahaan swasta. Hanya sebagian kecil, lulusan perguruan tinggi yang mengamalkan ilmunya untuk membuka lahan pekerjaan bagi si kecil.
Gunung kemukus sebuah bentuk ritual yang liar dan menurut bapak yanto yang berasal dari solo, Dia sengaja datang kekemukus bukan untuk Ziarah tapi mencari kepuasan seks, seperti dia bilang Uwong ki nek dikei jangan kui-kui wae yo jeleh to mas butuh selingan, yang artinnya orang kalu dikasih sayur itu-itu aja ya bosen kan mas.
 jadi perumpamaan diatas adalah dirumah hanya bertemu istri itu2 aja ya bosen maka dia mencari kekemukus untuk selinagn atau fariasi katannya. Setelah saya Tanya lebih jauh dengannya bagaimana cara transaksi dia jawab pasti ada wanita yang menghampiri apabila kita duduk sendirian tergantung kita memilih ada yang STW, atau setengah tua, ada juga yang ABG. Tarif juga tergantung dari 25.000 sampai 75.000 tergantung kitannya mau karaoke atau tidak atau Oral bahasa biologisnya, itu dikenakan biaya tambahan. Kebanyakan para lelaki hidung belang yang dating kesini tidak hanya sekali melakukan tapi bias dua kali atau lebih. 
Yang selanjutnya adalah pendapat seorang tionghoa bernama pak anton yang berasal dari bandung, saya awalnya agak bingung kenapa si engkoh ini tidak membawa gadis untuk ritualnya dari daerah asalnya, secara kita semua pasti tahu dibandung pasti lebih cantik-cantik disbanding dikemukus, tapi si engkoh dengan santai menjawab 
“Ngirit mas soalnya kan kalau bawa dari rumah boros pake acara ngasih makan kalo disinikan kita tinggal terima beres…”
 Dia juga bercerita bahwa dulunya kemukus tidak banyak warung atau pedagang nah mengapa jadi seramai ini katannya bahwa setiap PSK yang sudah didatengi Om2 jika omnya suka dan cocok maka ia hanya berhubungan dengan si Om tersebut lalu si Om memberikan usaha dengan membuatkan warung lalu kemudian si PSK tadi beralih profesi menjadi Mami atau Germo, begitulah seterusnya.
Malam itu sekitar pukul setengah sembilan ketika saya dan dua teman melewati beberapa tangga menuju sendang, tanpa saya sadari desebelah tangga tersebut ada sebuah warung dan terdengar suara perempuan memanggil dan mengatakan “mampir mas”, dan saat itu saya dan teman-teman untuk memutuskan mampir kewarung tersebut yang ternyata ada tiga wanita sedang bermain kartu remi di atas meja. Sambil memesan air kemasan dan saya mulai untuk berbasa-basi.
“namanya siapa mba?
“Tuti.” Jawabnya singkat 
“ aslinya mana?”
“ bengkulu., kalau masnya dari mana?”
“saya dari jogja, kuliah mba.!!
“mba tau tentang kemukus dari mana?
“dari Koran.
“Ooh…emang ada?
“ya adalah mas.
“sebelum kerja di sini mba kerja di mana?
“saya kerja kerja di salah satu pabrik di Jakarta tetapi karena di PHK akhirnya saya “Dan saya sempat kerja di café di jakarta untuk melayani tamu tapi saya nggak betah.”
“lho kok ngk betah?? Bukannya gaji di café itu gede pa lagi di kota besar kayak Jakarta??” jawabnya  sambil heran.
“di sana kerjanya ngk bebas, selalu di paksa pali kalau pelanggan itu maksa saya untuk memakai obat-obatan (narkoba). Ngk kayak di sini saya bebas dan ngk ada tekanan dan paksaan.
“emang mba udah berapa lama kerja di kemukus?
“baru lima bulan mas.
“untuk tarif sex dengan mba berapa ya??
“tarif apa dulu mas permalam atau sekali kluar (sekali main).!!
“emang beda pa?
“bedalah mas. Kalau permalam 200 rb tapi belum masuk sewa kamar.
„emang sewa kamarnya berapa?
„30 rb ( sambil merayu saya untuk masuk ke kamar).
„kalo yang sekali main itu hitungannya gimana???
„ya hitungannya sekali keluar sperma mas.
„yang sekali main berapa emangnya??
„50 rb. Tapi itu belum termasuk sewa kamar juga, jadi kalo masnya mo sekali main ya 80 rb gt.
„ngomong-ngomong umur mba barapa sih?
„23 Tahun.

Pagi itu sekitar pukul 08:50 ketika saya duduk duduk di depan pintu di sekitar sendang, seorang pria berbadan tegap dan berpenampilan rapi mengenakan baju putih, kelihatan baru datang sambil membawa kembang dan beberapa amplop, dan akhirnya  duduk di sebelah saya.
“sendiri aja pak?”
“iya…”
„kenapa ngak langsung masuk sendang?“
“sebentar lagi.”
“asalnya mana pak? “
“saya Madura, kamu? “
“Jogja pak kuliah.”
“pekerjaan bapak apa?”
“distributor rokok untuk wilayah madura “  sambil melihatkan foto kantor tempat ia bekerja melalui hanphonenya. 
“ngomong-ngomong sudah berapa kali datang ke sini pak?”
“sudah dua kali.”
“apa yang bapak harapkan dari kemukus ini?”
“dulu usaha saya sempat bangkrut dan saya kesini berharap supaya usaha saya maju. Tetapi sebenrnya mas ikut ritual ini tanpa usaha sama dengan “nol”. Jadi usaha juga sangat penting  “
“pasangan bapak mana? Bukannya tradisi di sini harus membawa wanita selingkuhan.”
“itulah saya udah nyari-nyari dia tetapi ngk ketemu-ketemu. Ternyata sulit juga nyari wanita yang benar-benar berziarah di sini.”
“nggak juga pak, biasanya yang bukan peziarah mereka-mereka yang berpenampilan mencolok.”
“saya itu ngk mau mas, nyari wanita yang pasrah untuk  di gituin tapi saya suka dengan mereka yang jual mahal.”
“jadi bapak udah pernah…..”
“sudah, sekali. Itulah saya cari-cari tadi kok ngk ketemu lagi yah “ sambil melihat kiri-kanan berharap bertemu dengan wanita yang di carinya.

“Sendirian dek? Tutur bapak yang usianya kira-kira 50 th. 
“Eh iya pak…..
”adek dari mana? “
“Dekat sini saja kok pak. Bapak sendiri? “
“Saya juga orang dekat sini saja, solo dek.”
 “Bapak sendirian saja? “
“Nggeh….” rupanya pak wagiman ini masih sulit diajak berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. 
“Dek sakestu piyambakan? “
”lha da pa to pak?”.
” Enggak…kayaknya saya sreg dengan adek, Gimana dek?. “
”Tunggu berapa waktu lagi ya pak, tampaknya masih terlalu sore”
”. O…..ya…kalok adeknya ga’ mau ya ga’ papa. “
“Santai saja pak, kita masih bisa ngobrol-ngobrol disini”.
“Bapak kagungan putro pinten? Heh kayaknya pak wagiman enggan menceritakanya…..
”anak saya 3 dek, yang besar sudah lulus”
” kelahiran tahun berapa pak anaknya? “
“Tahun ’86, “
”wah seusia saya dong pak.” Pak wagiman hanya menanggapi dengan senyum. ]
“Bapak sering berziarah ke mari? “
”Wah kalau saya hamper tiap minggu ke sini, yach dari pada nglamun di rumah ya ga’ dek?”
”oh iya pak……..bersama istri pak ga?”
“ lah…wong saya tu kesini ingin cari kesenangan, bagainana ceritanya nanti kalo istri saya ikut”
”.Tapi istri bapak tahu kalau bapak kemari? “
”Kayaknya sih tau…hehehe. Tapi di biarkan saja, paling mong ditakoni, arep neng endi “
“Pertama kesini yang penjadi penyuone njenengan nopo pak? “
“ya….pengen sugeh dek, bisa nyekolahin anak, makan cukup, ya seneng juga. Gini lo dek, orang hidup kan Cuma mampir ngombe (mampir minim), trus ya di buat seneng-seneng aja, jangan di buat susah, kalo Cuma nunggu istri dirumah, wah…cepet mati dek.hehehe. gimana dek, adek mau ga’ nemenin saya malem mini?“
”Hehehehe…saya masih capek e pak, baru ja sampek jam 19.00, saya masih mau di sini”
”. Adek masih perawan ya? Biasanya kalau masih perawan sekitar 300.000 sampai 400.000”.
” kalo mbak-mbak yang dandan menor itu biasanya berapa pak? “
”Yach paling mahal 50.000, biasanya sich 20.000. dah ma adek 500.000 mau ga’?”
” pak, saya masih sekolah, dan ga’ melakukan hal yang seperti itu”
”. O…jadi adek masih sekolah?berarti mahasiswi no? dek sekarang banyak juga mahasiswi yang pada jual diri di sini? “
”Masak iya sich pak? “
”Makanya, adek mau ya?....pak wagiman masih terus mendesak, 
“ma’af pak saya kemari sama temen lelaki saya” sambil mencoba mengambil langkah seribu…kaburrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Lagi, Mas Antok yang kali itu datang bersama temanya Heru, pemuda yang mengaku berasal dari Sragen ini baru pertama kali mengunjungi makam pangeran samudra itupun setelah diajak oleh sahabatnya. Kunjunganya ke makan pangeran Samudra tidak lebih hanya sebatas ingin tahu dan refresing. 
“Mas antok percaya ga’ dengan mitos pangeran samudra? “ tanyaku
”Percaya ga’ percaya mba’ tututrnya, ga’ percaya tapi banyak yang berhasil setelah pulang dari ziarah, percaya tapi saya masih punya keyakinan terhadap Tuhan.”
“ Mas sendiri barusan melakukan ritual ga’? “
”saya baru datang, dan hanya mau jalan-jalan saja”
”. Ya iyalah mas, kan di sini banyak mba’-mba’ yang cantik-cantik kan?
” Wah mba’ ni……cantik tapi barang second semua. Hehehe………” jawabnya sambil nyengir kuda
“Mereka kan cari uang mas? Sah-sah aja to?demi kelangsungan hidup mereka??”
”Memang cari pekerjaan sekarang sulit mba, tapi saya yakin masih banyak pekerjaan halal yang bisa dilakukan, tidak harus berbuat seperti itu. Kalau mereka ditanya memang kepentinganya uang, dan dorongan ekonomi, tapi terlepas dari semua itu mereka hanya mencari kesenangan, ya ma’af saja bilang “hubungan seks”
Lagi, ketemu dengan seorang wanita paruh baya, langsung saja diajak ngobrol
“Mruput bu?”
“injeh mba Sudah ke sendang? “
”Ya ni baru saja dari sendang, dan nunggu teman-teman saya yang juga mau ziaroh. Kalau boleh tau ibu dari mana? “
”Saya dari demak.”
” Lumayan jauh ya buk, jam berapa dari sana bu? “
”Subuh mba,biar ga’ terlalu panas. “
”Kok ibu sendirian aja? “
”lha sama sapa lagi mba?suami saya meninggal, anak saya sudah berkeluarga dan berdomisili di Gersik”
”. Ongkos transport Demak Sragen berapa bu? “
”Biasanya ya sekitar 20 ribu. “
”Ibu tau kisah gunung kemukus pertama kali dari siapa? “
”Banyak orang yang bilang mba, terutama teman-teman saya, kan waktu suami saya masih hidup, dan saya beberapa kali mendaftar pegawai negeri dan  belum di angkat menjadi pegawai, banyak yang menyarankan saya ke sini supaya saya diangkat menjadi guru Madrasah itu lo mba. “
”O….jadi ibu ni guru madrasah to? Sekarang sudah berapa kalinya ibu datang ke sini? “
”Dah lupa mba, dah sering saya kemari, dan sudah pernah tasyakuran karena pengangkatan saya itu. “
”Biasanya tasyakuranya punya ketentuan-ketentuan ga’ bu?, misalnya harus motong kambing dan ada syarat-syarat lainya. “
”Enggak kok mba, tasyakuran ya semampunya, se ikhlasnya, saya dulu motong kambing lo mba…ada yang motong kambing, sapi, ayam, telur pun ada.
“Kalau menurut versi ibu sendiri, dari ritual ini sebenarnya buat apa sich? “
”Ya disini saya matur lewat kiyai samudra apa yang menjadi hajat saya, gini lo mba, kalok mba ini anak kesayangan orang tua mba, pasti kalo minta apa-apa di turuti, ketimbang dengan saudara mba yang lain. Sama halnya dengan pangeran samudra ini, kalok kita minta ke gusti melaului perantara pangeran samudra yang menjadi hamba kesayangan pasti lebih di utamakan, iya to? “
”Iya juga ya bu….nah ibu percaya ga’ dengan sejarah yang mencatat bahwa pangeran Samudra tu selingkuh dengan ibu tirinya?. “
”Itukan cerita mba, banyak juga cerita lainya yang saya terima, dan cerita-cerita itu bisa dikarang semau udel orang yang ngarang. Kalo saya percaya dengan cerita bahwa memang ibunya pangeran Samudra ke mari karena tau pengeran Samudra di Gunung Kemukus bukan karena telah berselingkuh, dan ibunya meninggal disini, tapi itu lo mba, yang sampai sekarang tidak diketahui makam sang ibu pangeran Samudra itu ga’ ada, jadi berita yang disebarkan ya ibunya hilang dan tidak diketahui oleh siapapun, tapi para kuncen bilang kalau makam ibu pangeran samudra jadi satu dengan makam pangeran samudra.”
” Kalo kita soan ke makamnya ya berarti soan ke makam ibunya juga. Gitu ya buk……..”
“Dari cerita yang simpang siur itu banyak yang menganggap bahwa pangeran samudra berselingkuh dengan ibu tirinya, lantas sekarang banyak warung-warung yang menyediakan fasilitas plus, menurut ibu pripon?”
” dulu perama kali saya kesini belum ada tuh mba yang kayak gitu-gitu. Cuma sekarang memang banyak yang melakukanya, kalo saya ga’ kok mba….selama berziarah saya ya suma melakukan ritual seperti itu, jijik rasanya, bayangin coba’ mba’ kita berhubungan badan dengan orang yang ga’ kita kenal.? “
“Heheheh “ timpalku
”setelah suami saya meninggal saya bersikukuh untuk tidak menikah lagi.” Jawanya menyakinkan. 
Setelah di kroscek dengan salah satu PSK di sana bu Dewi, ternyata ibu yang saya ajak ngobrol tadi merupakan salah satu sindikat PSK musiman yang tidak menetap, cerita tang dipaparkanya, omong kosong…..dan ketika pukul 22.30 terlihat ibu yang ngobrol tadi sedang bertransaksi dengan salah satu pengunjung. Waw…………

Pada tanggal satu Suro masyarakat setempat akan mengadakan ritual mandi selambu. Yaitu kelambu makam pangeran Samudro akan diarak menuju sungai dan dicuci. Arakan itu dibawa oleh para juru kunci dan para pemuka desa dengan menggunakan pakaian resmi Jawa. Setelah itu, selambu yang telah dicuci akan dibawa keatas cungkup lagi dan sobekan serta airnya akan menjadi rebutan bagi para peziarah karena diyakini mengandung berkah. Air bekas cucian selambu tersebut ada yang dibawa pulang , diminum dan disiramkan ke seluruh tubuh. seorang bapak yang memiliki profesi sebagai Juragan tebu -selalu memasok tebu ke pabrik-pabrik gula di Jogja dan Solo. Mendekati peneliti dan bertanya “dari mana mbak?”
 “saya dari jogja” jawabnya.
“Dengan siapa kesini?”
„bersama teman.“
“udah nyekar”
„belum pak. Sudah sering ke kemukus pak“
“sering, setiap jumat pon dan jumat kliwon, adik sendiri”
„saya baru kali ini, udah nyekar pak“
“sudah, adik?”
‘saya belum, masih ramai, biar liat-liat dulu’
“ayo nyekar sana, biar saya temani”
‘oh, ntar saja pak, oh ya pak.’
“kesini harus punya pacar lho dek?”
“oh iya pak. Mang kenapa tu pak”
“ya, agar makbul segala permintaannya”
“trus bapak pacarnya mana”
“belum ada, ini masih liat liat”
“memangnya pacar itu harus dibawa dari rumah atau di temukan disini
“ya terserah, tapi lebih baik di sini, dengan perempuan yang sama tujuannya sama sama ingin sukses. Misalnya saya dengan adek janjian. Seandainya salah satu dari kita sukses maka harus bantu.” 
“Harus mesti sama profesinya pak. “
“Tidak, Misal ade ingin lulus ujian dan saya sukses bedagang”
„Mang istri bapak tahu bapak ke sini.“
“Tidak”
„Trus bilang mau izinnya tadi gimana“
“Ya saya kan pedagang, jadi sudah sering keluar kota, izinnnya ya keluar kota”
„Mang kenapa harus ke kemukus pak“
“Ya kan deket, sambil minta berkah pada pangeran samudra, Saya kesini mau cari hiburan, saya sering stress. kalau sudah liat cewek cantik saya bisa melupakan masalah saya sejenak”
„trus bapak kenapa nggak senang senang dan cari hiburan“
“adek ini giman, ngomong ma adek saja saya sudah senang dan sudah terhibur”
„mang apa yang bikin stress pak“
“ya, Kalau pedagang itu, sering stress, anak buah ga becus banyak yang ngutang dan bahkan bangkrut. Hati hati dek, disini banyak buaya darat”
„bukan buaya darat aja pak, kadal sungai juga ada, tu cewek cewek cantik yang jadi kadal sungainya.“
„Emang harus cewek yang bikin tenang dan bisa ngilangin stress“
“Gini ya dek, seandainya semua laki-laki mau jujur, pasti sama dengan saya, ingin cari hiburan dengan cewek cewek cantik.“ Jawabnya sambil tertawa nyengir

Pasangan suami istri dari Sringen berjualan aksesosiris. Selalu datang ke Kemukus setiap Jumat pon dan Kliwon. 
Bapak sambil jualan juga ziarah?
“Saya ga pernah, ya kepercayaan orang beda-beda kan mbak, saya hanya percaya pada allah Apalagi syarat harus datang dengan selingkuhan, wah itu sudah tidak benar, sudah diluar ajaran agama.”
Kalau menggelar dagangan dipungut biaya nggak pak?”
 “iya seribu kadang dua ribu, oleh pengawas keamanan, ya nggak apa-apalah”
Kalau karcis
“Tidak, karena pemerintah pariwisata kemukus dengan sringen sudah saling kerjasama, jadi sudah sama sama tahu, kalau kami yang kesini , tidak dipungut biaya dan jika orang kemukus yang kesana juga tidak di pungut biaya.”
Bagi para peziarah yang percaya kepada mitos seks kemukus bahwa saah satu persyarat makbulnya permintaan di Kemukus adalah melakukan hubungan seks dengan selingkuhan maka mereka akan mencari pasangannya masing-masing.
Salah satu cara adalah janjian lewat hp , mereka mengenal istilah “ngebel”  mereka janjian kapan mereka datang ke kemukus dan saling kontak lewat hp.
Ketika sampai di kemukus mereka akan saling kontak lagi dan mencari tahu siapa yang ngebel. 
Suatu siang tiba tiba Ibu –Ibu dengan wajah tergesa gesa mbertanya pada laki-laki di samping saya “bapak yang namanya K ”bapak itu menjawab “bukan”lho siapa yang namanya k “ dengan wajah cemas

Di dekat sendang seorang kakek yang dari logat bahasanya berasal dari sunda sedang ngobrol ketawa ketiwi dengan orang-orang yang ada di warung. Lalu tiba-tiba datang seorang perempuan gemuk dengan dandanan menor sambil memeluk-meluk si kakek dengan manja memanggil abah. Setelah beberapa menit saling cubit, saling peluk dan saling pegang, sang abah mengeluarkan uang selembar 50 ribu.
Si erempuan ‘alhamdulillah, rejeki ya bah” sambil ketawa kesenangan.
Beberapa hari ini kami berada dilokasi Gunung Kemukus, tepatnya di daerah Sragen, Jawa Tengah. Tiap waktu kami gunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan apa yang kami kaji. Sungguh hal yang penuh tantangan bagi kami karena baru sekali ini terjun dalam bidang (penelitian) seperti ini. Pencarian data yang melingkupi cungkup, sendang, warung, tempat retribusi, dan tempat-tempat lainnya membuat kami kelelahan. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak untuk menikmati apa yang ada disekeliling Gunung Kemukus di waktu sore. Hanya untuk refreshing pikiran yang sudah menumpuk dalam pikiran karena sudah mulai masuk dalam aluran kehidupan Gunung Kemukus. Di sisi luar komplek Gunung Kemukus terdapat panorama alam yang elok dan memanjakan mata. Gemercik air aliran sungai, pemandangan bukit yang memukau, dan hijaunya tumbuhan jagung dan sayuran lainnya menambah elok pemandangan di luar sisi komplek Gunung Kemukus. Rasa lelah pun seakan lepas dari tubuh dengan suguhan pandangan alam nan mempesona tersebut yang kami nikmati pada sore hari di Kemukus.
Menjelang senja, kami dikejutkan dengan munculnya sepasang pria dan wanita muncul dari semak-semak pohon jagung, tepatnya dari bawah jembatan menuju Gunung Kemukus. Positif thinking kami mengira bahwa itu adalah pasangan suami-istri yang telah selesai bercocok tanam sore itu. Dari tempat kami duduk yang kira-kira seratus meter dari mereka, kami memperhatikan langkah mereka yang menuruni jalan setapak menuju bibir sungai. Setelah tiba dibibir sungai, si wanita berhenti. Kami kira mereka akan membasuh tangan dan kaki mereka setelah dari ladang. Tetapi yang terjadi adalah si wanita menanggalkan seluruh pakaiannya dan meletakkan diatas batu. Kemudian mandi dengan air sungai tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Yang lebih menggairahkan adalah si wanita ‘cawek’ juga menggunakan air sungai tersebut. Padahal kalau dipikir, yang dibersihkan adalah organ paling vital yang dimilikinya dan kaum wanita lainnya. Apakah wanita tersebut tidak memikirkan kebersihan air dan organ kewanitaannya? Hal serupa juga dilakukan oleh si laki-laki. Dia juga mandi disungai tanpa sehelai benang yang menutupi badannya. Mereka tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Mata-mata liar memandang tubuh bugil yang sekiranya dapat membangunkan gairah mata laki-laki yang memandangnya.
Banyak orang yang melihat peristiwa yang menggiurkan tersebut. Kami, para petani, bahkan orang yang lewat diatas jembatan diatas sungai pun juga ikut melihat. Sampai-sampai orang yang membawa kendaraan menghentikan laju kendaraan mereka hanya untuk melihat tubuh-tubuh polos itu yang basah karena mandi disungai tanpa tedeng aling-aling. Selepas mandi kemudian mereka berjalan keatas menaiki jalan setapak menuju komplek Gunung Kemukus. Kami hanya duduk terdiam menahan tawa, kaget dan perasaan lainnya ketika mereka berjalan didepan kita dengan santai dan cueknya. Dan tampaknya mereka cuek saja dengan apa yang telah mereka lakukan dan di tonton banyak orang.
Menjelang magrib ketika kami memutuskan untuk pulang kepondokan menginap, dikejutkan lagi dengan pemandangan yang lebih ‘hot’ dari apa yang kami lihat sebelumnya. Ternyata bibelakang kami duduk tadi banyak laki-laki dan perempuan yang mandi bersama di mata air yang terdapat dibibir sungai. Bahkan mereka tampak asyik-asyik saja dengan mandi bugil bersama mereka. Tidak jarang mereka terlihat saling bahu-membahu membersihkan badan teman mandinya. Hal itu membuat kami semua berhenti sejenak untuk menelan ludah yang sudah membasahi mulut dari tadi. Pemandangan senja yang penuh dengan eksotisme lekukan tubuh yang dibungkus dengan basuhan air sugai membuat kerasan siapapun yang melihatnya. 
Tidak jauh dari tempat mereka mandi bugil bersama, juga terdapat aktifitas biasa layaknya penduduk desa pada umumnya. Ada yang membersihkan ladangnya, mencuci disungai, dan juga ada yang buang hajat dibibir sungai. Dan mereka semua cuwek dan seakan-akan terbiasa dengan pemandangan tubuh-tubuh polos yang sedang berbasah-basah rai tersebut.

Malam itu kebetulan adalah malam jum’at pon yang merupakan malam puncak ritual dalam selapan hari. Jadi akan ada banyak sekali pengunjung yang berziarah di Gunung Kemukus. Dan pada saat itu memang terlihat sudah banyak pengunjung yang mulai memadati jalan menuju makam Pangeran Samudro. Baik tua, muda, laki-laki, maupun perempuan. Entah dengan maksud untuk berziarah betulan atau hanya akan menikmati surganya seks yang ada disajikan disana. Setelah sholat isya, kulanjutkan perjalanan sendirian untuk mencari data tambahan dengan menyusuri warung-warung yang letaknya tidak jauh dengan bantaran sungai. Jujur saja, karena pada saat itu aku masih penasaran dengan apa yang aku dan teman-teman temukan sore harinya. Yaitu seks ecek-ecek. Maksudnya adalah melakukan hubungan seks tidak pada tempatnya. Artinya adalah melakukan hubungan badan ditempat-tempat yang tidak sewajarnya. Seperti yang kami temukan tadi sore, sepasang laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks di semak-semak pohon jagung.
“Mampir mas?”
Kagetnya bukan main ketika mendengar kalimat ajakan untuk singgah di warung dari seorang PSK. Karena saat itu aku sedang melamun. Ajakan tersebut terucap dari mulut PSK yang sedang mangkal di warung tersebut. Tentu saja dengan menggunakan pakaian yang dapat menggoda syahwat. Pakaian yang sangat seksi, ditambah dengan belahan dada dan kolam susu yang sangat ketara. Makhluk Tuhan yang paling seksi berkeliaran disana.
“Terima kasih”
Jawabku singkat, karena sedikit gemetar dan jujur saja karena masih kaget dengan pemandangan dadakan yang ‘hot’ tersebut.
Hal serupa juga terjadi disetiap warung yang terlewati. Aku pun juga menjawab dengan jawaban yang serupa juga. Hingga pada akhirnya saya berhenti didepan sebuah warung yang agak sepi pengunjungnya. Tanpa menunggu lama, muncul seorang PSK yang kebetulan masih muda. Ya kira-kira umurnya sekitar 19 tahunan. Tentunya juga menggunakan pakaian yang super ketat. Sehingga setiap lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas.
“Mari mampir, minum-minum mas!” katanya
Tanpa pikir panjang, aku pun langsung masuk warung tersebut. Karena pengen cepet-cepet dapat jawaban dari rasa penasaran. Mungkin saja PSK itu tahu.
“ Mau minum apa mas? ” tanyanya sambil memegang gelas.
“ Es teh adja mbak ” jawabku singkat.
“ Sendirian adja mas? saya Santi, asli Purwodadi ” katanya memperkenalkan diri sembari menyajikan es teh pesananku. Kemudian dia duduk disebelahku.
“ Iya ni mbak, sendirian adja. Nggak naik keatas mbak? “ tanyaku.
“ Nggak “ jawabnya singkat.
“ Kenapa? Males atau nunggu seseorang!? “ selidikku.
“ Iya nih mas lagi nunggu tamu lengganan. Diatas sudah ramai pho mas? “ tanyanya balik.
“ Yo nggak ngerti to mbak. Aku kan belum keatas. Harusnya mbak Santi dong yang lebih tahu! Kan sudah tahu adatnya sini“ jawabku pura-pura nggak tahu.
“ Biasanya sih kalau jam segini belum ramai. Paling bentar lagi, sekitar satu jam lagi “ memberitahuku.
“ Mau keatas pho mbak? “ tanyaku pengen tahu.
“ Nggak mas, udah punya langganan sendiri. Lagian kalau keatas capek, ntar kalau ketemu tamu harus balik kesini lagi. Mendingan disini nemenin Ibu “ jawabnya sambil melongok kedalam. Ibu yang dimaksud adalah germonya. Biasanya adalah pemilik warung dan layanan sewa kamar.
“ Biasanya kalau ‘main’ dimana adja sih mbak? “ tanyaku sembari malu-malu.
“ Main apa mas? Seks maksudnya? “ jawabnya dengan lantang tanpa rikuh.
“ Iya mbak ” jawabku singkat.
“ Kalau aku ‘mainnya’ harus dikamar. Nggak mau aku ‘main’ di bawah jembatan, pinggir kali (sungai), atau dibawah pohon sono “ jawabnya dengan polos, tanpa basa-basi.
“ Kalau bawah pohon biasanya disekitar cungkup mas. Di akar yang mlungker-mlungker itu lho. Kan disana gelap tempatnya to mas “ jelasnya lagi
“ What? Emang ada mbak yang ‘main’ ditempat-tempat kayak gitu? “ tanyaku pura-pura nggak tahu. Padahal ini merupakan inti dari tujuanku mampir warungnya.
“ Ada no mas, tamukan mantepe beda-beda ” jawabnya menjelaskan.
Semakin menarik ini menurutku, karena sedikit demi sedikit rasa penasaran yang dibutuhkan sudah mulai terjawab.
“ Mantepe tamu, maksudnya mbak? “ selidikku sambil mengernyitkan mata.
“ Ada tamu yang berkeyakinan bahwa ngeseks di bawah pohon, pinggir kali, bawah jembatan lebih cepet memuluskan doa harapan mereka ” Santi menjelaskan.
“ Biasanya tamunya yang cowok atau yang cewek mbak? “ tanyaku pengen tahu.
“ Nggak mesti mas, kadang tamunya yang cowoknya atau kadang tamunya yang ceweknya “ jawabnya enteng.
“ Tapi biasanya yang ngeseks dipinggir kali, bawah jembatan, atau dibawah pohon biasanya tamu-tamu lama mas , yang sudah agak tua“ jelasnya lagi.
“ Kok bisa mbak Santi bilang bahwa yang ngeseks ditempat-tempat itu tamu-tamu lama? “ tanyaku ingin lebih jelas.
“ Mas, dulukan belum ada kamar-kamar kayak gini, jadi tamu-tamu itu ngeseks ya ditempat-tempat kayak gitu ” jawabnya sewot sambil menunjuk kearah kamar-kamar yang ada didalam warungnya mangkal. Kamar-kamar tersebut kalau dari luar tidak tampak karena tertutup kelambu.
“ Ooo gitu to maksudnya. Ya sudah mbak, berapa semua? “ kataku mengenai penjelasannya. Sembari membayar uang minuman dan uang tips kepada mbak Santi atas informasinya.
“ Trimakasih mas. Nggak ‘main’ sekalian mas? “ katanya menggoda
“ Nggak, trimakasih. Mari mbak “ pamitku
Dari situ terjawab sudah rasa penasaran tentang temuan esek-esek dipinggir kali dan bawah jembatan tadi sore. Ternyata memang ada. Bahkan masih ada yang main disekitar cungkup. Hmmm, tambah penasaran. Namun ada yang masih mengganjal tentang hal tersebut. Saya masih pengen untuk menggali lebih dalam. Saya pengen ketemu dengan PSK yang biasa ‘main’ ditempat-tempat tersebut. Atau kalau bisa ketemu dengan peziarahnya. Ditambah lagi dengan pengen lebih lanjut menemukan tentang ngeseks dibawah pohon sekitar cungkup. Dan kata mbak Santi biasanya diakar belakang cungkup.

Malam sudah semakin larut di Gunung Kemukus, tamu-tamu yang berkunjung ke makam Pangeran Samudro juga semakin padat. Penjual bunga, jamu kuat, dan air sendang pun ikut sibuk berebut mencari para tamu agar membeli barang dagangannya. Jalan menanjak menuju cungkup makam pun sudah mulai sesak. Hilir mudik peziarah menjejali jalan-jalan menuju komplek makam. Pengunjung harus antri untuk dapat naik keatas. Namun ada juga pengunjung yang memilih jalan yang memutar tetapi agak jauh hanya untuk menghindari kepadatan masa.
Jalan yang memutar tersebut biasanya sedikit gelap, karena memang tidak banyak dilewati dan warung-warung yang buka disepanjang jalan melingkar tersebut hanya terang dibagian warungnya. Tidak sampai menerangi badan jalan. Namun kalau dicermati, justru para PSK yang mangkal di warung-warung tersebut lebih berani dalam berdandan dan berpakaian. Mereka seolah-olah bersaing memamerkan ‘property’ anggota tubuh mereka. Baik dengan menunjukkan pahanya sampai dengan kelihatan celana dalamnya, atau juga dengan mengenakan tank top untuk memperlihatkan belahan dada dan kolam susunya. Ditambah dengan panggilan-panggilan menggoda syahwat dari para PSK yang mangkal tersebut. Namun eksploitasi tubuh-tubuh sintal tersebut semata-mata hanya untuk menarik mata dari pengunjung yang lewat untuk meliriknya. Dan kalau mungkin mengencaninya. Tentu saja tergantung dari transaksi keduanya.
Saya pun tidak ikut ketinggalan ikut-ikutan melingkari jalan yang gelap tersebut. Pemandangan double paha panas dan belahan ‘gunung kembar’ memang disuguhkan dengan cuma-cuma. Membuat suasana malam yang dingin menjadi sedikit lebih hangat karena adrenalin lelakiku ikut-ikutan memicu darah untuk memanas. Akan tetapi bagi pengunjung yang sudah mendapatkan pasangan atau membawa pasangan sebelumnya tentu saja double paha panas dan belahan ‘gunung kembar’ yang di gelar layaknya dagangan dipasar tersebut tidak ngefek sama sekali.
Sampai di dermaga tempat naik turun pengunjung makam (dulu, kalau air sungai meluap atau akrab disebut dengan danau yang mengelilingi Gunung Kemukus, (sekarang nganggur)), saya ketemu dengan seorang PSK yang agak tua, umurnya sekitar 30 tahunan keatas sedang duduk (mangkal) di pos ronda dekat dermaga. Sedikit ragu-ragu saya menghampirinya. 
“ Sendirian adja mbak? “ tanyaku membuka suara.
“ Eh, iya ni mas “ jawabnya sedikit kaget dengan kedatanganku yang arahnya dari belakangnya duduk.
“ Mase juga sendiri? Udah nyekar? “ tanyanya balik kepadaku.
“ Belum mbak. Nanti-nanti adja, sekarang masih rame! Nggak keatas ni mbak? “ tanyaku pengen tahu kenapa dia masih disini (bidawah).
“ Aku jarang keatas kok mas, aku sudah dua tahun ini kalau nunggu tamu selalu disini “ jelasnya.
“ Cari pasangan mas? Saya masih kosong kok! ‘main’ murah kok? Buat penglaris aku kasih murah ” ajaknya menggodaku.
“ Masalah ‘main’ gampang, nanti kalau udah nyekar “ kilahku untuk menolak ajakannya.
“ Emang berapaan? “ tanyaku tentang tarifnya sekali ‘main’ sambil melihat badannya.
“ 60 ribu kalau dikamar “ jawabnya singkat.
Pura-pura nggak tahu dan kaget dengan maksud jawabannya, padahal jawaban tersebut hampir menegaskan penasaranku sore tadi. Saya pun menimpali jawabannya dengan membalikkan pertanyaannya.
“ 60 ribu dikamar, maksudnya? “ tanyaku.
“ Yang 10 ribu buat sewa kamar, yang 50 ribu tarifku mas “ jelasnya mengenai harga tubuhnya sekali ‘main’ short time.
“ Kalau dikamar tadi maksudnya gimana mbak? Emang mbaknya juga ‘main’ diluar kamar po? “ tanyaku menjelaskan pertanyaanku yang tadi.
“ Kalau nggak ‘main’ dikamar ya 50 ribu mas “ jawabnya.
“ Terus kalau nggak ‘main’ dikamar, ‘main’ dimana? Tanyaku pengen tahu, padahal sudah tahu.
“ Tergantung tamunya mas. Kadang ada tamu yang nggak mau ‘main’ dikamar, mereka mantepe ‘main’ ditempa terbuka. Ada yang mau di bawah pohon belakang cungkup, ada juga yang dipinggir kali bawah situ “ jelasnya padaku sembari menunjuk kearah bawah yang nota bene adalah semak-semak jagung dan bawah jembatan.
“ Terus ‘maine’ piye (gimana)? “ tanyaku pengen tahu secara rinci sambil menunjuk tempat yang gelap dibawah sana.
“ Ah mase ki lho gayane ra ngert. ‘Maine’ yo biasa adja “ jawabnya sambil menepuk tanganku.
“ Maksudku, telanjang nggak? “ tanyaku dengan lantang.
“ Tergantung tamunya mas. Kalau dibawah pohon belakang cungkup nggak telanjang, kan banyak orang. Kalau di pinggir kali bawah jembatan, atau semak-semak bebas, mau telanjang atau nggak tergantung tamunya. Soale  dibawah (bawah jembatan atau semak-semak) kan gelap ” jelasnya tanpa malu-malu.
“ Kalau aku sebetulnya lebih suka dibawah sono mas, soale lebih bebas, nggak ketahuan temen-temen dan tamu “ jelasnya lagi tanpa ditanya.
“ Terus ‘maine’ piye kalau nggak telanjang? “ tanyaku pengen tahu lebih detail karena jawaban mbaknya yang polos ini hampir menjawab seluruh rasa penasaranku tentang seks ecek-ecek.
“ Mase ki lho, gayane ra ngerti “ jawabnya malu-malu.
“ Gayane piye tho? Akukan bener-bener nggak ngerti “ jawabku mbodoni.
“ Kalau dibawah pohon mas, kan nggak telanjang, aku cuma naikkan rok kalau pake rok. Kalau pake celana yo cuma mlotrokke kathok (menurunkan celana)Kadang akunya njengkeng tamune ngadek neng mburi. Kalau ngak gitu ya aku mlumah ngangkang tamune neng nduwor. Nek ra ngono yo akune dipangku. Lagian wektune to meng sedilit kok. Ra nganti limolas menit. “ jelasnya dengan lugu.
“ Kalau di bawah? “ tanyaku lagi
“ Kalau dibawah bebas mas, mau telanjang apa nggak tergantung selera “ jawabnya dengan ketawa dengan kata-kata seleranya.
“ Kalau di bawah alasnya pake apa mbak? Tanyaku selidik.
“ Kadang ada yang pake alas koran, alas baju, bahkan ada juga yang nggak pake alas mas “ jawabnya sambil nyengenges (ketawa).
“ Hiiiii, gatel dong “ komentarku.
“ Gatel-gatel kan enak mas. Rasanya tambah gimana gitu!? “ kilahnya
“ Hahahaha” tawa kami pun keluar menggelegar secara bersamaan tanpa disengaja.
Setelah ketawa bareng beberapa saat dan mbaknya (PSK) juga menyalakan rokoknya kembali. Karena kebetulan saat itu jarang pengunjung makam (cowok) yang lewat. Yang lewat sudah berpasang-pasangan. Jadi tidak mengganggu aktifitas mangkal mbaknya. 
“ ‘Mainnya’ pake kontrasepsi nggak mbak? “ tanyaku mulai berani.
“ Kondom? Aku kelupaan mbawa je mas, jadi nggak pake! “ jawabnya sambil pura-pura buka tasnya.
“ Nggak takut hamil mbak? “ tanyaku lagi.
“ Kan habis ‘main’ langsung dibersihkan mas” jawabnya pede.
“ Bersihkan pake apa? “ tanyaku selidik.
“ Bersihkan pake sabun ini lho mas! “ jawabnya sembari menunjukkan sabun cair khusus wanita yang diambilnya dari dalam tas. Dan menunjukkannya padaku.
“ Caranya? “ tanyaku lagi ingin tahu.
“ Sabunnya buat cawek mas “ jawabnya singkat.
“ Emang bisa bersih mbak sperma yang keluar didalam hanya dengan cawek pake sabun itu? “ tanyaku lagi ingin jawaban yang lebih detail.
“ Ya ngak cuma cawek tok to yo mas. Nggo ngresiki sperma yang masuk kedalam, jariku juga tak masukkin ke dalam (vagina). Karo diuthek-uthek. Kan bersih tho? “ jawabnya sedikit membuatku merinding. Geli. 
“ Kalau nggak githu ya sebelum kesini suntik dulu mas! “ jelasnya lagi.
“ Ooo, githu tho “ jawabku singkat karena sudah mulai mrinding dengan jawaban yang vulgar tersebut.
“ Jadi kalau ‘main’ di bawah pohon dan dipinggir kali duitnya utuh masuk kantong pribadi ya mbak? “ tanyaku meredam nuansa libido.
“ Ya jelas mas, lumayan 10 ribu bisa buat beli rokok atau tambah-tambah modal buat bawa pulang. Dari pada dikasihkan buat orang (germo pemilik warung dan kamar). Lagian kalau ada tamu yang ngajak ‘main’ dikamar juga kadang-kadang nggak dapat kamar karena penuh tamu “ jawabnya tarang-terangan.
Jawaban polos mbaknya ini memperjelas kapitalisme atau perputaran uang yang ada di Gunung Kemukus. Bagaimana terlihat dengan jelas uang 10 ribu begitu berharga untuk dapat menambah modal untuk dibawa pulang. Dari pada diserahkan kepada germo pemilik kaar yang hanya duduk diam. Kurang lebih lima belas menitan (short time) dapat uang 10 ribu dari PSK yang menggunakan kamarnya. Dan apabila dikumpulkan tentunya dapat menjadi banyak. Semakin banyak tamu yang menggunakan jasanya tentunya kalkulasi uang yang dikumpulkan juga tidak sedikit. Tidak kebagian kamar memang dilihat menjadi alasan yang masuk akal dengan banyaknya tamu yang berkunjung dan memanfaatkan jasa persewaan kamar demi lancarnya hubungan seks yang mereka lakukan tanpa takut dilihat orang lain adegan ranjang yang dilakukannya. Baik jasa kamar saja maupun kamar plus PSKnya. Disamping alasan tidak dapat kamar tentunya rasa eman-eman terhadap uang yang didapat tentunya menjadi daya yang kuat untuk mempertahankan pendapatan atau penghasilan melacurkan dirinya ditengah ekonomi yang menghimpit. Apalagi bagi yang free alias tidak punya mami (germo). Karena mereka datang ke Kemukus dengan biaya sendiri. Dan punya niat dan keharusan bahwa kalau pulang harus membawa uang lebih dari modal semula.
“ Bener tu mbak, usaha-usaha sendiri ko duitnya dibagi. Hehehehe “ jawabku solah-olah simpati.
“ Eh mbak aku keatas dulu, thanks atas waktunya. Kapan-kapan kita ketemu lagi, ok? “ pamitku sambil memberikan amplop uang tips untuk beli rokok.
“ Sama-sama mas. Oh, thanks juga amplopnya “ jawabnya sambil menerima dan akan membuka amplopnya sembari tersenyum.
“ Eh mbak, hampir lupa, namanya siapa? Dan dari mana? “ tanyaku balik setelah berdiri.
“ Saya Nanik mas, dari Jember “ jawabnya sembari melambaikan tangan dan kedipan mata genitnya.

Cungkup dimalam hari bagaikan pasar yang baru buka. Bisa dilihat dari banyaknya orang-orang peziarah yang berjejalan pengen masuk makam Pangeran Samudro untuk nyekar dan didoakan oleh juru kuncinya. Banyaknya peziarah menambah ramai suasana malam disana. Ada yang istirahat di sekeliling makam. Ada juga yang di luar makam atau di serambi makam. Dijejali dengan peziarah yang ingin masuk ke nisan Pangeran Samudro. Sehingga nampak suasana yang padat di pendopo makam.
Disisi luar pendopo makam yang digunakan untuk nyekar dan istirahat para peziarah, ada banyak orang yang memadati pintu keluar atau samping-samping pendopo makam. Bahkan di taman luar pendopo juga dipadati pengunjung. Entah berpasang-pasangan, bergerombol atau sendiri. Orang-orang tersebut adalah PSK-PSK yang mangkal. Mereka menunggu dan mencari pasangan kencan yang telah selesai nyekar. Ada yang menunggu langganan kencannya. Ada juga yang mencari pasangan kencan baru. Jadi tidak terlalu susah mencari PSK disekitar cungkup.
Di taman yang mengelilingi makam dan jalan menuju makam juga dipadati oleh manusia. Kebanyakan yang disana adalah orang-orang yang cuma nongkrong bergerombol. Ada juga pedagang yang menjajakan dagangannya. Namun yang paling banyak adalah transaksi seksual yang dilakukan oleh PSK dan pengunjung yang kesana hanya untuk menikmati surganya seksualitas yang ditawarkan di Gunung Kemukus.
Cahaya remang-remang dari sinar rembulan ditambah sinar cahaya lampu yang tertutup rindangnya daun pepohonan yang tumbuh disekitar pendopo cungkup dimalam pekat di Gunung Kemukus menambah suasana mistis dicampur erotis semakin kental. Nuansa erotis lebih terasa karena transaksi yang dilakukan PSK kebanyakan dilakukan dibawah-bawah pohon. Bahkan tidak segan-segan mereka saling bercumbu dan saling meraba bagian tubuh. Tidak ada rasa risih dari pasangan tersebut. Tentu saja, karena hal tersebut wajar karena banyak pasangan-pasangan yang lain juga melakukan hal yang serupa disana. Live show erotis yang disuguhkan disana menjadikan malam yang dingin tidak terasa. Yang terasa adalah ludah yang ditelan dan kolomenjing yang naik turun di kerongkongan. Jadi terasa sedikit hangat badan ini karena melihat pemandangan yang ‘hot’.
Biasanya setelah terjadi deal dari harga transaksi seksnya pasangan-pasangan tersebut lalu menuju kewarung-warung miliki induk semangnya yang didalamnya terdapat kamar-kamar ukuran kecil. Untuk menyalurkan libido yang sudah memuncak. Bersama dengan pasangan yang sudah ditawarnya. Kalau dihitung waktunya, rata-rata yang ngamar tersebut paling lama sekitar lima belas menitan. Jadi bisa dibayangkan, berapa kali PSK tersebut ngeseks dengan tamu-tamu yang mengencaninya dalam satu malam. Hampir seluruh pasangan yang berada dilokasi taman tersebut melakukan hal yang serupa.
Namun ada juga yang tidak menuju kewarung-warung yang ada kamarnya tersebut. Namun tidak banyak. Mereka menuju kebelakang cungkup. Akupun tidak ketinggalan menguntit mereka. Tentu saja tanpa sepengetahuan mereka. Karena merasa heran. “ Lho, kok tidak kekamar. Kok malah kebelakang cungkup. Jangan-jangan mereka!? ” Begitu kata batinku sambil mengingat-ingat kata mbak Santi dan mbak Nanik (PSK yang mangkal dibawah), yang mengatakan ada yang main dibawah pohon sekitar cungkup.
Setelah diamati, ternyata kondisi dibelakang cungkup sangat kontras kondisinya dengan depannya. Dibelakang cungkup sangat gelap karena sinar lampu yang mencoba untuk menerangi taman terhalang oleh rindangnya pepohonan yang tumbuh disitu. Bahkan akar-akar pohon yang besar sampai muncul pada permukaan tanah. Akar-akar pohon tersebut yang dituju oleh pasangan yang tidak ngamar. Mereka duduk-duduk santai sambil ngobrol ngalor ngidul tak jelas. Sembari mengamati sekelilingnya sudah sepi apa belum.
Kalau kondisinya terlalu ramai, mereka hanya terus ngobrol yang nggak jelas. Namun samar-samar telihat dengan jelas bahwa permainan tangan yang menjamah seluruh tubuh sudah mulai berlangsung. Diselingi juga dengan cumbu-cumbuan basah yang mereka lakukan. Sudah membuat ‘burung’ silelaki berdiri. Kalaupun ada yang melihat, mereka nampak tenang-tenang saja. Tidak ada rasa malu atau apalah atas apa yang mereka pertontonkan. Hal itu wajar, karena di Gunung Kemukus seks adalah hal yang biasa bagi siapapun yang ada disana. Eksploitasi tubuh, bahkan sampai dengan permainan ranjang adalah bagaikan makanan sehari-hari bagi masyarakat sana.
Apabila kondisinya sudah memungkinkan, walaupun ada saja yang lewat namun tidak memperhatikan, mereka akan langsung tancap gas memacu adrenalin. Silelaki menurunkan celananya, sedangkan wanitanya juga menurunkan celananya dan langsung njengking didepan lelaki pasangannya. Tanpa menunggu lama ‘burung’ yang sudah manggung tersebut masuk kedalam lubang ‘sangkar’ yang ada didepannya. Seolah-olah berpacu dengan waktu dan keadaan sekitar. Tidak berlangsung lama kejadian tersebut. Entah spermanya keluar didalam ‘sangkar’ atau keluar diluar tidak terlalu jelas karena kondisi yang terlalu gelap. Ditambah dengan tempat pengintaianku yang kira-kira jarahnya sepuluh meter dari pasangan yang sedang memacu adrenalin tersebut.
Sambil membetulkan celananya, lelaki yang terengah-engah karena kelelahan tersebut bersandar dipohon sambil membuka dompet dan mengambil uang bayaran untuk diserahkan kepada wanita PSK yang telah dikencaninya. Entah berapa jumlah yang diberikan. Wanita PSK tersebut juga sedang membersihkan vaginanya. Namun yang mencengangkan adalah, dia membersihkannya hanya dengan menggunakan sepotong kain untuk ngelap ‘barangnya’ tersebut. Kemudian membetulkan pakaiannya sembari menerima uang imbalan dari lelaki yang mengencaninya, dan pergi setelah semuanya selesai meninggalkan lelaki tersebut yang masih tergolek lemas didahan pohon.
Wanita PSK tersebut menuju tempat yang agak terang untuk memebetulkan make up. Kemudian mangkal lagi kedepan cungkup untuk mendapatkan lelaki hidung belang lagi. Ketikaku berbalik arah melihat lelaki yang habis ‘main’ tadi, ternyata dia sudah tidak ditempatnya lagi. Kucoba untuk mencarinya, namun hasilnya nihil. Karena terhalangnya pandangan ditengah gelapnya malam dan tertutupnya cahaya terhalang pepohonan. Apalagi kondisi belakang cungkup pada waktu itu sedikit ramai.
“ Ternyata benar “ gumamku sambil tersenyum membenarkan kata-kata mbak Santi dan Mbak Nanik yang menunjukkanku tentang adanya seks yang dilakukan di sekitar cungkup, lebih tepatnya dibelakang cungkup atau dibawah pohon yang sedikit lebih gelap.
Rasa penasaranku tentang adanya seks ecek-ecek di bawah jembatan, pinggir sungai dan di bawah pohon sekitar cungkup yang ada di Kemukus terjawab sudah. Ternyata hal tersebut memang ada dan lumrah terjadi di sana. Meskipun intensitas peziarah yang melakukan hubungan seks dengan PSK atau dengan sesama peziarah lainnya di tempat-tempat ecek-ecek tersebut relatif sangat kecil namun tetap ada. Dibandingkan dengan seks yang dilakukan dikamar-kamar, seks ecek-ecek ditempat-tempat kayak begini ini bukanlah tandingannya. Ya perbandingannya 100 berbanding 1. Namun dari semua yang telah dibuktikan ini tentunya menambah wawasan tentang adanya bentuk-bentuk ritual seks yang diluar sewajarnya.


Tanpa sengaja salah seorang dari tim melihat seorang gadis belia, cantik dan nyentrik dengan tindikan dihidung lagi ngobrol dengan seorang laki-laki. Tidak begitu jelas apa yang dibicarakan, hanya sedikit yang bisa ditangkap yakni nada penolakan,,setelah bapak-bapak itu pergi dan gadis itu terlihat sendiri, salah satu dari kami mencoba mendekatinya dan diajaknya dia ngobrol :

“mbak, misale aku ngobrol karo sampean piye?”
“ngorol opo mas?”
“yo ngobrol-ngobrol wae, neng ngarepan yo”

Setelah beberapa lama, dan dalam keadaan agak mabuk barulah dia mau diajak kedepan
„neng ngarep warung wae yo..“
”mbak sampeyan wis suwe neng kene?”
“wis suwi piye maksude?”
“ora ngene loh maksudku, aku terus terang wae niatane rene kuwi penelitian skripsi. Lah aku njaluk tulung neng sampeyan nggo wawancara, iki akau najluk tulung neng sampeyan kira-kira gelem ra diwawancarai?”
“emoh aku mas nek wawancara direkam, masalahe aku wedi, yo nek ngobrol-ngobrol wae ra opo-opo.”
“oh yo wes ra opo-opo,  song  lek ganggu sampeyan….”
“Eh ngopoe sampeyan ketoke rodo ra penak awake “
“biasa mas aku lagi “on””
“on piye tho? Tanyanya rada blo’on
“aku lagi make’e”
“oh….sampeyan lagi nggawe narkoba, opo modele? Pil koplo, cimeng, opo….”
“saya pake pil mas”
“sampeyan aslinya mana tho?”
“semarang”
“wes suwi make’ narkoba?”
“sejak kelas 3 SMP mas…”
“Saya kemarin denger dari ibu (germo), katanya disini ada yang bawa (pengedar), katanya barangnya dari semarang. Saya dari rumah Cuma bawa satu, tapi ternyata sampe sini juga gak ada barangnya, hari ini orangnya itu gak dateng ke sini. Yo wis akhirnya saya make barang saya sendiri sambil minum”
“minum apa?”
“bir campur kratingdaeng”
“sampeyan puas gak nggawe ngono iku mau?
“yo puas gak puas masalahe ora ono barange”
“masalahe aku kalo gak make itu gak bisa tidur, gak tenang”
“berarti sampeyan wes kecanduan “
“ya bisa dikatakan begitu”
“sampeyan dari semarang kesini sama siapa-siapa naik apa? “
“sendiri, naik motor “
“dari sana jam berapa mbak?”
„sekitar jam 2-an ya habis sekolah itu „
“oh… berarti sampeyan masih sekolah “
“yo”
“kelas piro?”
‘kelas telu”
‘berarti sampeyan ke kemukus kuwi ngapain?”
”yo memang buat gini ini mas, buat refreshing, saya stress kalau dirumah “
“terus orang tua tau ndak kalo sampeyan kesini?”
“nggak mas”
“alasan sampeyan?”
“ke kondangan”
“o…h ke kondangan…besok kan tanggal merah mbak?berarti tiap liburan     sampeyan ke kemukus.”
“bukan hanya liburan, kadang saya mbolos sekolah”
“trus sampeyan dikemukus ini untuk apa? “
“ya hanya itu mas buat make”
“berarti dikemukus itu ada jaringan narkoba? “
“sebenarnya ada, tapi hari ini orangnya memang gak datang kesini. Jadi aku sulit untuk nyari barang. Jadi aku hari ini Cuma make’ segitu yang kubawa dari semarang sendiri, sambil minum.”
“ceritanya gimana ko’ sampek anda terjun ke dunia narkoba?”
“kelas dua SMP, aku tuch minggat dari rumah ke Jakarta nyari kerja. Disana saya kerja sebagai pembantu, saya ketemu saudara saya disana terus dicarikan kerja jadi pembantu. Sampe’ akhirnya saya mau diperkosa sama majikan saya. Saya bertahan selama 6 bulan. Akhirnya saya lari pulang kerumah dan saya ngelanjutin sekolah saya.”
“tanggapan orang tua anda gimana?”
“ya, namanya juga anak mas, apapun yang terjadi tetep dirawat sama orang tua. Dan ternyata sampai SMA kebiasaan saya merokok, nakal tidak berubah sampek akhirnya saya mencoba memakai narkoba, sampai akhirnya saya kecanduan seperti ini.”
“berarti sampeyan disini gak maen mbak?”
“nggak, ditawar berapapun saya nggak mau, tadi aja yang nawar 50ribu tapi ‘taik’ tak pisui malahan wonge…”
Setelah itu dia pamit ke belakang “sory mas kebelet pipis” kata si gadis mengakhiri percakapan kami. Setelah itu ia tanya-tanya sama seorang ibu (germo) katanya “dia juga maen kok mas” 
 “bu kok rodo uraan to? tasih bocah nopo?”
“nggih mas niku tasih bocah, tasih SMA niku mas “
„oh nggih to, niku mben dinten teng mriki bu?“
„nggih mboten mas, nek mriki naming nek rame niku mawon kados suro ngeten niki, kalin jumat pon „
„berarti mboten tetep teng mriki to bu?“
„nggih mboten mas. Alasane isih sekolah bocahe“
„berarti nek jumat kliwon, selasa kliwon mboten mriki bu?“
„mboten mas, lha wong mboten rame, mboten kados jumat pon kaleh suran ngeten niki“
‚oo…tak kiro nyare mriki mbak’e. kagungan kamar pinten bu?“
„naming sekedik kok mas, naming wolung (8) kamar „
‘lumayan niku bu nek rame’ jawabnya menimpali 
‘ nggih sitik-sitik ngge tambah-tambah tuku beras’
„nek sekali make entuk jatah pinten bu?“
„nggih tergantung bocahe mas, enten sing nyaosi gangsal (5) ewu, enten seng sedoso (10) ewu, tegantung bocah-bocah.“
„lek mbak’e niku wau “saget” bu? ‚
“nggih lek mriki mesti saget to mas “
“lha mbak’e wau ngendika teng mriki naming ngguang stress, ngombe-ngombe kaliyan nge-drugs “
“nggih biasa niku ngge nutupi, buktine mbak’e mau din yang to skeet (50 ribu) neng ra gelem, cobo ngenyang rong atos ewu (200 ribu) langsung gelem mas “
„biasane standare mase pinten? „
“yo neng nduwur satusan””
“oh…gitu o..”
“nggih maklum mas, tasih SMA to, kan taseh bocah lagi larang-larange
“nduwe anak piro bu?
“aku ra nduwe ‘anak’ buah mas, ora nduwe ‘anak’ mas, meng nggonaku kuwi dadi ujugane bocah-bocah “
“lha biasane do teko jam pinten?”
“nggih awan wau pun do teko mriki, do golek tamu yo neng cungkup, dewe-dewe engko nek wis do dadi (transaksi) langsung do ndene “
“o..gitu, nek tak delok niku wau sing neng kene bocahe tasih enom-enom nggih bu? “
“nggih ngoten niku mas”  tiba-tiba PSK datang ikut nimbrung, pembicaraan pun terhenti.

Awalnya untuk memulai ngobrol dengan penizarah rada-rada kesulitan kerena situasi yang sangat ramai . Namun tak dinyana seorang bapak menghampiri dan langsung mengajak ngobrol 
„dari Mana mbak?
„Dari jogja pak, bapaknya dari mana?
„Saya asli sini mbak, Sragen. Ya kemukus sini.
„Oooo…di kemukus sini, rumahnya dimana pak?
„Di bawah situ (sambil menunjuk ke bawah), sudah berapa kali kesini mbak?
„Baru sekali ini pak
„sama siapa
“sama temen pak , oh ya pak, katanya besok rame ya pak?
“ya”, jawabnya singkat sambil mengangguk
“mulainya jam berapa pak?”
“Besok pagi, jam 7, saya juga jadi panitia”
“Ooo… ada kepanitiaannya juga to pak, trus acaranya gimana? 
“Larap kelambu, jadi besok itu kelambu makam dibawa kesungai, dicuci, setelah itu dibawa ke atas lagi. Di tempat pembilasan trus di jemur.
“Denger-denger kelambunya itu jadi rebutan, dijual ya pak?
“iya”
“berapa pak biasanya?
“kalo di tempat saya biasanya 20 rb tapi ada yang bayar 100 rb, tapi kalo mbak mau nanti saya kasih, ndak usah bayar.
“lho… bapaknya dapat jatah kelambu to, emang kalo jadi panitia dapet jatah ya pak?
“iya
“biasanya dapet berapa meter pak?
“paling setengah meter mbak, ohya Mbaknya punya usaha apa?
“Enggak kok pak masih sekolah
“lho.. terus kesini mau apa?, Oooo mbaknya pengen dapet pekerjaan to?
“Iya sih pak
“Kalo mbaknya mau, saya bantu, saya juga pernah bantu mahasiswa Jogja, sekarang malah sudah seperti saudara sama saya. Dulu dia juga udah mau lulus terus pengen dapet kerja akhirnya saya bantu. Kalo disini jalan sama saya itu aman mbak, gak ada yang ganggu soalnya orang sini udah tau saya, semua.
“oh ya… maksudnya bantu gimana pak?
“kalo disini kan harus sama pasangan mbak, laki-laki sama perempuan  jadi nanti mbak sama saya,  tapi nanti harus berhubungan seperti suami isteri lho mbak?
“oh gitu to pak, emangnya kenapa ko' harus melakukan hubungan seperti suami isteri pak, itu wajib ya pak?
“iya, ya emang harus kayak gitu kalo keinginannya mau bener-bener terkabul
“Ooo emang itu syarat yang harus dijalankan ya pak, emang gimana ceritanya ko' sampe ada syarat seperti itu
“ya....  itu sabdo dari pangeran samodra sendiri bahwa, barang siapa yang punya keinginan maka harus bisa nyonggo wirang pangeran samodra dengan melakukan hubungan suami isteri seperti pangeran samodra dengan nyai ontrowulan, agar keinginannya terkabul, tur nganggo ati seng mantep mbak!
“ooo gitu ya pak ceritanya…
piye mbak'e pun mantep dereng? Nanti biar sama saya aja, kalo baru dateng langsung ketemu orang sini itu berarti pertanda baik lho mbak, berarti jodoh. Berarti mbaknya dapet wahyu
“oh gitu to pak? Kaya' mukjizat ya pak
“iya mbak.., nanti saya anter mulai dari sendang sampe sini (cungkup) tapi kita harus berhubungan kayak suami isteri, ya nanti mbak anggap saya saudara aja…
‘berarti sewa kamar ya pak? Itu sampe pagi nggak sih pak?
‘ya nggak paling cuma bentar trus keluar duduk-duduk di luar 
‘ooo… kirain sampe pagi pak ?
‘ya enggak mbak, tapi kalo mbak mau sampe pagi nanti biar saya yang bayar kamarnya, biasanya kalo saya bawa tamu seperti mbak ini saya kasih temen saya lho mbak, itungannya saya sebenarnya rugi to! Tapi ya saya nggak mau di tempat saya sendiri
‘ooo.. bapak punya warung juga
‘ iya saya sama lek saya disini
„biasanya berapa pak sewa kamar
„tiga puluh ribu, mbak. Saya yang bayar ko'!, biasanya saya ngga' mau kalau di bayar perempuan  jadi untuk kamar saya yang bayar tapi , kalau misalnya dia bilang, 'biar saya aja yang bayar'  ya sudah…". 
„lho ko' bapak yang bayar berarti rugi donk?
„ya gak papa, niat saya kan bantu !, gimana mbaknya mau gak, nanti saya anter liat-liat biar tahu semuanya. Nanti saya bebas tugas jam 12 tapi sampe jam 2 aja, saya harus istirahat buat besok, apa sekarang aja pamit sama temennya mau kebawah sebentar, gimana?
„maaf pak, saya kesini sama teman-teman. Jadi lagi nunggu teman disini. Mungkin besok aja.“ Setelah datang teman kami dan pembicaraan berakhir. 

Hari berikutnya ngobrol santai dengan seorang pria, dilakukan di sekitar Sendang Ontrowulan, pada pagi hari, suasana sedikit lengang. Meskipun selalu ada kesulitan untuk memulai pembicaraan tapi akhirnya berhasil melakukan wawancara.

„Baru datang pak? 
„Iya. Mba'e sangkeng pundi
„Kulo Jogja, kalo temen saya dari padang pak.
“O. kemaren saya juga dari tempat anak saya di Sumatra juga
“Bapak aslinya mana?
“Saya Boyolali,
“Wah deket dong pak?, kemaren saya juga lewat Boyolali. Kesini sendiri pak, naik apa?
“iya sendiri aja, saya naek motor.
„udah berapa kali pak kesini?
„baru dua kali mbak
„bapak usahanya apa?
„saya gak punya usaha apa-apa, ya kata orang-orang bapak'e deso
“kepala desa ya pak?
“ya bisa dibilang begitu, lho kalo mbak nya ini udah berapa kali kesini?
“baru kok pak kesini, ya Cuma main-main saja, katanya kalo tanggal satu suro rame.
“punya usaha apa?
“saya masih sekolah pak, kuliah.
“mahasiswa to, semester berapa mbak?.
“semester tujuh
“berarti mau selesai ya mbak, udah kkn?
“udah kemarin pas gempa
“ditempat saya kemarin juga ditempati mahasiswa kkn ada juga yang dari jogja, UGM itu lho.
“UGM to!, ohya pak2 bapak tau kemukus dari siapa?
“saya suka baca peta itu lho mbak, ya tau dari peta. Sebenarnya saya malu ke sini takut ketahuan sama orang-orang desa
“teman-temannya ada yang kesini gak pak
“gak ada, nanti kalo ada saya malah malu wong saya tadi pamit sama ibu'e mau main-main mumpung libur, tapi ya sudah menyelasaikan tugas-tugas, surat-surat semua sudah beres.
“hari ini libur ya pak, nanti langsung pulang apa nginep pak?
“wah, saya kalo kesini ini gak pernah nginep mbak, wong saya punya tanggung jawab di masyarakat jadi gak boleh lama-lama ninggalin rumah. Dulu pertama kesini saya naik mobil sama sopir saya, tapi sekarang ya naik motor aja
“trus nanti pulang jam berapa pak?
“ya nanti paling sore setelah selesai dari atas
“awalnya kesini karena apa pak, kan biasanya orang-orang kesini punya keinginan biar terkabul, 
“awalnya dulu saya itu dicalonkan jadi kepala desa ya terus saya kesini, dan alhamdulillah saya lolos pemilihan 
“berarti bapak merasakan ada perubahan setelah dari sini, makanya kesini lagi ya pak?
“ya begitulah, saya kan sebagai kepala desa jadi punya tanggung jawab besar di masyarakat ya… biar semuanya lancar-lancar aja, bukan begitu mbak?
“iya pak.., udah keatas pak, katanya sekarang rame, ada upacara larap kelambu 
“belum, ya ini baru dateng, nanti bareng aja sama saya keatasnya
“oh ya nanti bareng-bareng 
“mau ke warung gak mbak, sama saya?
“makasih pak, saya sudah makan, baru aja makan trus kesini ini.
Akhirnya karena ditolak maka pak Kusmin pindah ke tempat duduk yang lain 



Catatan Refleksi 

Revolusi Seks dan Kapitalisasi Ritual;
Membaca Sosial-Ekonomi Masyarakat Gunung Kemukus

Oleh: Mutiullah, S.Fil.I., M.Hum; dosen filsafat UIN Sunan Kalijaga


Gunung Kemukus Understory  

Mendiskusikan Gunung Kemukus yang paling menarik adalah ziarah kubur, karena ziarah ini tidak hanya sekedar ziarah tapi juga disertai dengan ritual seks sebagai pelengkap dari ziarah kubur tersebut. Oleh karena itu, setiap malam jum’at pon, kawasan gunung kemukus selalu dipadati oleh pengunjung dari berbagai daerah. Salah satu alasan mengapa mereka berkunjung ke kawasan gunung kemukus, adalah untuk berziarah ke kuburan Pangeran Samudro yang tepat berada di puncak gunung tersebut. 
Fenomena ini menorehkan dua hal yakni ziarah kubur dan ritual seks. Dua hal ini ibarat dua sisi mata uang yang sama, keduanya tidak bisa dipisahkan karena keduanya telah menjadi ”dogma” bagi orang yang bersiarah ke makam Pangeran Samudro. Mereka berziarah sekaligus melakukan ritual seks. Meskipun tidak semua peziarah melakukan ritual seks tapi bisa dipastikan hampir semua peziarah, selesai berziarah langsung mencari pasangan dan ”ngamar” (berhubungan seks).   
Yang paling menarik, hubungan seks ini harus dengan selain pasangan resmi (suami-istri). Peziarah berhubungan seks dengan sesama peziarah yang sama-sama tidak saling kenal. Ritual ini dilakukan setiap malam jum’at pon, serta sebanyak 7 kali malam jum’at pon. Pada ritual terakhir ditutup dengan mandi kumkum di sendang yang dilakukan oleh dua pasangan yang tidak resmi tersebut. Banyak pengunjung yakin bahwa kuburan Pangeran Samudro memberi berkah dan manfaat, salah satunya bisa melariskan dagangan atau kenaikan pangkat bagi orang memiliki jabatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mardi seorang pedagang buah berasal dari Solo. Ia mengaku sudah menyempurnakan ziarah dan ritual sebanyak 7 kali dan mandi kumkum di sendang. Dia mengaku ziarah ke Makam Pangeran Samudro telah memberi manfaat banyak karena sejak berziarah dagangannya laris.   
Bagi penulis, fenomena ritual malam jum’at pon ini, membawa dampak sosial yang sangat besar bagi lingkungan sekitar, karena tidak semua pengunjung datang untuk berziarah tapi banyak di antara mereka yang datang semata-mata hanya untuk ”tidur” dengan para PSK. Selain itu, adanya ritual tersebut melahirkan beragam “penyakit masyarakat” seperti prostitusi dan judi. Setiap malam jum’at pon para pekerja seks komersil (PSK) didatangkan dari beberapa daerah seperti Semarang, Solo dan Jogja. Fenomena ini sangat menarik karena menjamurnya bisnis prostitusi di kawasan Gunung Kemukus bertali-temali dengan ritual seks yang dilakukan setelah ziarah kubur. Selain menjamurnya beragama “penyakit masyarakat”, di Gunung Kemukus juga menggeliat sektor ekonomi informal. Setiap malam jum’at pon beragam barang dijajakan sepanjang malam. Potret ini mengindikasikan bahwa Gunung Kemukus memberi dua hal penting, pertama ia menawarkan ziarah kubur sekaligus ritual seks, kedua bergeraknya sektor ekonomi informal. Kedua hal tersebut saling berhubungan karena baik sektor ekonomi informal dan ziarah kubur – ritual seks sama-sama menguntungkan bagi pelaku-pelaku ekonomi di tempat tersebut. Bagi penulis, ada banyak pelaku-pelaku yang meraup keuntungan dari ziarah kubur – ritual seks tersebut. Pertama, para juru kunci kuburan Pangeran Samudro, mereka hanya bermodal pakain Jawa dan tempat kemenyan. Selanjutnya para juru kunci ini mendoakan peziarah. Para juru kunci ini berjumlah tujuh orang, biasanya mereka bergantian. Jadi para juru kunci ini benar-benar profesional sehingga setiap juru kunci mendapat jatah menjaga. Keuntungan yang diperoleh oleh para juru kunci ini adalah amplop yang berisi uang yang sengaja diberikan oleh peziarah kepada juru kunci, pemberian ini dimaksudkan untuk mempercepat terkabulnya doa.  Kedua, perangkat desa, mereka memungut uang keamanan bagi losmen-losmen tempat melaksanakan ritual seks. 
Selain ketiga pelaku tersebut, penulis juga membaca dua pelaku ekonomi. Pertama, para mucikari yang mempekerjakan para pekerja seks komersil (PSK). Setiap mucikari memiliki losmen sendiri-sendiri. Para mucikari ini memiliki banyak anak buah yang disebar di berbagai tempat, setelah para PSK tersebut mendapat pelanggan, maka mereka akan mengajak kencan di tempat mucikari yang menampung mereka (losmen). Kedua, para PSK yang menawarkan ”cinta”. Mereka didatangkan dari berbagai tempat pelacuran di Jawa Tengah seperti Solo, Semarang dan Jogja. Usia meraka sangat variatif dari ABG sampai usia 50-an. Tarif mereka juga variatif tergantung usia dan bentuk badan (bahenol dan ukuran BH). Bagi PSK yang masih ABG memasang tarif 150-200 ribu, dan PSK berusia 30-an memasang tarif 70-100 ribu. Sementara para PSK yang berumur tua 40-50 tahun memasang tarif 30-50 ribu.   
Ketiga, pedagang kaki lima. Para pedagang kecil ini menjual bermacam-macam dagangan seperti jamu kuat, madu, kopi dan beraneka ragam jajanan. Para pedagang ini membuka dagangannya sejak sore hari ketika para peziarah mulai berdatangan sampai pagi hari ketika para peziarah berangsut pulang. Menurut penulis, ketiga pelaku ekonomi ini saling melengkapi karena ketiga-tiganya memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri. Bagi para PSK adanya pedagang-pedagang ini sangat menguntungkan karena para hidung belang yang ingin menuntaskan hasrat birahinya biasanya nongkrong di tempat-tempat tersebut. Begitu pula para pedagang-pedagang merasa diuntungkan dengan berjubelnya PSK yang turut meramaikan dagangan mereka.   


Makna Agama bagi Masyarakat Gunung Kemukus

Masyarakat Gunung Kemukus masuk dalam kategori masyarakat abangan, yakni masyarakat yang memiliki versi tersendiri dalam menjalankan ibadah keseharian. Biasanya mereka mengaku beragama Islam meskipun mereka tidak pernah melaksanakan syariat seperti shalat dan puasa. Sebagai potret masyakat abangan, masyarakat Gunung Kemukus sangat menghormati hal-hal yang berbau magis. Satu contoh pada malam jumat pon di antara hiruk pikuk peziarah ada alunan musik gamelan yang benada magis. Biasanya alunan musik gamelan ini ditabuh oleh orang yang berpakain Jawa dan diiringi dengan penyanyi yang berpakain Jawa pula. 
Potret masyarakat Gunung Kemukus sama dengan orang Jawa kebanyakan. Yakni mereka mengambil Islam hanya sebagai atribut identitas. Islam Gunung Kemukus adalah Islam sinkretik atau yang paling umum abangan. Setriotipe ini menunjukkan tingkat keIslaman mereka yang belum mencapai kesempurnaan, atau masyarakat Gunung Kemukus belum sepenuhnya ber-Islam. Ini bisa dilihat dari perilaku dan pandangan kosmologis dan tatanan sosial yang lebih depengaruhi oleh animisme. Rumus-rumus yang terkandung di dalamnya lebih menyerupai kepercayaan primitif. Pola keagamaan masyarakat Gunung Kemukus  dikategorikan sebagai agama sinkretik. Data menunjukkan bahwa praktek keIslaman masyarakat Gunung Kemukus berbeda jauh dari praktek yang ada di timur tengah. Dalam hal ini, fenomena Gunung Kemukus menampilkan sesuatu yang bukan berasal dari Islam. Islam Gunung Kemukus menggunakan simbol, konsep, serta tata cara yang berasal dari anismisme. Lebih lanjut, pembacaan terhadap fenomena masyarakat Gunung Kemukus harus mempertimbangkan unsur budaya secara esensialistik dengan memberikan prioritas pada otoritas sejarah. Budaya masyarakat Gunung Kemukus tidak dilihat sebagai unsur-unsur yang esensinya berasal dari endapan sejarah yang berujung pada tradisi primitif dan kepercayaan lokal. 
Lazimnya masyarakat abangan, pola keagamaan masyarakat Gunung Kemukus sangat tradisional, dalam pengertian agama cenderung simbolik dan pemaknaan terhadapnya ditunjukkan dalam ekspresi-ekspresi religius yang bersifat campuran. Yakni campuran antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal atau adat istiadat. Selain itu, sesajen dan kemenyan menjadi hal penting bagi masyarakat Gunung Kemukus. Meskipun demikian, di daerah ini berdiri 1 musolla dan 1 masjid bantuan pemerintah dan bukan swadaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, musolla dan masjid ini hanya sekedar ada saja, karena tidak pernah digunakan secara maksimal.  
Menurut penulis, agama bagi masyarakat Gunung Kemukus bukan sebagai realitas sosial karena mereka merasa asing dengan agama. Membaca hal demikian, penulis berminat untuk memaknai ulang peran agama sebagai realitas sosial. Karena, secara teoritik agama adalah realitas sosial yang ditandai oleh sedikitnya tiga corak pengungkapan universal: pengungkapan yang berwujud sistem kepercayaan (belief system), pengungkapan yang berbentuk praktek yakni sebagai sistem persembahan (system of workship), serta pengungkapan berwujud sebagai suatu sistem hubungan masyarakat (system of social relation). 
Dalam teori ini, agama merupakan suatu sistem yang memiliki peran atau fungsi penting bagi kehidupan masyarakat. Fungsi nyata agama adalah sebagai sistem relasi sosial adalah fungsi integratif. Dalam konteks ini, agama menjadi sumber utama terbentuknya integarsi masyarakat yang baik. Agama bahkan dipandang memiliki kemampuan membangun tatanan social (social order) yang mapan dan kuat. Atas dasar persamaan dan kesepakatan serta ikatan psiko relegius, kredo, dogma, kultus, simbol dan tata nilai dan norma serta cara-cara spiritualitas tertentu yang diyakini, maka para penganut agama cenderung berupaya sebaik mungkin untuk mempertahankan serta mengamalkan ajarannya dan memperjuangkan agama yang dianutnya. Dalam perspektif ini, sangat jelas bahwa agama memang memiliki fungsi utama yang necessary bagi terbentuknya integritas sosial dalam masyarakat atau bangsa. Pada kenyataannya agama bukan semata-mata merupakan persoalan keyakinan pribadi yang melekat dalam diri indidvidu, melainkan juga memiliki dampak sosial bagi masyarakat secara keseluruhan sebagai hakikat kolektif. Dengan demikian, agama apapun namamya sebagai sistem norma dan nilai maupun sebagai sistem relasi sosial mempunyai daya ubah (transformabilitas) bagi masyarakat, terutama bagi komunitas pemeluknya. 
Tapi pembacaan atas fungsi dan peran agama di atas, tidak berlaku bagi masyarakat  Gunung Kemukus karena perilaku mereka tidak didasari prinsip-prinsip agama yang mampu membangun masyarakat. Masyarakat Gunung Kemukus murni digerakkan oleh semangat ”bisnis birahi” dan sesekali dibumbui mitos tentang ziarah makam Pangeran Samudro. Bagi mereka agama sebagai simbol sebagaimana diakui oleh penghuni penduduk setempat. 
Meskipun masyarakat Gunung Kemukus jauh dari prinsip-prinsip agama namun mereka melakukan apa yang disebut sinkritisme agama. Sinkritisme ini ditandai adanya kontak hubungan antar agama, kepercayaan, pertemuan dan pergumulan, percampuran dan peleburan agama-agama. Dalam pertemuan atau percampuran ini seringkali terjadi perubahan struktur dan sifat dari kepercayaan dan budaya yang saling bertemu akan tetapi juga seringkali terjadi perubahan struktur asasinya sehingga masih memiliki identitas masing-masing. Dalam prakteknya, masyarakat Gunung Kemukus memadukan unsur Islam dan budaya lokal. Pada perkembangannya  unsur Islam dan budaya lokal, menimbulkan beberapa problem identitas bagi agama atau budaya terebut, dan fenomena percampuran dua agama dan budaya akan memunculkan budaya baru atau ”agama versi baru”. Peritiwa ini memantapkan teori yang mengatakan bahwa setiap terjadi sinkritisme akan melahirkan suatu hal baru baik berwujud reduksi, reformasi, maupun revivalisasi dari agama maupun budaya lokal.   
Selain sinkritisme agama, kehidupan masyarakat Gunung Kemukus dipenuhi dengan simbol ritual, fenomena ini meneguhkan bahwa simbol ritual menempati peran penting dalam masyarakat. Karena ritual agama dalam masyarakat dianggap telah berperan memperkukuh integrasi sosial, selain itu  ritual merupakan ekspresi dan aspek simbolik dari tindakan magi dan agama. Ritual dapat dilihat sebagai sebuah “pertunjukan religius”, dimana di dalamnya terdapat aktor dan penonton. Sebagai sebuah pertunjukan relegius, maka ritual pada dasarnya tidaklah bersifat universal, tetapi bersifat relatif dan mesti dilihat sebagai sebuah sistem konstruksi budaya dari komunikasi simbolik masyarakat. 
Bukti autentik interaksi Islam dan budaya lokal dalam masyarakat Gunung Kemukus ditandai dengan perubahan bentuk ziarah kubur yang diajarkan Islam ke bentuk ziarah kubur masyarakat primitif. Bentuk interaksi ini memungkinkan Islam mewarnai, mengubah, mengolah dan memperbaharui budaya lokal, tetapi mungkin pula Islam yang justru diwarnai oleh berbagai budaya lokal. Melalui hal ini timbul proses Jawanisasi unsur-unsur Islam yang akhirnya melahirkan Islam kejawen. Dalam interaksi budaya lokal dan budaya Islam tentu muncul dua jenis budaya yang berbeda; budaya unggul dan budaya tradisional yang ketinggalan. Kebudayaan yang unggul akan selalu mempengaruhi kebudayaan yang terbelakang.  
Dalam masyarakat Gunung Kemukus, perjumpaan Islam dengan budaya Jawa memunculkan konstruksi dan formasi kehidupan sosial, budaya, agama. Perjumpaan tersebut memunculkan sebuah perubahan sosial-budaya dalam kehidupan masyarakat Gunung Kemukus. Tentu saja proses interaksi ini terkait konstruksi budaya. Perilaku ziarah kubur ini bercorak agama asli yakni animisme dan dinamisme.  Memberi lahan subur bagi tumbuhnya mistisisme. Suatu paham yang bertolak dari keyakinan ruhaniah adanya kesatuan antara mikrokosmos dengan makrokosmos dua entitas dalam satu kesatuan substansi. Sisa ritus pemujaan kuno seperti ini sampai sekarang masih bisa disaksikan sebagai fenomena keagamaan yang menarik untuk diamati dalam kehidupan religi Gunung Kemukus. 
Fenomena ini memberi bukti bahwa sekalipun masyarakat Gunung Kemukus tidak mengakui agama sebagai realitas sosial tapi pada hakikatnya agama memberi landasan yang tidak sekedar menyangkut hubungan personal tapi juga hubungan sosial yang memiliki ikatan emosional. Agama pada prinsipnya memberi kontribusi kepada kehidupan sosial masyarakat, karena agama tidak hanya sebatas keyakinan tapi juga menjadi tata cara bermasyarakat. Bisa dikata bahwa agama memberi inspirasi individu untuk membangun masyarakat. Bentuk sumbangsih agama bagi masyarakat adalah ziarah kubur yang tidak semata-mata ajaran animisme dan dinamisme tapi juga ajaran Islam, apalagi Pangeran Samudro juga diyakini sebagai salah satu penyebar agama Islam.  
Meskipun demikian, membaca masyarakat Gunung Kemukus tidak bisa berdasarkan ”hitam di atas putih”. Artinya, perlu pemaknaan yang lebih utuh untuk membaca budaya dan kebiasaan masyarakat Gunung Kemukus. Oleh karena itu, melihat budaya lokal sebagai sebuah struktur otonom yang memiliki kaitan historis. Pembacaan ini menitikberatkan pada kondisi aktual suatu praktek budaya. Makna yang terkandung dalam suatu tindakan atau yang termuat dalam simbol-simbol budaya dipahami melalui relasi-relasi yang ada dari setiap unsurnya. Meskipun  dalam kasus Gunung Kemukus, simbol-simbol Hindu dan Budha serta animisme digunakan, hal itu harus dilihat dari kaitannya dengan simbol lain yang ada dalam dimenasi waktu yang sama. Simbol tersebut tidak dapat dipahami melalui kerangka etimologi yang diasalkan sejarah asal-usul. Hal yang sama juga berlaku bagi simbol-simbol Islam yang digunakan orang Jawa. Simbol tersebut tidak dapat dipahami dengan cara meneropong statusnya dari wilayah simbol tersebut berasal. Artinya suatu praktek kehidupan lebih ditentukan oleh struktur otonom dari relasi keseluruhan unsur-unsurnya.   


Revolusi seks dan kapitalisasi ritual 

Sejarah seks setua sejarah manusia. Tuhan menganugrahkan manusia tidak hanya akal fikiran tapi juga nafsu syahwati yang dengan keduanya manusia bisa mencapai segala cita-citanya. Seks sebagai elemen penting manusia mengalami proses evolusi yang panjang. Semula seks adalah sesuatu yang sakral dan hanya diperbolehkan dengan ikatan perkawinan yang sah menurut agama. 
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saat ini seks tidak hanya monopoli tali perkawinan. Semua orang bisa menikmati seks asal punya uang dan kesempatan. Seks tidak lagi sakral, karena seks sudah terseret ke wilayah industri. Banyak kita temua bisnis yang mengeksploitasi seks.
Jejak-jejak revolusi seks ini bisa dilihat dalam hasil temuan artefak dari penggalian bekas kota-kota Pompeii dan Herculanum dekat Napoli di Italia Selatan. Kedua kota Romawi itu terkubur di bawah lapisan debu gunung berapi selama hampir 17 abad, sejak Gunung Vesuvius meletus pada tahun 79 sampai saat mulai dilakukan penggalian pada tahun 1748. Di kota-kota yang dulu makmur itu para arkeolog menemukan sangat banyak peninggalan “yang memalukan” dari kehidupan sehari-hari pada masa Kekaisaran Romawi, berupa “barang-barang cabul” seperti jimat, lampu, lukisan dinding dan relief yang melukiskan seks secara gamblang dan sering pula dengan gaya karikatur. Hasil penggalian lebih lanjut di Pompeii menunjukkan bahwa benda-benda yang terang-terangan melukiskan tingkah laku seksual (sexually explicit material) ternyata ada di mana-mana, baik di dalam ruangan tertutup maupun di tempat terbuka. Benda-benda seperti itu tidak hanya dijumpai di ruangan yang semula disangka sebagai tempat “pesta liar” (orgy), melainkan juga hampir di seluruh penjuru kota. Citra seks terpampang pada papan-papan nama kedai minuman, sudut-sudut jalan, dan sebagai dekorasi ruangan. 
Revolusi seks ini, mengugah penulis untuk membaca pemikiran Michel Foucault. Menurut filusuf Perancis ini, seks merupakan bagian dari ciri manusia sebagai makhluk yang berhasrat (the desiring subject). Pada zaman Yunani kuno, orang-orang mengolah hasrat seks menjadi bagian dari kegiatan yang sejajar dengan filsafat, ekonomi dan pengelolaan kesehatan. Tampaknya Foucault mau memperlihatkan bahwa kegiatan seks pun mempunyai prestise yang tinggi. Seperti halnya kegiatan-kegiatan yang lain, kegiatan seks pun memerlukan pengelolaan yang tidak sederhana, strategi dan perencanaan, pertimbangan dan keputusan yang tepat. 
Pembacaan Foucault ini meneguhkan bahwa seks memiliki kecendrungan untuk menggantikan agama dalam menyelami misteri di balik kehidupan. Dengan demikian, seperti halnya agama dulu mewarnai seluruh kegiatan kultur manusia, seks pun dihadirkan dalam fenomena budaya, dalam kesenian, ekonomi, pendidikan, ilmu dan politik. Dengan kata lain, seks sebagai bagian kehidupan manusia merupakan unsur kegiatan yang amat kaya dan dapat diolah dan direfleksikan menjadi buah-buah kebudayaan. Selain norma dan pengaturan seks melalui moral dan agama, seks juga menjadi bagian renungan dari kesenian, yang mengantarkan pada pengalaman ekstasi yang mendalam, menjadi objek komoditas ekonomi, ataupun pemenuhan kewajiban hidup berkeluarga.  
Pembacaan Foucault ini sangat sesuai dengan fenomena ritual seks di Gunung Kemukus. Artinya, seks bagi masyarakat Gunung Kemukus mampu menggatikan agama dalam proses pembentukan masyarakat. Seks bagi masyarakat Gunung Kemukus adalah produk budaya yang diaktualisasikan oleh individu-individu yang sadar. Seks sebagaimana pembacaan Foucault mampu memberi arti hidup yang sesungguhnya.   
Pembacaan kritis ini menguatkan prinsip bahwa seks bukan hanya soal kenikmatan ragawi, juga bukan hanya hubungan intim antara pria dan wanita. Lebih dari itu, seks juga terkait dengan peradaban manusia. Seks menjadi bagian integral peradaban. Pada perkembangannya seks tidak hanya untuk reproduksi tapi juga rekreasi. Sebagai rekreasi, seks tidak lagi sakral sebagaimana yang diajarkan agama maupun norma-norma budaya, tapi ia menjelma menjadi kekuatan yang besar dan bisa menggerakkan sejarah peradaban manusia.  
Seks hadir sebagai menu utama dengan berbagai bumbu dan variasinya. Setiap hubungan seks memiliki alasan dan motif masing-masing. Seks dalam kehidupan kita seakan telah menyatu dengan udara yang kita hirup, telah menjadi atmosfer kehidupan. Kini, seluruh ruang hidup telah menjadi kamar tidur. Aroma seks meluap di setiap pelosok kehidupan. Seks telah mengkontaminasi hampir setiap interaksi antar sesama manusia. Seks, tanpa disadari kemudian menjadi motif bagi seluruh gerak-gerik. Telah menjadi alasan untuk hampir setiap interaksi sosial. 
Seks adalah bagian dari satu kosmos yang utuh. Seks ditentukan oleh kekuatan atau kekuasaan. Seks adalah bagian dari hidup emosi dan afeksi manusia. Seks telah menjadi demikian bebas dan terbuka. Beragam praktik seks tidak bisa dihakimi hanya sebagai ”menyimpang”. Semuanya itu justru harus bisa dietrima sebagai fakta, bahwa masyarakat kita sedang menuju kepada masyarakat yang sedang terbuka. Berkaitan dengan hal di atas, patut diigat bahwa dalam kehidupan masayarakat seks selalu mengundang manusia bersifat ganda. Di satu pihak, seks harus ditutupi-tutupi, di lain pihak seks perlu dibuka secara terang-terangan. Keduanya demi alasan yang sama yakni mempertahankan stabilitas masyarakat. Seks telah menjadi publik. Dengan menjadi publik, seks juga memaksa manusia untuk menjadi pribadi eskhibisionis. Artinya, manusia dipaksa untuk mempertontonkan dirinya sampai dengan keintiman yang paling tersembunyi.
Aktivitas seks yang gila-gilaan, aktivitas tersebut terjadi di tengah masyarakat yang masih sangat tabu seksualitas. Ini bukan hanya sebatas persoalan moral tapi ini persoalan eksistensial. Beragam persoalan seks ini membenarkan konsep Herbert Marcuse, bahwa pada kodratnya seksualitas itu adalah polymorphous perverse, penyimpangan yang beraneka ragam. Konsep Marcuse tentang seksualitas sebagai polymorphous perverse, lahir seiring dengan analisis serta refleksinya tentang revolusi seks yang meledak di zaman modern. Maka untuk mengerti konsep Marcuse tentang polymorphous perverse kita perlu juga sedikit memahami tentang revolusi seks. Karena, seks tidak bisa dilepaskan dari perubahan masyarakat. Revolusi seks sesungguhnya adalah salah satu puncak dari perjalanan seksualitas, yang selalu berubah-ubah seiring dengan perubahan masyarakat. Dalam konteks revolusi seks sebagaimana Marcuse dengan seks sebagai polymorphous perverse. Pertama-tama, aneka ragam praktik seksual itu disebut menyimpang, karena berlawanan dengan praktik seks yang wajar, karenanya juga bertentangan dengan norma-norma moral seks yang mapan. Namun, di lain pihak, praktik seks yang tidak kenal batas itu sesungguhnya adalah kodrat dan hakikat seksualitas manusia sendiri. Menuruti kodrat itu, manusia tidak hanya akan jujur tapi juga otonom, dan terbebas dari segala penindasan terhadap nalurinya. Keduanya adalah realitas yang sama-sama ada dalam hidup manusia. Kedua realitas itu akan selalu berada dalam ketegangan dialektis menuju kepada kesempurnaan. 
Seks tidak lagi bersifat privat tapi publik. Aktivitas seks tidak dilakukan dalam keintiman yang privat, tapi dalam perayaan, pesta dan kebersamaan yang publik. Hal ini menunjukkan bahwa seksualitas dan ide-ide revolsui seksual yang ada pada masyarakat Gunung Kemukus sudah dengan agresif menyusupi kesadaran pelaku. Dulu seks tidak punya rumah, sekarang seks justru berumah di mana-mana. Seks ada dalam uang, kapital, kekuasaan. Seks bukan lagi keintiman privat, tapi meluas sampai ke ruang publik. Revolusi seks membuat seks ada di mana-mana. Uang, barang dan seks telah menjadi satu. Karena barang itu bisa ditawarkan dengan efektif, bila disatukan dengan seks. Seks menjadi barang membuat seks itu mudah diperdagangkan. Ujung-ujungnya seks nyaris identik dengan uang. Seksual dilihat secara fragmentaris. Karena seks dilihat hanya dari segi libido dan tubuh, seks selalu memperbudak tubuh dan nafsu manusia sendiri. Sebaliknya, jika seks terlalu dilihat sebagai sesuatu yang spiritual, seperti dalam pandangan sebelum revolusi seksual, maka seks pun terasing dari tubuh, dan menjadi alasan untuk menghakimi tubuh. Di sini pun, manusia tidak lagi dapat menikmati seks secara utuh. Seks menjadi sesuatu yang tabu. Praktik seks disertai ketakutan dan perasaan bersalah. 
Melihat fenomena Gunung Kemukus bisa kita lihat dari cara produksi (mode of production). Cara produksi kapitalis memang berbeda peruntukannya dengan mazhab yang lain. Selama bisa dijual dan mendatangkan laba, selama itu pula semuanya bisa dieksploitasi. Watak eksploitasi itulah yang menggerakan masyarakat Gunung kemukus. Keuntungan (profit) yang harus diperoleh dan modal (capital) yang diusahakan agar semakin bertambah, telah menjadi ciri masyarakat Gunung Kemukus. Pada prakteknya kapitalisasi ritual menganut rasionalitas instrumental. Dalam rasionalitas instrumental, kedudukan nalar atau akal budi telah direduksi menjadi sekedar alat, sarana, dan instrumen yang digunakan untuk mencapai tujuan secara efisiesn. Di samping itu, rasionalitas instrumen dalam kapitalisme juga sangat fanatik dengan kalkulasi ekonomi yang penuh perhitungan untung rugi. Pertimbangan dengan keuntungan dan jeli dengan kerugian, tetapi tidak peduli dengan implikasi buruk dan efek negatif dalam ruang lingkup kehidupan umat manusia secara luas. 
Membaca fenomena Gunung Kemukus, sangat tepat jika menggunakan analisa Murray yang mengatakan bahwa di Indonesia menjadi pelacur lebih dipandang sebagai pilihan rasional dibanding perbudakan kaum perempuan atau patalogi sosial yang lainnya. Selanjutnya, Murray mengatakan bahwa perempuan sebagai pelacur adalah pertumbuhan kapitalis, konsumerisme dan kurangnya pekerjaan.  Pembacaan Murray ini memberi pandangan bahwa ritual seks di Gunung Kemukus murni bisnis dan kapitalisasi ritual. Selain itu, di Gunung Kemukus terjadi eksploitasi manusia oleh manusia. Hanya orang yang tereksploitasi tidak sadar bahwa dirinya dieksploitasi  


Masyarakat Gunung Kemukus; patalogi sosial atau kreatifitas sosial? 

Pada sisi lain, membaca fenomena Gunung Kemukus perlu pembacaan yang lebih luas. Karena Gunung Kemukus sebentuk masyarakat komunal yang antar individu memiliki kontribusi untuk membentuk masyarakat. Oleh karena itu, membaca fenomena sosial masyarakat Gunung Kemukus bisa meminjam analisa sosiolog kenamaan Vilfredo Pareto. Menurut Vilfredo Pareto pada prinsipnya masyarakat terdiri dari apa yang dilakukan oleh anggota-anggota individual. Mereka merupakan the material points or molecules  dari sistem yang disebut masyarakat. Suatu sistem dibentuk dari bagian-bagian yang tergantung satu sama lain karena dikonstruksi. Hal terpenting membaca masyarakat bahwa kelakukan manusia bersifat mekanis atau otomatis. Oleh karena itu, manusia dilingkupi oleh perbuatan logis dan perbuatan nonlogis. Perilaku disebut logis, kalau direncanakan oleh akal budi dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai. Pada sisi lain, hampir seluruh kehidupan masyarakat terdiri dari perbuatan-perbuatan nonlogis. Satu contoh, saat seseorang memutuskan sesuatu ia tidak semata-mata karena pertimbangan rasional dan logika tapi keputusan-keputusan tersebut dipengaruhi oleh kepentingan dan sentimen-sentimen yang sedang berpengaruh di dalam masyarakat. 
Sistem sosial atau masyarakat ditegakkan oleh individu-individu yang senantiasa mengarah pada keseimbangan. Individu-individu saling mempengaruhi agar tercapai keseimbangan. Pada dasarnya masyarakat bersifat konservatif. Kecendrungan kearah kestabilan dan kesimbangan tidak ada hubungannya dengan kesadaran dan kebebasan manusia. Kalau terjadi pergolakan, itu sebatas sementara karena manusia pada prinsipnya menginginkan kesimbangan.
Selain Vilfredo Pareto, sosiolog yang patut diapresiasi untuk membaca fenomena Gunung Kemukus adalah George Simmel. Sebagai seorang sosiolog ia mengatakan pertama masyarakat terdiri dari jaringan relasi-relasi antara orang yang menjadikan mereka bersatu. Masyarakat bukan badan fisik, melainkan sejumlahpola perilaku yang disepakati dan ditunjang bersama. Salah satu faktor terbentuknya komunikasi antar masyarakat tersebut adanya dorongan kebutuhan dan tujuan sehingga mereka melakukan kontak dengan orang lain. Meskipun demikian, komunikasi antar individu belum bisa membentuk masyarakat karena mereka berkomunikasi belum  tentu karena didorong oleh kepentingan dan tujuan yang sama. Simmel menambahkan untuk membentuk masyarakat perlu adanya saling mempengaruhi sehingga mereka terangkai antar individu yang saling memberi arti. Kedua, relasi-relasi aktif antar orang yang berkelompok atau bermasyarakat mengarah kepada terbentuknya komunitas atau kebersamaan. Saat ini ciri komunitas atau kebersamaan ditandai dengan pola fungsional dan rasional hal ini menggantikan pola tradisional yang bersifat afektif dan personal. Ketiga, kesatuan-kesatuan sosial tidak hanya terbentuk dari relasi-relasi integratif dan harmonis. Keadaan masyarakat ditentukan oleh dua jenis interaksi yang keduanya mempunyai efek positif. Kalau dilihat dalam keseluruhan interaksi yang membentuk masyarakat, persaingan merupakan relasi yang memainkan peranan positif bagi seluruh anggota masyarakat 
Kedua sosiolog ini, menjelaskan bahwa terbentuknya masyarakat karena adanya berbagai gesekan kepentingan yang antar kepentingan tersebut saling berkomunikasi dan bernegosiasi. Setelah berkomunikasi dan negosiasi, terjadilah apa yang disebut kesepakatan, dari kesepakatan antar individu ini masyarakat mulai terbentuk. Teori ini menguatkan posisi masyarakat Gunung Kemukus yang pada prinsipnya terbentuk oleh proses panjang sejarah masyarakat tersebut. Adanya prostitusi adalah rentetan sosial yang terjadi karena adanya ritual seks. Artinya, ritual seks memberi landasan terjadinya masyarakat yang sedemikian rupa sehingga munculah potret masyarakat Gunung Kemukus seperti sekarang ini. Selain proses sosial yang memakan waktu panjang, bagi penulis masyarakat Gunung Kemukus menyisakan pertanyaan yakni ritual seks dan prostitusi termasuk bagian penyakit sosial atau kreatifitas sosial? Pertanyaan ini perlu diungkapkan karena munculnya ritual seks dan prostitusi bukan karena kesengajaan sebagaimana yang terjadi pada tempat-tempat pelacuran yang lain. Munculnya ritual seks dan prostitusi di Gunung Kemukus terbentuk karena pemaknaan terhadap agama yang kemudian dibumbui oleh mitos dan radikalisasi budaya. Oleh karena itu, penulis tidak memandang masyarakat Gunung Kemukus sebagai patalogi sosial tapi ia adalah kreatifitas sosial yang terbentuk karena antar anggota masyarakat saling berkomunikasi untuk menciptakan masyarakat Gunung Kemukus sebagaimana yang lihat saat ini.     


Daftar Pustaka

Bailey, Stephen, Local Governmet Economics, MacMillan, 1999
Bowman, Ann, and Richard C Kerney, State and Local Government, Houghton Mifflin CO, Boston, 1996
Bennet, J, Robert, Local Government and Market Decentralization, United Nation University Press, 1994
Wikipedia, Tourism, sex tourism, www.wikipedia.com
Tim Kemukus, Spirit Kapital di Balik Ritual Seks Kemukus, Hasil Penelitian Mahasiswa Tim Peneliti Kemukus Sosiologi Agama, 2007 
A. Sudiarja, Panseksualisme: Antara Kewajaran dan Kepanikan, Yogyakarta, Basis, September-Oktober 2006.  
Asep Purnama Bahtiar, Kapitalisme Pembangunan dan Demokrasi Ekonomi, Yogyakarta, Jurnal Inovasi, No.1 th.XIII, 2003.  
Atmakusumah Astraatmadja, Mitos dan Hiruk Pikuk di Balik Pornografi, www.dewanpers.org/cgi-script/C.   
Choirul Fuad Yusuf, Peran Agama dalam Masyarakat, Studi Awal Proses Sekularisasi pada Masyarakat Muslim Kelas Menengah, Jakarta, Balitbang Departement Agama, 2001.
Etty Indriati, Seksualitas dan Masa Depan Manusia: Antara Reproduksi dan Rekreasi, Yogyakarta, Basis, November-desember 2006.  
F.X. Rudy Gunawan, Seks: Alasan dan Motif, Yogyakarta, Basis Maret-April 2003.  
Hendro Prasetyo, “MengIslamkan” Orang Jawa: Antropologi Baru Islam Indonesia, Jakarta, Jurnal Islamika No.3, Januari-Maret, 1994, Hlm. 79. 
K.J. Veeger, Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial ata Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Jakarta, Gramedia, 1986.  
M. Wasim Bilal, Sinkretisme dalam Kontak Agama dan Budaya di Jawa, Yogyakarta, Jurnal Aljamiah, 199. 
Moh. Soehadha, Teori Simbol Ritual Victor Turber: Aplikasi dan Implikasi Metodologisnya untuk Studi Agama-Agama, Yogyakarta, Jurnal Esensia, Juli 2006. 
Muh. Syamsuddin, Interaksi antara Islam dengan Kebudayaan Jawa, Jurnal Religi, Januari 2004.   
Murray, Aj. No Money, No Honey; Study of Street Traders and Prostitutes in Jakarta, Singapore, Oxford University Press.  
Sindhunata, Seks Undercover: Ikon Bokong Inul, Yogyakarta, Basis Maret-April 2003.  
Wawancara tanggal 5 desember di lokasi makam Gunung Kemukus.